Di Balik Promo Ongkos Kirim di e-Dagang

Ketatnya persaingan antarperusahaan teknologi e-dagang membuat mereka saling menebar promosi ongkos kirim guna menggaet pengguna sebanyak mungkin. Demi memuluskan strategi tujuan ini, perusahaan jasa kurir yang menjadi mitra e-dagang diminta memberikan subsidi harga yang tidak masuk akal.

Di awal kemunculannya, para platform e-dagang menggandeng beberapa perusahaan jasa kurir untuk menjadi mitra mereka. Ada tiga kriteria yang ditetapkan sebagai syarat kerja sama, yakni perusahaan jasa kurir harus mempunyai jaringan yang luas, sudah memanfaatkan teknologi, serta dapat memenuhi harga pengiriman yang ditetapkan.

Dari 700 perusahaan jasa kurir yang ada di Indonesia, tidak lebih dari 10 perusahaan yang mampu memenuhi ketiga kriteria tadi. Sisanya, diduga gagal memenuhi permintaan harga dari pihak e-dagang. Perusahaan kurir kala itu memang diminta memberikan subsidi ongkos kirim. Oleh karena harga yang disepakati masih di atas harga pokok penjualan (HPP),  mereka  masih sanggup untuk bersaing.

”Dulu harganya masih masuk akal. Potongannya hanya sekitar 20 persen,” kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) Budiyanto Darmastono saat ditemui di Jakarta, Selasa (16/10/2023).

Dari tahun ke tahun, pihak e-dagang meminta subsidi yang semakin besar kepada perusahaan jasa kurir. Subsidi tersebut terus meningkat dari yang awalnya 20 persen menjadi 50 persen. Puncaknya pada tahun 2022, pihak e-dagang meminta subsidi harga ongkos kirim sebesar 70 persen. Artinya, perusahaan harus menetapkan harga di bawah HPP mereka.

Setiap perusahaan jasa kurir memiliki HPP yang berbeda-beda. Besaran HPP tersebut akan berbeda antara satu wilayah dan wilayah lainnya. Sebagai gambaran, rata-rata HPP dari anggota Asperindo untuk wilayah DKI Jakarta adalah sekitar Rp 6.000.