Pasar tenaga kerja di masa depan berkembang dinamis. Pandemi mempercepat perubahan yang diakibatkan oleh adopsi dan berkembangnya teknologi. Selain terdampak ekonomi, pasar tenaga kerja juga ikut terimbas perubahan itu. Adaptasi cepat oleh tenaga kerja terhadap perubahan melalui peningkatan keterampilan teknis dan nonteknis sangat dibutuhkan.
Sebelum pandemi, berkembangnya teknologi khususnya dalam industri 4.0 diperkirakan akan menggerus banyak pekerjaan. Di sisi lain, perkembangan tersebut juga memunculkan jenis pekerjaan baru.
Namun, pandemi Covid-19 mempercepat disrupsi oleh teknologi di sektor ketenagakerjaan. Pandemi yang memaksa orang untuk bekerja dari rumah, menghindari kontak fisik, mengurangi mobilitas membuat ketergantungan terhadap teknologi semakin besar. Untuk memangkas biaya operasional dan memulai kebiasaan kerja baru, perusahaan mempercepat adopsi teknologi.
Forum Ekonomi Dunia (WEF) melakukan survei terhadap 300 perusahaan besar dunia yang memperkerjakan 8 juta orang. Dalam laporan “The Future Jobs Report 2020” disebutkan bahwa lebih dari 50 persen pengelola perusahaan akan mempercepat otomatisasi dalam beberapa peran di perusahaannya. Sementara 43 persen menyebutkan telah bersiap untuk mengurangi tenaga kerja karena adanya integrasi teknologi.
Teknologi yang diadopsi akan melengkapi pengerjaan tugas yang dikerjakan manusia. Pembagian penugasan antara manusia dan mesin dilakukan hampir di seluruh lini pekerjaan seperti administrasi, komunikasi dan interaksi, pengambilan keputusan, koordinasi, pengembangan, teknis, hingga pemrosesan data dan informasi.
Meningkatnya penggunaan teknologi diperkirakan menyebabkan 85 juta pekerjaan tergantikan oleh mesin. Namun, sebanyak 97 juta pekerjaan baru muncul dengan penyesuaian pembagian kerja antara manusia dan mesin.
Permintaan tenaga kerja
Hilangnya sejumlah jenis pekerjaan dan munculnya profesi-profesi baru sudah dijabarkan dalam laporan The Future Jobs 2018. Dibandingkan laporan tersebut, saat ini kondisinya tidak banyak berubah. Hanya saja, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, situasinya berubah lebih cepat.
Lowongan pekerjaan yang berbasis data dan teknologi semakin banyak dibuka di pasar tenaga kerja. Berdasarkan laporan 2018 dan 2020, pekerjaan seperti data analis dan data scientist, spesialis artificial intelligence (AI) dan machine learning, ahli teknik robotik, pengembang aplikasi dan perangkat lunak, dan spesialis transformasi digital masih menjadi sektor pekerjaan yang paling banyak ditawarkan dalam lima tahun ke depan. Jika dilihat dari sektornya, peningkatan kebutuhan tenaga kerja terjadi pada sektor ekonomi hijau, care economy, dan big data.
Pada industri-industri tertentu, permintaan terhadap sejumlah pekerjaan meningkat drastis. Tidak berbeda dengan kondisi pasar kerja secara umum, tenaga kerja yang dibutuhkan adalah yang memiliki keterampilan dan profesionalitas di bidang digital. Misalnya spesialis media sosial dan belanja daring di sektor konsumen, ahli energi terbarukan di sektor energi, ahli teknologi finansial di layanan keuangan, atau ilmuwan penginderaan jauh di pertambangan.
Sementara permintaan tenaga kerja di bidang pekerjaan masih mengandalkan keterampilan manual akan semakin sedikit dicari. Misalnya penginput data, sekretaris administratif, petugas layanan pelanggan dan informasi klien, petugas pencatat keuangan dan penggajian perusahaan, termasuk petugas teller bank.
Meskipun permintaan akan tenaga kerja dengan keterampilan berbasis teknologi meningkat, ketersediaan sumber daya manusiannya belum mencukupi permintaan. Lebih dari separuh perusahaan yang disurvei menyebutkan bahwa ada kesenjangan antara permintaan dan ketersediaan sumber daya manusia yang mampu memenuhi permintaan di pasar tenaga kerja.
Hal tersebut menjadi kendala perusahaan dalam mengadopsi teknologi baru. Selain itu, dalam perekrutan pun, perusahaan juga kesulitan untuk menarik talenta yang tepat.
Untuk mengisi kesenjangan itu, pemberi kerja menggerakkan pekerjanya untuk melakukan pekerjaan di bidang tertentu. Menurut survei, pemberi kerja terlebih dulu memberikan akses pelatihan dan peningkatan keterampilan tertentu bagi 62 persen tenaga kerjanya. Pada 2025, target karyawan yang diberikan akses tersebut bertambah 11 persen. Namun, hanya 42 persen karyawan yang mengambil peluang dari pelatihan yang disediakan perusahaan.
