Pandemi mengubah tatanan kehidupan masyarakat, juga penataan kota. Momen ini dapat dimanfaatkan untuk merancang kembali kehidupan perkotaan yang lebih layak, yang membuat warganya menjadi lebih sehat.
Kehidupan masyarakat dan tata kota di dunia mengalami perubahan selama wabah Covid-19. Salah satu perubahannya adalah makin banyak orang yang sadar harus mengubah pola hidup menjadi lebih sehat dengan melakukan aktivitas yang mendukung.
Pandemi Covid-19 menunjukkan betapa pentingnya menerapkan pola hidup sehat di tengah masyarakat. Riset yang dilakukan Statista pada 4 Mei 2020 menunjukkan kebiasaan mencuci tangan di beberapa negara makin rutin. Setidaknya tujuh dari sepuluh orang makin sering mencuci tangan sehari-hari di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Denmark.
Demikian juga dengan perilaku bepergian warga Amerika Serikat dan Inggris. Berdasarkan survei dari Global Web Index yang dirilis pada 19 Maret 2020 menunjukkan, sebanyak 43 persen masyarakat Amerika Serikat dan Inggris lebih memilih berjalan kaki dan 30 persen lainnya memilih bersepeda ketika bepergian. Kondisi ini menunjukkan makin tingginya kesadaran masyarakat untuk mulai hidup sehat.
Wabah Covid-19 mengingatkan bahwa kualitas kesehatan individu sangat besar pengaruhnya terhadap risiko terinfeksi virus. Risiko terkena penyakit ditentukan oleh kualitas kesehatan seseorang.
Menghadapi pandemi Covid-19, Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan perilaku hidup sehat, antara lain mencuci tangan secara bersih sesering mungkin dan tidak mengusap atau menyentuh area wajah. Perilaku sehat ini diperlukan untuk menghindari terjangkit penyakit.
Sebelumnya WHO juga meliris beberapa cara sederhana agar tetap sehat, meliputi kegiatan fisik minimum 150 menit dalam seminggu atau 21 menit tiap harinya. Selain itu, memilih makanan yang sehat dan bergizi serta melakukan pengawasan terhadap pola hidup melalui teknologi digital.
Poin pertama adalah kesadaran untuk mengonsumsi buah dan sayur serta olahraga rutin. Kecukupan gizi, terutama vitamin dan mineral, sangat dibutuhkan dalam mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Buah dan sayur merupakan sumber terbaik berbagai vitamin, mineral, dan serat. Kuatnya sistem kekebalan tubuh mampu membantu pencegahan penularan virus korona.
Di Indonesia, tantangan menumbuhkan kebiasaan mengonsumsi buah dan sayur masyarakat Indonesia masih sangat minim. Riskesdas 2018 mencatat, sedikitnya sembilan dari sepuluh orang tidak rutin mengonsumsi buah dan sayur.
Keseimbangan fungsi tubuh manusia tak hanya ditopang dari konsumsi buah dan sayur, tetapi juga dengan kegiatan fisik. Rutin beraktivitas fisik dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan sistem metabolisme, termasuk produksi antibodi.
Namun, aktivitas fisik ternyata belum cukup sebab hanya meliputi kegiatan rutin harian saja, seperti bekerja. Dibutuhkan latihan fisik agar stamina dan ketahanan tubuh tetap terjaga maksimal.
Latihan fisik berbeda dengan aktivitas fisik. Latihan fisik merupakan bentuk aktivitas yang terencana, terstruktur, dan berkesinambungan dengan melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang untuk meningkatkan kebugaran jasmani.
Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan, enam dari sepuluh orang Indonesia telah rutin melakukan aktivitas fisik. Kesadaran masyarakat untuk berolahraga rutin dapat ditumbuhkan untuk menghadapi pandemi.
