Cilok, Cireng, Cimol, dan Ironi Industri Tapioka

Aci atau tapioka, kini lebih dikenal sebagai bahan baku menu jajanan, seperti cilok, cimol, cireng, atau bakso aci. Pada masa Hindia Belanda, aci merupakan salah satu komoditas ekspor terbesar ke Eropa dan Amerika Serikat.

Tapioka atau pati singkong merupakan produk turunan dari ubi kayu atau singkong. Dalam bahasa Sunda, tapioka disebut aci sampeu. Sebutan aci bisa jadi lebih akrab terdengar karena penamaan banyak menu jajanan yang menggunakan aci sebagai bahan dasarnya, seperti cireng (aci digoreng), cilok (aci dicolok), cimol (aci digemol), atau bakso aci.

Aneka jajanan tersebut populer di kota-kota di Jawa Barat, seperti Bandung, sebelum tahun 1990-an, sebagai jajanan anak sekolah yang dijajakan dengan gerobak atau sepeda.

Penamaan jajanan dengan cara disingkat merupakan bentuk kreativitas masyarakat Sunda, seperti diungkapkan Fadly Rahman, pengamat sejarah kuliner Nusantara dan pengajar di Program Studi Sejarah Universitas Padjadjaran.

Selain memudahkan penyebutan, singkatan tersebut juga menyimpan informasi bahan yang digunakan. Misalnya, comro atau oncom dijero, sebutan untuk makanan yang terbuat dari singkong dengan isian oncom.

Sensasi kenyal agaknya membuat orang menggemari jajanan berbahan tapioka. Karakter kenyal-kenyal nggemesin tersebut dipengaruhi oleh kandungan amilopektin dalam tapioka yang mencapai 77-80 persen, seperti disebutkan artikel ”Pengaruh Penggunaan Pati Ganyong Tapioka, dan Mocaf sebagai Bahan Substitusi terhadap Sifat Fisik Mie Jagung Instan” dalam jurnal Agritech Vol. 33 No 4 (2013). Semakin tinggi kandungan amilopektin, semakin kenyal dan lengket tekstur yang dihasilkan.