Keterampilan nonteknis
Semakin terbukanya peluang kerja yang berhubungan dengan teknologi diikuti dengan meningkatnya kebutuhan keterampilan teknologi yang dicari pencari kerja. Namun menariknya, selain kemampuan teknis, para pencari kerja juga sangat menilai penting keterampilan nonteknis (soft skill).
David J Deming, Profesor Bidang Pendidikan dan Ekonomi Harvard University, menyebutkan bahwa di Amerika Serikat keterampilan sosial semakin dihargai di pasar kerja. Dalam periode 1980 hingga 2012, pekerjaan yang membutuhkan interaksi sosial tingkat tinggi tumbuh 12 persen dari angkatan kerja AS. Seiring dengan kondisi tersebut, tenaga kerja yang memiliki kemampuan kognitif dan sosial tinggi lebih memiliki peluang untuk mendapatkan upah lebih tinggi.
Dalam penelitiannya, pentingnya kemampuan sosial dalam pasar tenaga kerja diasosiasikan dengan keuntungan ekonomi yang dapat diterima perusahaan. Di era kolaborasi seperti saat ini, keterampilan sosial membantu mengurangi biaya koordinasi di mana pekerja dengan spesialisasinya dapat bekerja dan berkolaborasi bersama sehingga lebih produktif dan efisien.
WEF dalam laporannya menyebutkan, ada 15 keterampilan yang paling dicari pada 2025. Dua di antaranya berkaitan dengan kemampuan teknis. Sisanya merupakan kemampuan nonteknis seperti berpikir kritis dan analitis, kreativitas, inovasi, kepemimpinan, ketahahanan, toleransi stres, fleksibilitas, penyelesaian masalah, dan orientasi pelayanan. Di era modern seperti saat ini, keterampilan nonteknis semakin dicari.
Janet Foutty, Dewan Direksi Deloitte, menyebutkan bahwa keterampilan nonteknis menjadi lebih penting di era industri 4.0. Dengan pembagian tugas antara mesin dan manusia sering kali sudut pandang manusia terlewatkan. Mesin hanya melengkapi tugas manusia, bukan menggantikannya sehingga sentuhan manusia yang ditunjukkan melalui keterampilan nonteknis tetap dibutuhkan.
Dalam kepemimpinan sebuah organisasi, ia menyebutkan bahwa industri 4.0 membutuhkan pemimpin yang memiliki kemampuan interpersonal yang kuat. Seorang pemimpin harus mampu memahami interaksi yang kompleks antara manusia dan mesin. Dengan kemampuan nonteknisnya, ia juga harus mampu menjawab kebutuhan masyarakat melalui teknologi yang diciptakan.
Ini juga mengikuti harapan tenaga kerja yang membutuhkan dan lebih memilih lingkungan kerja yang inklusif. Kemauan untuk mendengarkan, terbuka terhadap perbedaan, dan kemauan berkolaborasi harus mampu difasilitasi pemimpin dan juga dilakukan pekerja dalam lingkungan kerjanya.
Meningkatkan keterampilan
Covid-19 memberikan tantangan ganda bagi tenaga kerja, yaitu cepatnya perubahan karena adopsi teknologi dan upaya pemulihan ekonomi yang masih berjalan. Untuk dapat bertahan, beradaptasi dengan perubahan termasuk dengan meningkatkan keterampilan menjadi pilihan yang bijak. Tidak hanya bagi pencari kerja, tetapi juga para pekerja.
Keterampilan teknis dan nonteknis sama pentingnya bagi tenaga kerja untuk bersaing di pasar tenaga kerja. Keduanya sama-sama perlu ditingkatkan dan pasar tenaga kerja masih membuka lebar kesempatannya.
WEF menyebutkan, dengan meningkatnya permintaan sejumlah jenis pekerjaan dan kurang tersedianya tenaga kerja di bidang tersebut menjadi peluang bagi tenaga kerja serta pencari kerja untuk mengisi celah itu. Dalam penelitian menggunakan data LinkedIn, WEF menemukan bahwa selama lima tahun belakangan bidang-bidang pekerjaan yang semakin banyak dicari memberikan peluang transisi pekerjaan.
Artinya, pekerja di bidang pekerjaan yang kurang dicari di pasar kerja beralih ke bidang pekerjaan yang saat ini sedang banyak dicari seperti data dan AI. Mereka beralih ke jenis pekerjaan yang benar-benar baru dan berbeda dari pekerjaan sebelumnya. Akan tetapi, peralihan ini juga diikuti dengan peningkatan keterampilan teknis bidang-bidang tersebut.
Semuanya itu merangkum aspek manajemen diri yang diperkirakan sangat dibutuhkan pada 2025. Keterampilan itu terdiri dari kemauan untuk belajar, ketahanan diri, toleransi stres, dan fleksibilitas diri. Hal itu relevan dengan kondisi saat ini di mana dunia sangat dinamis dengan segalan perubahannya dan ketidakpastiannya.
Pandemi Covid-19 ini adalah waktu yang tepat untuk mengembangkan hal itu. Sembari menyusun resolusi 2021, ada baiknya memasukkan manajemen diri dengan meningkatkan dan mengembangkan keterampilan serta melatih diri untuk mampu beradaptasi dengan lingkungan dan perubahan.