Dayak Tomun, Cerminan Nusantara di Kalimantan

Sekitar 500 tahun lalu, saudagar dari Sumatera Barat singgah di perairan bagian selatan Kalimantan Tengah. Tujuan awal berdagang itu bergeser hingga kemudian menikahi gadis Dayak. Keturunan mereka pun dikenal kemudian sebagai Dayak Tomun, atau dikenal sebagai keturunan tiga kerajaan besar.

Saudagar itu bukan sembarang orang atau sekadar pedagang. Ia adalah keturunan Raja Pagaruyung yang bergelar patih, namanya Malikur Besar Gelar Patih Sebatang Balai Seruang. Ia berlayar ke Kalimantan karena mendengar tentang kejayaan dan kekayaan alam dari negeri Sarang Paruya.

Tujuannya ingin berdagang, dibawanya kekayaan rempah khas Sumatera untuk ditukar. Namun, sesampai di Kalimantan, ia malah terpikat dengan pesona alam Kalimantan.

Sarang Paruya adalah kerajaan yang masyarakatnya merupakan campuran Dayak dan Melayu. Letaknya di barat Kalimantan Tengah, tepatnya di Kabupaten Lamandau, yang berbatasan langsung dengan Nanga Tayap, Kalimantan Barat.

Sang patih pun menetap dan enggan pulang. Ia berjalan-jalan menyusuri sungai dan riam yang indah, seperti Riam Laminding, yang sampai saat ini masih menggunakan nama yang sama dan terletak di Kecamatan Batang Kawa, Lamandau. Di tempat ini, ia menjadi teman Raja Sarang Paruya yang bernama Santomang.

Kompas/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Bajual bajarupis, salah satu alat transportasi seperti sampan dari bambu yang digunakan masyarakat di Desa Kinipan, Lamandau, Kalteng atau Dayak Tomun.

Tak hanya berteman, Santomang menikahkan Patih Sebatang dengan dayang kerajaan bernama Dayang Ilung. Kecantikannya tak terlupakan Patih Sebatang hingga menjadi alasan ia tak mengikuti kapalnya kembali ke Pagaruyung. Mereka menikah dan memiliki keturunan.

Patih Sebatang diberikan tempat tinggal dan menetap di sebuah wilayah yang ia beri nama Kudangan. Kudangan memiliki arti tempat yang digemari binatang untuk mandi atau sekadar membersihkan bulu badannya. Hingga kini nama Kudangan masih digunakan sebagai nama ibu kota Kecamatan Delang di Lamandau.

Kompas beberapa kali datang ke Delang dan melihat rumah adat mereka yang memang berbentuk seperti campuran rumah gadang khas Minang dan rumah betang khas Dayak. Seperti di Desa Kubung, rumah betang mereka berukuran panjang lebih kurang 11 meter dengan tinggi 2 meter. Atap rumah adat mereka lancip di dua sisi, tidak seperti betang pada umumnya. Bagian tengah atap agak melengkung seperti rumah gadang.