Berawal dari keinginannya memiliki penghasilan, UNA (16) mencari lowongan kerja di sebuah platform daring. Siswa kelas XI SMA ini membutuhkan uang untuk membayar utang mendiang ibunya yang meninggal dua tahun silam.
UNA mencari lowongan pekerjaan yang tidak membutuhkan ijazah SMA dan kartu tanda penduduk. Namun, dia malah terjebak untuk bekerja di sebuah spa ”plus” di Jakarta yang menyediakan layanan seksual.
UNA memperoleh informasi lowongan kerja sebagai terapis spa itu di sebuah situs tanpa menyertakan syarat KTP dan ijazah. Ada nomor kontak pada laman tersebut yang ternyata milik agen penyalur tenaga terapis untuk spa.
Ketika UNA menemui agen tersebut, dia diiming-imingi penghasilan Rp 500.000-Rp 1 juta per hari. UNA juga langsung memperoleh uang Rp 5 juta yang disebut untuk membeli baju dan peralatan kosmetik. Belakangan uang tersebut dibebankan sebagai utang.
Saat ditemui Kompas, UNA berkali-kali menangis karena merasa tidak kuat lagi untuk bekerja di spa plus tersebut.
Segala hal terkait pekerjaan UNA di spa harus dibicarakan lewat agen, tidak dapat langsung ke manajemen. Setelah dua bulan bekerja, UNA sempat mengutarakan ingin berhenti bekerja sebagai terapis, namun selalu ditahan-tahan oleh agen penyalurnya dengan alasan dia masih berutang Rp 5 juta dan baru dibayar Rp 1,5 juta.
Selain itu, dokumen akta kelahiran Una juga ditahan. ”Padahal, saya sudah punya uang buat bayar sisa utang Rp 3,5 juta,” ucap Una yang berpenghasilan rata-rata Rp 500.000 per hari.
Saat ditemui Kompas, UNA berkali-kali menangis karena merasa tidak kuat lagi untuk bekerja di spa plus tersebut. Beberapa kali dia bicara terbata-bata sembari menggerakkan jemari tangannya. Dia tampak putus asa. ”Saya sudah tidak mau bekerja di situ. Lebih baik saya nyusul Mama (meninggal),” kata anak yang bercita-cita menjadi guru ini.