Belanda Masuk Lewat Gereja, Diusir Lewat Gereja

Kesadaran berbangsa dan identitas anak negeri Nusantara mewarnai semua kelompok agama di Indonesia. Di Sulawesi Utara, muncul Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) sebagai gereja nasionalis yang melawan Gereja Negara (Indische Kerk) yang dibiayai penjajah Belanda. KGPM dirintis sejak akhir 1880 hingga 1930 untuk melawan dominasi dan diskriminasi Belanda di dalam kehidupan kekristenan di Tanah Minahasa.

”Ini mungkin satu–satunya gereja yang dalam ibadah ada pekik Merdeka dan menggunakan lambang Merah Putih di masa penjajah Belanda berkuasa. Sama seperti semangat Monsignur Soegijapranata tentang ’100 persen Katolik dan 100 persen Indonesia’. Itulah semangat yang dibawa KGPM,” kata Laksamana Muda TNI Samuel Kowaas yang menjadi salah satu pengurus KGPM di Jakarta.

Pada masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, gereja KGPM yang didirikan GSSJ Sam Ratulangi, AA Maramis, Tumbelaka, dan BW Lapian, aktif bergerak di Jawa dan Sulawesi.

Sejak awal lahirnya, KGPM dianggap pemberontak dan pembangkang oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pada triwulan pertama berdirinya KGPM, para aktivis yang umumnya guru dan pegiat gereja ada yang ditangkap, dipecat dari kedinasan pemerintah kolonial, hingga ditangkap dan dibui.

Arsip KGPM
Suasana gereja KGPM (Kerapatan Gereja Protestan Minahasa) Sidang Sentrum Kawangkoan, Minahasa.

Sejarawan dan sekaligus rohaniwan KGPM, Boy Suak, menjelaskan, peristiwa pemberontakan dan pengibaran Merah Putih oleh prajurit–prajurit KNIL Minahasa di Teling tanggal 14 Februari 1946 membuktikan Minahasa berdiri bersama Pemerintah Republik Indonesia.

”Itu menjadi bahan diplomasi Nicolas Palar di New York untuk mematahkan pendapat Belanda bahwa Proklamasi Indonesia hanya didukung di Jawa dan Sumatera belaka. Pemberontakan itu membuktikan Minahasa bukan Twapro (Twaalfde Provincien van Nederlands atau provinsi ke 12 dari Belanda),” kata Boy Suak.

Menurut Boy Suak, salah satu tokoh pemberontakan prajurit KNIL dan peristiwa Merah Putih di Teling, Kota Manado, adalah anggota KGPM, yakni SD Wuisan, seorang sersan KNIL. Pemberontakan dipimpin CH Taoulu, seorang perwira KNIL asal Minahasa.

Dalam peristiwa Merah Putih di Teling, para prajurit Minahasa menahan para serdadu dan perwira Belanda, kemudian mengadakan upacara pengibaran bendera Merah Putih.

Dalam peristiwa Merah Putih di Teling, para prajurit Minahasa menahan para serdadu dan perwira Belanda, kemudian mengadakan upacara pengibaran bendera Merah Putih. Selain itu, semasa Perang Kemerdekaan Republik Indonesia (1945-1949), menurut Boy Suak, anggota KGPM, yakni Frans Mendur dan Alex Mendur sebagai wartawan dari Kantor Berita IPPHOS, turut berjuang mengabadikan Proklamasi hingga pengakuan kedaulatan Republik Indonesia.