Candi Muaro Jambi, Keindahan dari Masa Lalu

Kawasan cagar budaya nasional Muaro Jambi di Provinsi Jambi diakui sebagai pusat pendidikan Buddha terbesar di Asia Tenggara pada abad VII hingga XIV. Lama meredup dan tenggelam di antara gundukan tanah, candi-candi itu diangkat kembali pada 1970-an. Terkuaklah bangunan bata megah berukuran 17 meter x 17 meter. Bangunan itu lalu dinamai Candi Gumpung.

Rangkaian ekskavasi dan pemugaran akhirnya mengungkap betapa luas kawasan cagar budaya tersebut, yakni 3.980 hektar. Kini, telah berdiri Candi Tinggi, Astano, Kembar Batu, Kedaton, Koto Mahligai, dan Teluk. Terdapat pula 82 menapo, yakni gundukan batu berstruktur candi.

Kompas/Irma Tambunan
Kompleks percandian Muaro Jambi di Provinsi Jambi.

Luas kawasan itu 20 kali lebih besar dibandingkan Candi Borobudur dan dua kali kompleks Candi Angkor Wat di Kamboja. Direktur PerfilmanMusik, dan Media Baru Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Ahmad Mahendra mengatakan, kemegahan masa lalu Muaro Jambi akan dihidupkan kembali. Revitalisasi besar-besaran Muaro Jambi akan berlangsung sampai tahun 2024. ”Tahun ini dimulai dengan zonasi dan rencana induk. Mulai tahun depan, revitalisasi besar-besaran,” kata Ahmad.

Gubernur Jambi sebelumnya mengatakan, kawasan cagar budaya nasional Muaro Jambi dikenal pada masa lalunya sebagai pusat pendidikan agama, filsafat, arsitektur, seni, serta kedokteran dan obat-obatan. Untuk menghidupkan kembali semua itu, pemerintah pusat menganggarkan Rp 1,5 triliun dan Pemerintah Provinsi Jambi mengalokasikan Rp 260 miliar.

Kompas/Iwan Setiyawan
Situs candi Muaro Jambi

Selain merupakan kompleks candi terluas, pembangunan Muaro Jambi di masa lalu juga berkonsep arsitektur kota kuno yang menakjubkan. Kawasan itu dikelilingi parit selebar 2-3 meter yang dibuat mengelilingi setiap candi dan berfungsi sebagai pembatas. Ada pula kanal selebar 6-10 meter dibuat mengular membelah candi-candi yang fungsinya sebagai jalur transportasi. Kanal menyambung dengan Sungai Batanghari.