Bubur dari ”Pulau Beribu Kelokan”

Hidangan menyerupai bubur yang dijumpai di Nusa Tenggara Timur tidak dikonsumsi saat sedang sakit, tetapi menjadi makanan sehari-hari yang dinanti. Tidak semuanya terbuat dari beras, sebagian warga mencampurkan umbi-umbian, kacang-kacangan, dan dedaunan. Meski bumbunya tidak muluk-muluk, semangkuk bubur itu terasa istimewa saat mendarat di lidah.

Bubur mungkin akrab sebagai makanan orang sakit karena teskturnya yang lembut dan berair sehingga mudah ditelan. Sebenarnya tak perlu ada waktu khusus untuk menikmati semangkuk bubur. Toh, bubur masih sama enaknya disantap dalam kondisi sehat ataupun sakit. Di Nusa Tenggara Timur, bubur justru diyakini sebagai hidangan yang menyehatkan karena kandungan gizinya yang komplet.

Kompas/Melati Mewangi
Sumber karbohidrat yang dimanfaatkan oleh warga Watublapi untuk campuran bubur, yakni singkong, jagung pulut, labu, ubi, dan talas.

Ada beragam jenis bubur yang dijumpai oleh tim Pusaka Rasa Nusantara dari Yayasan Nusa Gastronomi Indonesia selama perjalanan mengeksplorasi resep-resep tradisional khas NTT pada 15-26 Juni 2023. Mayoritas bubur yang dijumpai terbuat dari bahan lokal, seperti singkong, ubi, kacang-kacangan, jagung, dan talas.

Ini berbeda dengan konsep bubur yang dikenal seperti bubur ayam pada umumnya. Namun, tak melenceng dari definisi bubur yang disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yakni makanan lembek dan berair yang dibuat dari beras, kacang-kacangan, dan sebagainya yang direbus. Adapun bubur yang dibuat oleh para mama di NTT sangat luwes, bisa disantap untuk sarapan, makan siang, ataupun makan malam.

Kompas/Melati Mewangi
Masyarakat NTT menggunakan umbi-umbian untuk campuran dalam berbagai hidangan, yakni singkong, talas, dan ubi.

Tak ada yang tahu persis kapan bubur mulai menyatu dalam kehidupan sehari-hari masyarakat NTT. Menurut Paul Freedman dan Koo Siu Ling dalam bukunya berjudul Budaya dan Kuliner: Memoar tentang Dapur China Peranakan Jawa Timur (2019), budaya mengonsumsi bubur ini merupakan warisan kuliner Tionghoa. Kebiasaan sarapan bubur yang dilakukan oleh orang Tionghoa di negeri asalnya dan perantauan merupakan bukti bahwa bubur merupakan kuliner khas Tionghoa.

Ia menyebutkan kemungkinan penyebaran bubur dibawa oleh para pedagang Tionghoa yang singgah ke Indonesia. Sulit untuk mengatakan kapan orang Tionghoa pertama kali menetap di Jawa atau di bagian lain yang menjadi Indonesia sekarang ini. Mereka berkeliling untuk berdagang dan singgah dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Nusantara. Ada pula yang menetap di pelabuhan-pelabuhan untuk menangani bisnisnya.

Kompas/Melati Mewangi
bahan mentah yang digunakan untuk membuat uta lebo, yakni labu siam, jagung giling, dan kacang-kacangan.