Candi Agung di Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, menjadi salah satu peninggalan kerajaan Hindu di Kalimantan Selatan. Berbeda dengan candi di daerah lain, Candi Agung dibangun di atas tanah rawa yang diuruk serta menggunakan material bata, terakota, dan kayu ulin.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Hulu Sungai Utara Jumadi mengatakan, situs Candi Agung masih terjaga cukup baik dan menjadi salah satu destinasi wisata. Sejak April 2022, pengelolaannya dialihkan ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Sebelumnya, situs tersebut dikelola oleh Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Hulu Sungai Utara.
”Candi Agung merupakan salah satu cagar budaya. Kami tetap berupaya menjaga kondisinya, terutama memelihara kebersihan dan keamanan lingkungan serta menjaga ketertiban pengunjung,” katanya saat dihubungi dari Banjarmasin, Senin (13/6/2022).
Menurut Jumadi, Candi Agung yang diperkirakan berasal dari abad ke-14 juga sudah mulai mengalami keausan. Pada beberapa bagian situs terjadi pelapukan karena pengaruh cuaca. Struktur lantai di halaman situs candi juga mulai keropos.
”Cuaca atau alam sangat berpengaruh besar terhadap kerusakannya, terutama banjir yang sering menggenangi halaman sekitar candi. Banjir itu adalah kejadian tahunan pada musim hujan,” ujarnya.
Candi Agung terletak di Desa Sungai Malang, Kecamatan Amuntai Tengah, Hulu Sungai Utara. Dari Kota Banjarmasin, jaraknya lebih kurang 190 kilometer atau 4-5 jam perjalanan dengan kendaraan darat.
Bambang Budi Utomo dalam buku Candi Indonesia Seri Sumatera, Kalimantan, Bali, Sumbawa (2014) menyebutkan, Candi Agung ditemukan pada 1962 ketika Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara meratakan tanah untuk dijadikan jalan dan perluasan kota ke arah barat. Lokasinya dikelilingi tiga sungai, yaitu Sungai Tabalong, Sungai Balangan, dan Sungai Negara. Semua sungai itu bermuara di Sungai Barito. Di dekat situs terdapat sungai buatan yang bermuara di Sungai Negara.