Air Bersih, Beban Ganda di Masa Pandemi

Krisis air bersih di Tanah Air bertambah berat di masa pandemi Covid-19. Ketika air dibutuhkan untuk mendukung pencegahan penularan Covid-19, belum seluruh masyarakat dapat mengakses air bersih, layak, dan aman. Pentingnya peran air di masa pandemi hendaknya lebih menggerakkan upaya pemenuhan kebutuhan air bersih.

Air berperan penting dalam hidup manusia, termasuk bagi dunia kesehatan. Namun, bagai pisau bermata dua, air bisa menjadi berkah atau bencana.

Sejumlah wabah penyakit bersumber dari air. Misalnya wabah kolera pada awal abad ke-19 merebak karena keterbatasan akses air bersih dan sanitasi. Penyakit yang masih dapat menjangkiti manusia hingga saat ini disebabkan bakteri Vibrio cholerae yang terkontaminasi dalam air.

Kompas/Bahana Patria Gupta
Aktivis Ecoton (lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi lahan basah) berkampanye di Kali Mas, Kota Surabaya, agar sungai di Surabaya bebas dari tinja, Senin (28/3/2011). Kotoran manusia yang dibuang ke sungai mengandung kuman yang dapat menyebabkan penyakit seperti kolera, botulism, hepatitis A, disentri, dan polio.

Tidak hanya kolera, menurut data Kementerian Kesehatan, ada 37 jenis penyakit yang berkaitan dengan air minum dan sanitasi yang tidak layak. Di sisi lain, air dan sanitasi yang layak dapat membantu meningkatkan kesehatan masyarakat, seperti mendorong pencegahan tengkes (stunting).

Di masa pandemi, air juga berperan penting untuk menghentikan penyebaran virus korona. Hal ini terkait anjuran mencuci tangan dengan air dan sabun untuk membasuh tangan  dari virus korona yang menempel pada kulit.

Karena itu, sarana untuk mencuci tangan bukan pemandangan yang jarang lagi. Di rumah-rumah, warung, sekolah, pertokoan, dan tempat-tempat publik kini tersedia keran, galon, tangki, ember, atau gentong berisi air untuk fasilitas mencuci tangan. Masyarakat pun terbiasa mencuci tangan demi mencegah penularan Covid-19.

Survei perubahan pola pemakaian air masyarakat di masa pandemi oleh Indonesia Water Institute menyebutkan, 67 persen responden mencuci tangan lebih dari 10 kali dalam sehari. Kegiatan ini meningkat lima kali dibandingkan dengan kondisi normal.