Bumbu Kacang yang Hakiki

Kacang tanah memegang peranan penting dalam khazanah kuliner Nusantara. Saus kacang misalnya, tak sekadar pelengkap tetapi menjadi penentu identitas sebuah masakan. Bayangkan saja, apa jadinya sayuran rebus tanpa bumbu pecel?

Kacang tanah memegang peranan penting dalam khazanah kuliner Nusantara. Tak lengkap rasanya menyantap seporsi hidangan berbasis sayur, seperti pecel, gado-gado, hingga karedok, tanpa kehadiran saus kacang. Balutan bumbu kacang juga dijumpai dalam menu olahan daging dan buah-buahan dari banyak daerah. Harus diakui, peran bumbu kacang dalam banyak masakan Indonesia adalah sesuatu yang hakiki.

Cita rasa bumbu kacang terbilang magis. Cukup ”berbahaya” karena bakal membuat siapa pun mudah ketagihan. Mungkin hal inilah yang dirasakan oleh beberapa perantau atau pelancong asal Indonesia di luar negeri. Selain nasi goreng dan nasi Padang, kerinduan untuk memakan hidangan bumbu kacang, seperti sate, siomay, hingga cilok, terkadang bergelora. Jika tak ditemui toko bumbu asia, peanut butter atau selai kacang bisa menjadi alternatif.

Arsip Siomay Raya
Siomay ikan buatan “Siomay Raya” di Tangerang Selatan, Banten. Siomay ala abang-abang ini juga dikemas beku, higienis, dan lengkap dengan bumbu kacangnya.

Tak sedikit masakan khas Indonesia yang menggunakan bumbu kacang. Pada beberapa hidangan, bumbu kacang terkesan sebagai saus pendamping atau cocolan. Padahal, bumbu kacang justru menyempurnakannya. Bumbu kacang adalah penyempurna jati diri si masakan.

Misalnya, tempe mendoan dan cilok yang disantap dengan sambal kacang. Begitu pun batagor makin nikmat ketika ditambahkan dengan bumbu kacang yang diberi perasan jeruk limau. Bahkan, pecel tanpa bumbu kacang hanyalah kumpulan sayuran yang direbus. Tak lengkap dan kehilangan jati diri, bukan?

Kompas/Wawan H Prabowo
Sayur-sayuran rebus dengan bumbu kacang sebelum dijadikan satu menjadi pecel.

Penggunaan sambal kacang dalam kuliner Nusantara dikenal sejak zaman kolonial, seperti disebutkan Fadly Rahman, pengamat sejarah kuliner dan pengajar di Program Studi Sejarah Universitas Padjadjaran, dalam buku Jejak Rasa Nusantara, Sejarah Makanan Indonesia (2016). Kala itu, bahan-bahan sambal bukan berasal dari genus cabai yang diperkenalkan bangsa Spanyol dan Portugis pada abad ke-17, melainkan dari bahan-bahan seperti jahe dan kacang tanah.

Artinya, sensasi sambal tak melulu harus pedas yang identik dengan genus cabai dari Amerika Selatan

Menurut Fadly, sebagai saus lokal, sambal pun melekat pada pecel. Jika dikaitkan dengan sajian berbasis sayuran, jenis sambal yang paling mungkin digunakan adalah sambal kacang. Artinya, sensasi sambal tak melulu harus pedas yang identik dengan genus cabai dari Amerika Selatan. Bahan pembuat pedas lain didapat dari jahe dan kacang tanah. Bahkan, sekitar abad ke-10, masyarakat menggunakan cabe jawa (Piper retrofractum) sebagai bahan sambal.