Dari Batu Penggiling hingga Mesin Uap Tjolomadoe

Industri gula adalah cikal bakal lahirnya konglomerasi pertama di Asia Tenggara yakni Kian Gwan Concern milik Oei Tiong Ham yang berpusat di Semarang dengan soko guru pabrik-pabrik gula di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Konglomerasi Oei Tiong Ham mengembang dengan cabang usaha di Jawa, Sumatera, Indonesia Timur, Singapura, Bangkok di Kerajaan Siam, China, Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda.

Semua itu dimotori keuntungan industri gula yang mampu mengalahkan produksi gula di Hindia Barat atau Kepulauan Karibia yang didominasi kekuasaan Inggris, Prancis, dan Spanyol. Industri gula di Jawa bermula dari tumbuhnya tempat penggilingan tebu dan memasak air tebu menjadi gula pasir hingga arak di sekitar Kota Batavia abad ke-17 dan ke-18.

Semasa itu, didatangkan dari China selatan batu-batu gilingan bulat dan batu alas berbentuk persegi empat yang menjadi “mesin” pabrik gula dengan bobot total bisa mencapai 3 Ton. Batu-batu tersebut digunakan sebagai ballast – pemberat kapal-kapal jung pedagang dari China yang kemudian memuat rempah dan komoditas dari Nusantara untuk dibawa pulang.

KOMPAS/EDDY HASBY
Batu gilingan tebu (suikermolen) merupakan bukti sejarah adanya kilang-kilang gula di sisi sungai yang ada Batavia di abad ke-18-19.

Batu gilingan tersebut kemudian lenyap di abad ke-19 seiring revolusi industri di Eropa, digantikan dengan mesin-mesin uap. Di luar kapal api bermesin uap yang hadir ke Asia dan Nusantara, mesin uap pertama untuk industri yang masuk di Pulau Jawa pada tahun 1800-an adalah mesin penggiling di pabrik gula.

Pelaut Jawa ke China

Hubungan pergi – pulang dari China dan Nusantara dari kedua arah adalah hubungan lebih dari dua milenial sesama peradaban tua di Asia. Berbagai dinasti berganti di China dan Nusantara, hubungan terus terjalin hingga era kolonisasi Eropa di Asia dan Afrika yang mengubah pola hubungan menjadi atasan dan bawahan, yang dipertuan dan negeri jajahan.

Hubungan Nusantara – China Daratan ternyata berjalan lebih lama dari catatan Barat versi Groeneveldt yang bersumber dari Ying Ya Sheng Lan yakni catatan Ma Huan tentang perjalanan ke negeri-negeri di lautan selatan yang menyertai ekspedisi Zheng He tahun 1433 Masehi. Pada abad ke 5 Masehi atau awal tahun 400, rohaniwan Fa Hian sudah mencatat tentang Pulau Jawa dan peri kehidupan masyarakat di Jawa saat dia menjelajah dari India – Nusantara – China.

KOMPAS/ EDDY HASBY
Pada batu gilingan tebu (suikermolen) terdapat aksara China yang merupakan bukti sejarah adanya kilang-kilang gula di sisi sungai yang ada Ommelanden Batavia di abad ke 18-19.

Catatan tertua tentang hubungan China – Nusantara, menurut Guru Besar Sastra China Universitas Indonesia, Nurni Wahyu Wuryandari, terdapat di tahun 133 Masehi atau zaman Dinasti Han dengan Pulau Jawa. Ketika itu Kerajaan tertua di Jawa yang berhubungan dengan China adalah Salakanagara di sebelah barat Pulau Jawa.