Dari Bumi Priangan untuk Dunia

Ragam komoditas, kreativitas, hingga gaya hidup Nusantara lama jadi duta bagi Hindia Belanda untuk dunia. Semuanya hingga kini tetap menghidupi manusianya meski sebagian tertatih-tatih.

Teh dan kopi bisa jadi yang paling masyhur. Kedua komoditas perkebunan ini berabad-abad mengharumkan Hindia Belanda. Kini, aromanya tetap punya kontribusi besar bagi negeri ini.

Kopi menjadi pionir komoditas perkebunan besar di Nusantara. Dibawa Gubernur Hindia Belanda Henricus Zwaardecroon tahun 1699, keberadaan kopi dari Priangan di tanah Jawa dengan cepat menggoda konsumen Eropa. Saking tenarnya, kopi Priangan pernah dikenal di Eropa dengan nama A Cup of Java (Secangkir Kopi dari Jawa).

KITLV
Mengupas biji kopi melalui mulut di sebuah perusahaan kopi di Preanger, sekitar tahun 1910.

Dalam buku Preanger, The Land of Coffee yang ditulis Prawoto Indarto, kopi Priangan disebut mulai menguasai pasar dunia di tahun 1726. Di Amsterdam, pasarnya mencapai 90 persen. Kebun-kebun utamanya tersebar di dataran tinggi Cianjur.

Nama kopi Priangan makin dikenal saat periode tanam paksa 1830-1870. Produksinya meningkat berkali-kali lipat. Apabila tahun 1834 produksinya tercatat hingga 26.662 ton, jumlahnya menjadi 64.201 ton di tahun 1842. Jumlahnya mencapai 91.210 ton di tahun 1870. Dalam periode itu, tercatat 330 juta pohon kopi atau menjadi yang terbanyak di dunia.

Akan tetapi, masa jaya itu tidak lama. Pertengahan 1880-an, pohon kopi di seantero negeri rusak. Serangan hama karat daun menjadi penyebabnya. Kejayaan kopi pun meredup.

KITLV
Pengeringan kopi di perusahaan kopi, di Jawa Barat, diperkirakan foto diambil sebelum 1880.

Lebih dari 100 tahun kemudian, nama kopi Priangan muncul lagi di Jabar lewat perkebunan-perkebunan kecil di tahun 1997. Cukup lama menapaki kejayaannya, kopi dari tanah Sunda kembali ekspor ke Eropa tahun 2012.