Menyibak Prostitusi Daring di Manado

Revolusi Industri 4.0 mendorong perubahan di banyak bidang. Tak terkecuali dalam bidang yang disebut-sebut sebagai “bisnis” tertua di dunia: prostitusi. Bermodal ponsel, paket data, dan aplikasi percakapan, sejumlah wanita muda di Manado, Sulawesi Utara, memenuhi kebutuhan hingga kemewahan melalui jalan pintas bernama prostitusi dalam jaringan (daring). Tentu saja kemudahan teknologi bukan pendorong tunggal. Bagaimana bisnis ini berjalan dan upaya para pemangku kepentingan menghadapinya? Simak lewat kisah para pelaku di dalamnya serta pergulatan mereka.

Mulai

Musim Semi Prostitusi “Online” di Manado

Berkembangnya internet dan media sosial bak pedang bermata dua, sisi positif dan negatif. Selalu ada yang mencoba bermain dengan ketajaman sisi negatif demi mengeruk keuntungan. Salah satunya dunia prostitusi yang semakin dimudahkan di era industri 4.0 ini. Bak musim semi, prostitusi daring pun merebak.

Perceraian yang Menjerumuskan

Kurang pendidikan, keterampilan, dan keterdesakan ekonomi kerap menyebabkan seseorang mudah termakan iming-iming mendapatkan uang dengan cepat. Faktor lain adalah keharmonisan keluarga. Tidak sedikit yang terjerumus ke dalam dunia prostitusi (daring) berasal dari orangtua yang bercerai.

Yang Paling Nikmat Adalah Duitnya

Kesempatan kerja terbatas, ketiadaan jaring pengaman sosial, dan pergeseran nilai, menyebabkan ada kelompok perempuan yang memilih cara instan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang tak bisa ditawar.

Hukum Meringkuk di Kaki Pasar

Perkembangan teknologi membuat beberapa pasal dalam produk hukum menjadi usang, termasuk bahasan soal prostitusi daring yang belum teradopsi. Tantangan lain adalah hukum yang cenderung bias jender. Perempuan sebagai penyedia jasa lebih sering dikriminalkan, sementara laki-laki sebagai pembeli jasanya melenggang.