Modal pola hidup sehat berikutnya adalah kebiasaan mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan suatu aktivitas. Sebagaimana konsumsi buah dan sayur, perilaku cuci tangan bersih juga tidak terlalu populer di masyarakat.
Berdasarkan data Riskesdas 2018, hanya 49,8 persen warga yang rutin mencuci tangan dengan bersih. Padahal, tangan manusia mampu menjadi agen pembawa virus secara sengaja atau tidak sengaja. Virus korona mampu menempel di kulit manusia dan memungkinkan masuk ke dalam tubuh ketika seseorang tidak sadar menempelkannya ke hidung, mata, atau mulut.
Manfaat lain dari mencuci tangan adalah membersihkannya dari bakteri dan jamur yang mampu menyebabkan penyakit.
Pola hidup sehat berhubungan erat dengan penurunan risiko penyakit lain, seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung, serta gangguan organ tubuh lainnya. Kondisi tersebut sejalan dengan apa yang sedang terjadi sekarang ini, saat orang dengan penyakit bawaan lebih rentan mengalami simtom parah virus korona.
Berdasarkan data dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, penyakit bawaan paling dominan yang diderita pasien positif adalah hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung. Tiga penyakit tersebut termasuk kategori penyakit tidak menular dan sangat dipengaruhi oleh pola hidup seseorang.
Tiga penyakit bawaan yang ditemukan di pasien positif Covid-19 memiliki dua persamaan, yaitu termasuk dalam kelompok penyakit tidak meluar (PTM) dan memiliki faktor risiko berupa usia dan pola hidup. Artinya, setiap orang dapat menekan angka prevalensi dengan perbaikan pola hidup sehingga potensi terinfeksi virus berkurang.
Pandemi penyakit bukan hanya membawa perubahan pada perilaku masyarakat, melainkan juga ikut memberi perubahan pada tata kota. Penanganan Covid-19 mengharuskan masyarakat untuk tidak berkerumun, berpergian, dan mengurangi kontak fisik.
Hal ini menyebabkan berkurangnya aktivitas dan mobilitas. Akibatnya, kualitas udara meningkat karena polusi udara berkurang.
Momen ini, misalnya, dimanfaatkan otoritas di Milan, Italia, untuk menata ulang wajah kotanya dengan memberikan ruang lebih bagi jalur sepeda. Pemerintah Milan bertekad mencegah peningkatan penggunaan kendaraan pribadi setelah kebijakan lockdown dicabut.
Rencana yang disebut ”The Strade Aperte” ini dilakukan dengan melebarkan ruang jalan dan jalur sepeda di sepanjang 35 kilometer. Dalam rencana itu juga tercantum aturan batas jalur sepeda baru, perluasan dan pembangunan trotoar, batas kecepatan kendaraan, dan prioritas bagi pejalan kaki serta pesepeda di jalan.
Konsep yang sama akan diterapkan di Paris, Perancis, setelah kebijakan lockdown dicabut. Rencana untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi sudah sejak lama digaungkan oleh Wali Kota Anne Hidalgo. Pada saat pembatasan fisik dan karantina wilayah seperti saat ini, urgensi tersebut meningkat.
Sang Wali Kota berencana menetapkan kebijakan permanen untuk membatasi penggunaan mobil, terutama mobil tua. Selain itu, ruang jalan bagi pejalan kaki dan pengendara sepeda akan diperluas.
Sebelumnya, beberapa negara, seperti Jerman, Hongaria, Kanada, Amerika Serikat, dan Kolombia, telah mengatur ulang jalan utamanya untuk digunakan sebagai jalur sepeda. Sepeda menjadi moda transportasi yang disarankan bagi masyarakat dalam berpergian selama lockdown. Dengan menggunakan sepeda, masyarakat dapat mengurangi kontak dengan orang lain.
