Danau Toba Surga Kaldera Dunia

Letusan maha dahsyat Gunung Toba pada 74.000 tahun yang lalu menciptakan kaldera raksasa, yang kemudian terisi air dan menjelma menjadi Danau Toba. Kini, Kaldera Toba menjadi surga studi geologi kaldera dunia dan juga surga pariwisata.

Tidak perlu membayangkan seberapa besar letusan superdahsyat Gunung Toba 74.000 tahun lalu. Dengan melihat dan memandangi luasan Danau Toba saja, sudah cukup untuk memastikan bahwa letusannya pasti mahadahsyat. Bahkan letusannya tidak tersaingi oleh Krakatau dan Tambora sekalipun. Jejak abunya pun terlacak setebal 12 sentimeter di India.

Maka, tak heran jika Toba selalu membuat para ahli kaldera kaliber dunia yang pernah datang ke Toba rindu dan rindu untuk datang lagi. Magnet untuk menggali demi menguak misteri letusan terakhirnya 74.000 tahun lalu pun semakin kuat, sedahsyat letusannya kala itu. Itu kata Craig Alan Chesner, ahli kaldera dari Eastern Illinois University, Amerika Serikat, saat ditemui di sela-sela pertemuan ahli kaldera seluruh dunia pada acara International Workshop on Collapse Caldera (IWCC) 2018 di Toba Cottages, Tuk-Tuk, Pulau Samosir, Sumatera Utara, akhir September 2018.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Panorama Danau Toba dilihat dari Meat, Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, Kamis (27/2/2014). Saat ini kawasan Danau Toba telah ditetapkan sebagai Geopark (taman Bumi). Kaldera yang kini menjadi Danau Toba terbentuk dari letusan dahsyat Gunung Toba 74.000 tahun lalu.

Chesner sudah bolak-balik meneliti Toba, sampai menjadi jatuh cinta. Toba menjadi rumah keduanya. Karena itu, para ahli menjulukinya bapak kaldera dunia. Mereka bersepakat, Toba menjadi laboratorium lengkap mengenai kaldera. Warisan letusannya masih banyak yang utuh karena peristiwa 74.000 tahun lalu itu dianggap letusan muda.

Penelitian Chesner yang paling fenomenal adalah tentang bathymetric atau kedalaman serta pemetaan dasar air, seperti danau atau laut (tahun 2005 dan 2008). Berdasarkan penelitian itu, Chesner menyebutkan, kedalaman Danau Toba tidak rata, tetapi bervariasi, antara 50 meter dan 500 meter.

Pengukuran bathymetric yang dilakukan Chesner menggunakan metode pengambilan data kedalaman dengan single-beam sonar. Metode ini memakai proses pendeteksi perambatan suara (frekuensi) di bawah kapal penarik. Selanjutnya, pencatatan perambatan suara itu menghasilkan peta-peta kedalaman air yang akurat.

 

Ahli kaldera ini, yang ditemani beberapa ahli selama penelitian, mendapatkan sekitar 60 titik yang menjadi 30 garis-garis penghubung Pulau Samosir serta Pulau Sumatera yang mengelilingi Danau Toba. Jika dibentangkan, Chesner selama lebih dari dua minggu mengelilingi 600 kilometer untuk mendapatkan titik seperti zig-zag. Hasil penelitian itu dimuat dalam jurnal ilmiah Quaternary International, Elsevier Ltd and INQUA, berjudul ”The Toba Caldera Complex” (2011).