Bisnis Mainan Anak Saat Pandemi

Dampak pandemi Covid-19 terhadap bisnis mainan anak tidak hanya pada penurunan penjualan mainan global. Sisi lain pandemi mengungkap, mainan tetap dibeli sebagai sarana interaksi keluarga saat melewati pembatasan sosial.

Merebaknya wabah Covid-19 membuat aktivitas di beberapa kota industri di China ikut terganggu. Aktivitas di kota industri seperti Dongguan dan Wuhan terhenti.  Ratusan pabrik di Wuhan terpaksa ditutup. Dalam catatan Bloomberg, di Wuhan terdapat lebih kurang 515 industri, mayoritas di sektor manufaktur.

Kondisi ini turut berdampak pada industri mainan China dan dunia. Industri mainan anak merupakan salah satu andalan ekonomi China. Koran The Wall Street Journal memperkirakan sebanyak 85 persen mainan anak yang dijual di pasar global diproduksi di China. Laporan Mckinsey Global Insitute menyebutkan, investasi perusahaan mainan multinasional di China berada pada urutan tiga besar.

Penghentian kegiatan produksi di China berdampak besar pada rantai persediaan mainan dunia. Asosiasi Perdagangan Mainan Amerika Serikat, The Toy Association, menyebutkan mengalami kesulitan mendapat angkutan barang untuk mengirim produk-produk mainan ke luar dari China.

AS menjadi negara tujuan utama mainan produk dari China. Pada 2018, China mengekspor mainan ke AS senilai 19,4 miliar dollas AS. Di luar AS, pangsa pasar mainan China di area Eropa berada di Belanda (3,2 miliar dollar AS) dan Inggris (2,9 miliar dollar AS).

Di kawasan Asia, nilai ekspor mainan yang besar dikirim ke Jepang (3,4 miliar dollar AS) dan Hong Kong (2,1 miliar dollar AS). Sementara ke Indonesia, China pada 2018 mengekspor mainan senilai 398 juta dollar AS.

Sekalipun menjadi produsen besar mainan dunia, sebenarnya China hanya berperan sebagai penyedia barang, bukan pemegang merek dagang. Pemilik merek dagang mainan masih didominasi perusahaan asal AS, Eropa, dan Jepang.

Pasar mainan