Adam Malik, Tokoh di Balik Kembalinya China ke PBB

Adam Malik menjadi salah satu tokoh penting di balik kembalinya China atau Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada akhir Oktober 1971. Menteri Luar Negeri Republik Indonesia periode 1966-1978 itu, selain mengesahkan sidang kembalinya RRT ke PBB, juga terlibat dalam berbagai misi rahasia diplomatik dalam menjaga hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat dan RRT.

Adam Malik Batubara—mantan wartawan Antara—terlibat dalam upaya diplomasi dengan Beijing melalui sahabatnya, Situ Meisheng, seorang wartawan yang juga sahabat Bung Karno.

Selepas peristiwa 1965, Meisheng hidup di pengasingan di Makau. Melihat banyaknya loyalis Soekarno yang menjadi korban rezim Orde Baru, Situ Meisheng memilih lari ke Makau.

buku 'yige Canyu Chuangzao Lishi De Huaren Situ Meisheng
Adam Malik dan Situ Meisheng di rumah kediaman Adam Malik di Jalan Imam Bonjol, Jakarta, tahun 1980. Foto diambil dari buku ‘Yige Canyu Chuangzao Lishi De Huaren Situ Meisheng (Satu Orang Tionghoa yang Berpartisipasi dalam Membuat Sejarah – Situ Meisheng), terbitan April 2006.

Melalui akses Situ Meisheng yang mantan wartawan di Jakarta, Adam Malik membangun diplomasi ke Beijing. Di pihak Beijing, Perdana Menteri RRT Zhou En Lai juga aktif merespons. Pada kurun waktu tersebut, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Henry Kissinger juga aktif melakukan perundingan rahasia dengan Beijing lewat bantuan Pakistan.

Adapun di PBB, perwakilan Amerika Serikat di bawah George W Bush berusaha menjaga kepentingan sekutunya, yakni Republik Tiongkok yang menjadi wakil resmi China. Pada Agustus 1971, George W Bush mengajukan ”Proposal Kehadiran Dua China” di PBB.

Dampak perang saudara

Munculnya dua China dipicu terjadinya perang saudara antara kubu nasionalis atau Kuomintang dengan kubu komunis atau Gong Chan Dang di China terjadi sejak 1927. Pertikaian sempat terhenti ketika terjadi aliansi melawan invasi fasis Jepang tahun 1937-1941. Pihak nasionalis mendapat dukungan dari Amerika Serikat, sedangkan pihak komunis didukung oleh Uni Soviet.

Pembagian lahan pertanian bagi petani miskin atau land reform yang dilakukan Partai Komunis China membuat mereka mendapat dukungan dari rakyat kecil semasa Perang Saudara berkecamuk. Sebaliknya, kubu nasionalis di bawah Generalissimo Chiang Kai Shek kesulitan mengonsolidasikan kekuatan dan membenahi birokrasi yang digerogoti korupsi.