Arah Baru Bisnis Mode di Masa Depan

Kepedulian akan lingkungan turut mengubah arah bisnis mode di masa mendatang. Konsumen mulai banyak memanfaatkan kembali pakaian bekas pakai atau thrifting. Dari sisi produsen, pelaku industri mode kian banyak mengadopsi bisnis mode sirkular atau mode berkelanjutan yang mengarah pada perbaikan lingkungan.

KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
Suasana pembukaan Muslim Fashion Festival (Muffest) 2020 yang digelar Indonesian Fashion Chamber dan Dyandra Promosindo di Jakarta, Kamis (20/2/2020). Acara yang mengusung tema Sustainable Fashion ini digelar dari 20-23 Februari 2020 di Jakarta Convention Center.

Lingkungan yang berkelanjutan kini menjadi fokus hampir semua kalangan, termasuk industri mode dunia. Laporan McKinsey (2020) yang menyebutkan bahwa industri mode menyumbang sekitar 4 persen emisi global membuat produsen dan konsumen mode beradaptasi menemukan arah baru bisnis mode yang ramah lingkungan.

Besarnya emisi yang ditimbulkan merupakan dampak dari produksi massal yang didorong oleh revolusi industri karena kian canggihnya teknologi. Bahkan, sekarang dunia dipenuhi produk mode yang diproduksi dengan sangat cepat (fast fashion). Skema industri tersebut dapat meluncurkan mode terbaru setiap 6-8 minggu. Meskipun fenomena terkini, pandemi yang menggoncang berbagai sektor industri, turut menyurutkan industri mode cepat tersebut melalui penutupan gerai-gerai mereka di berbagai negara.

Produksi mode yang kian masif tersebut didorong oleh meningkatnya kebutuhan  masyarakat dunia terhadap pakaian. Hal ini sebagai akibat semakin banyaknya jumlah penduduk di dunia. Mengingat sandang menjadi kebutuhan pokok setiap manusia, permintaannya pun kian bertambah dari tahun ke tahun.

Merujuk data yang dihimpun Bank Dunia, rata-rata pertumbuhan penduduk dunia sekitar 1,6 persen per tahun selama hampir enam dekade terakhir. Tahun 2019, jumlah penduduk dunia mencapai 7,67 miliar jiwa, atau lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun 1960-an.

Semakin banyak penduduk yang memerlukan pakaian, dibarengi dengan produksi massal yang membuat harga mode kian terjangkau, membuat pakaian kian menumpuk di lemari-lemari penduduk dunia.

Sementara itu, tidak sedikit dari masyarakat dunia yang hanya memanfaatkan pakaian yang mereka beli untuk satu kali pakai. Survei yang dilakukan oleh ThredUp tahun 2020 menunjukkan, tujuh dari sepuluh responden di Amerika Serikat mengaku bahwa mereka membeli pakaian hanya untuk dikenakan sekali. Jenis pakaian yang sering dikenakan sekali antara lain busana pesta pernikahan, liburan, festival musik, festival di sekolah, hingga busana untuk menggunggah foto diri di media sosial.