Budaya Melahap Lalapan Urang Sunda

Jauh sebelum “raw food” atau makanan mentah berbasis nabati begitu populer dan  mendunia, kebiasaan makan tanaman mentah atau lalap sudah begitu menyatu dengan masyarakat Sunda, Jawa Barat. ”Orang Sunda dilepas di kebon aja bakal tetap hidup makan daun,” demikian candaan yang kerap kita dengar. Sejatinya, budaya menikmati tetumbuhan mentah ini terbentuk dari lelaku hidup yang melingkupi kosmos kehidupan Urang Sunda.

 

Kompas/Priyombodo
Sunaryo menyirami tanaman Kemangi di Desa Kurnia Bakti, Ciawi, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu (19/6). Perkebunan sayur tumbuh untuk memenuhi kebutuhan akan sayur mayur mengingat sayuran menjadi bagian dari menu santapan masyarakat Sunda.

Candaan kegemaran nge-lalap itu berawal dari lelucon Warung Kopi Prambors yang kutipannya tertuang dalam buku Lalab dalam Budaya dan Kehidupan Masyarakat Sunda (1987). Begini bunyinya, ”Mencari calon istri lebih baik memilih gadis Sunda. Karena mojang-mojang Sunda, apalagi dari daerah Priangan, terkenal cantik-cantik, luwes, dan berkulit halus memikat. Apalagi, nanti untuk mengurusnya atau memberi makan. Berikan sambal secukupnya, lepaskan di kebun, maka akan hidup dengan aman dan sehat. Karena daun papaya dimakannya, daun ketela dimakannya, daun kenikir dimakannya, pendek kata, hampir semua daun senang untuk dimakannya. Hanya ada dua daun yang tidak kedengaran disenanginya, yaitu daun jendela dan daun pintu.”

Biasanya guyonan menyantap dedaunan muncul saat berkunjung ke rumah urang Sunda pada waktu makan. Mereka menyajikan setumpuk lalap dan sambal dadak lengkap dengan cobeknya sebagai pendamping pepes atau ikan bakar. ”Lamun kurang, tiasa ke kebun (kalau kurang bisa ambil di kebun),” begitu canda mereka. Sajian itu lebih dari cukup, mungkin tamu pun tak sanggup jika harus menghabiskan sebaskom lalap seorang diri. Padahal, mereka juga masih menyajikan olahan sayur lainnya, seperti karedok atau pencok.

Kebiasaan melahap aneka lalap ini memang bermula dari rumah dan keluarga. Dulunya, lalap mudah didapatkan dari halaman rumah atau persawahan di dekat mereka. Seiring berjalannya waktu, kegemaran konsumsi lalap pun turut menyebar melalui restoran makanan khas Sunda yang bisa ditemui di berbagai daerah di Indonesia. Makan pepes atau ikan bakar rasanya tak lengkap jika tak ada pasangan lalap dan sambal.

Kompas/Totok Wijayanto
Pengunjung antre untuk memilih menu makan siang di Rumah Makan Sunda “Bancakan” di Jalan Trunojoyo, Bandung. Makanan khas Sunda banyak digemari para wistawan yang berkunjung ke Bandung.

Pengertian lalap dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah daun muda, mentimun, petai mentah, dan sebagainya yang dimakan bersama-sama dengan sambal dan nasi. Oleh karena itu tak heran kehadiran lalap akan terasa hambar jika tidak ditemani oleh sejolinya, yakni sambal.

Menurut Herayati dan kawan-kawan dalam buku Makanan: Wujud, Variasi, dan Fungsinya, serta Cara Penyajiannya pada Orang Sunda di Jawa Barat (1993), sayuran untuk lalap dapat dimakan mentah atau dimasak lebih dulu (dikukus atau direbus). Masyarakat Sunda mengenal lalapan yang dihidangkan dengan sambal. Setiap jenis lalap memiliki pasangan sambal, misalnya petai disantap dengan cocolan sambal terasi.