Sejauh mata memandang, panorama perbukitan hijau berselimut kabut terhampar dari sekitar pelataran kompleks Candi Arjuna di Dieng. Batuan candi yang hitam pekat berdiri berderet menampilkan kontras di antara cerah biru langit. Nuansa kian sejuk dan tenteram tatkala rumput hijau di pelataran candi diselimuti embun es pada awal musim kemarau.
Berfoto di hamparan rumput dengan latar candi yang dikelilingi bukit di kejauhan seolah jadi menu wajib setiap wisatawan yang piknik ke Dieng. Jika embun beku datang, tak pelak ada pula wisatawan yang memilih pose duduk atau berbaring di rumput. Dengan angle katak atau sudut pengambilan dari bawah, butiran es di rumput akan tampak detailnya. Sementara candi dan perbukitan jadi latar yang kian menambah harmoni dalam komposisi foto khas Dieng.
”Jika pengunjung ingin menikmati keindahan candi, sudah cukup berfoto di sekitarnya, tidak perlu masuk karena memang gelap. Namun, jika untuk penelitian dan belajar sejarah, bisa masuk karena di sana ada somasutra,” kata arkeolog Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banjarnegara, Aryadi Darwanto, saat dihubungi dari Banyumas, Jawa Tengah, Senin (13/6/2022).
Aryadi menyebutkan, somasutra merupakan saluran khusus yang dipakai untuk mengalirkan air yang telah disucikan oleh pendeta Hindu dalam peribadatan di dalam candi. ”Air itu dialirkan di lingga lalu turun ke yoni kemudian melewati somasutra untuk keluar ke candi. Lalu di bagian luar, air suci oleh pendeta diwadahi dan disiramkan kepada jemaah di luar,” papar Aryadi.
Baca juga: Peringatan Keras untuk Pengunjung yang Nekat Menaiki Tubuh Candi di Dieng
Aryadi menyampaikan, berdasarkan temuan arkeologi, nama Dieng berasal dari bahasa Sanskerta, ’Di’, yang berarti gunung, atau tempat yang tinggi, serta ’Hyang’ yang memiliki arti Dewa atau Dewi, sehingga ’Dihyang’ dapat diartikan sebagai kawasan pegunungan tempat bersemayamnya Dewa dan Dewi.