Stupa yang telah dipugar di Candi Plaosan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Selasa (14/6/2022). Candi tersebut memiliki keunikan berupa campuran arsitektur Buddha dan Hindu. Corak Buddha ditunjukkan dengan keberadaan stupa, sedangkan corak Hindu tampak dari candi pendamping yang memiliki atap ratna.
Keharmonisan barangkali menjadi kata yang paling tepat untuk menggambarkan Candi Plaosan di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Pendirian candi tersebut didasari rasa cinta seorang raja terhadap permaisurinya. Bukti keharmonisan kentara dari keunikan arsitektur candi yang lestari hingga kini.
Candi Plaosan diperkirakan berdiri pada abad ke-8 hingga abad ke-10. Menurut peneliti asal Belanda, J G de Casparis, candi tersebut dibangun oleh seorang raja Mataram Kuno bernama Rakai Pikatan untuk permaisurinya, Sri Kahulunan atau Pramodhawardani. Sang permaisuri merupakan putri Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra yang beragama Buddha. Berbeda dengan Rakai Pikatan yang memeluk agama Hindu.
”Perbedaan ini menyatu dalam bentuk arsitektur. Meski ini sebenarnya Candi Buddha, ada nuansa Hindu-nya. Toleransi tidak hanya diceritakan, tetapi diwujudkan dalam bentuk arsitektur. Ini yang menjadi keunikan dari candi,” kata Wardiyah, Pamong Budaya Ahli Muda Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, di situs Candi Plaosan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Selasa (14/6/2022).
Bukti sebagai candi Buddha terlihat dari keberadaan stupa pada atap candi induk. Reliefnya juga menampilkan sosok bodhisattva. Adapun candi perwara, atau pendamping, memiliki atap ratna. Jenis atap tersebut merupakan ciri dari candi Hindu.