Borobudur pada 1800-an, Catatan Raffles dan Wartawan AS

Candi Borobudur pada abad ke-19 telah menggemparkan dunia. Saat itu, candi ini dianggap lebih agung dari Piramida Agung Giza di Mesir dan beragam candi megah lainnya di anak Benua India.

Wartawati pertama National Geographic, Eliza Ruhamah Scidmore, dalam perjalanannya ke Candi Borobudur tahun 1895, mencatatkan kesannya dan juga kesan dari para penjelajah Eropa tentang Candi Borobudur. Catatannya dituangkan dalam buku Java, The Garden of The East.

Candi Borobudur adalah bukti peninggalan zaman keemasan peradaban Jawa.

Dalam bukunya, wartawan asal Amerika Serikat (AS) tersebut menulis, Candi Borobudur adalah bukti peninggalan zaman keemasan peradaban Jawa.

Pulau Jawa adalah pulau sangat subur yang terletak di bawah garis khatulistiwa dengan rangkaian gunung berapi aktif terbanyak di dunia yang mengakibatkan gempa terus-menerus.

o hisgen&co/arsip kitlv
Candi Borobudur, diperkirakan antara tahun 1895-1915.

Di tengah kondisi alam seperti itu, berdiri Candi Borobudur dengan ratusan patung Buddha bergaya greco-buddhist dengan luas areal kompleks candi hampir seluas Piramida Agung di Giza, Mesir.

Candi Borobudur dihiasi relief kehidupan manusia Jawa di bidang seni, budaya, peradaban, mata pencarian, hingga pernik kehidupan lainnya, selama masa keemasan Jawa pada abad ke-7, ke-8, dan ke-9 Masehi.

Pada masa itu, catatan kehidupan dan peradaban manusia Jawa direkam tidak dengan tulisan, melainkan dengan relief ukir di batu. Batu-batu struktur kemudian disusun tanpa menggunakan semen, pilar, dan lengkungan yang membentuk tingkatan-tingkatan candi yang sungguh merupakan salah satu keajaiban dunia.