Selain itu, anjuran penggunaan sepeda untuk mobilitas penduduk juga didasarkan pada penelitian tentang hubungan kualitas udara dengan Covid-19. Baru-baru ini, penelitian Harvard University menyebutkan, tingginya partikel PM 2,5 berhubungan dengan tingginya angka kematian Covid-19. Maka, penggunaan sepeda dinilai akan lebih ramah lingkungan dan dapat mengurangi risiko kematian akibat Covid-19.
Pelebaran jalur sepeda dilakukan karena jalur sepeda yang telah ada sebelumnya dianggap tidak dapat memenuhi aturan pembatasan fisik. Sesuai aturan ini, batas jarak antarpesepeda atau pejalan kaki harus 1,5 meter. Maka, jalan utama yang sepi karena berkurangnya penggunaan mobil digunakan untuk jalur pesepeda.
Perubahan wajah kota agar siap menghadapi wabah juga didukung dengan perkembangan teknologi.
Untuk mencegah penyebaran penularan Covid-19, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengimbau masyarakat untuk mengurangi kontak fisik. Bahkan, hal yang paling sederhana, seperti bersalaman, sebisa mungkin dihindari. Di tempat umum, masyarakat juga diimbau mengurangi mengusapkan tangan ke wajah sebab tangan bisa saja memegang benda yang terpapar virus korona.
Karena itu, teknologi touchless atau nirsentuh sangat dibutuhkan. Di masa depan akan sangat mungkin kita tidak perlu melakukan kontak fisik untuk mengoperasikan fasilitas di tempat-tempat publik. Tidak hanya pintu otomatis atau flush dan penyedia sabun otomatis di toilet, kita akan banyak dilayani oleh teknologi tanpa harus menyentuhnya.
Penggunaan teknologi ini telah dimulai beberapa wilayah dalam merespons Covid-19. Salah satu contohnya adalah dengan mengganti lampu rambu pejalan kaki dengan perangkat otomatis. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi sentuhan tangan pejalan kaki di tombol lampu rambu sehingga penyebaran virus korona berkurang.
Sebelumnya, jika pejalan kaki ingin menyeberang, mereka harus menekan tombol pada alat pengatur penyeberangan sehingga muncul lampu rambu penyeberangan. Namun, kini mereka tidak perlu menekan tombol lagi, lampu sinyal akan otomatis berubah ketika ada pejalan kaki yang akan menyeberang.
Virus yang dapat menempel pada benda-benda membuat masyarakat takut untuk menyentuh benda yang ada di tempat publik. Melihat kekhawatiran ini, perusahaan teknologi Jepang yang menguasai sekitar 50 persen pasar sensor global berlomba-lomba mengembangkan teknologi nirsentuh.
Contohnya perusahaan teknologi NEC berencana menjual produk keamanan yang dapat mengenali wajah orang meskipun mengenakan masker. Fujitec mulai berinovasi menghasilkan teknologi yang memungkinkan pengguna lift untuk memilih nomor lantai tujuannya tanpa menyentuh tombol. Toshiba memproduksi teknologi sensor untuk menu restoran sehingga pengguna dapat memilih menu makanan pada proyeksi pilihan menu di meja makan.
Tak hanya itu, perusahaan Shekel Brainweigh mengembangkan Autonomous Micro Market. Produk ini berupa kapsul berisi beberapa mesin penyedia minuman atau makanan yang dilengkapi teknologi untuk mendeteksi konsumen. Sensor ini memberikan sinyal untuk mengatur pengunjung yang masuk sehingga praktik pembatasan fisik dapat diterapkan.
Isu kesehatan juga tidak luput dipertimbangkan dalam penataan kota. Ragam penyakit kronis, seperti jantung iskemik, stroke, gangguan paru-paru, alzheimer dan dementia, kanker, dan diabetes melitus menjadi penyebab kematian di dunia. Kota yang sehat seharusnya mampu berpartisipasi untuk mengurangi risiko penyakit kronis pada penduduknya.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa penataan desain dan infrastruktur kota berdampak pada kesehatan penduduknya. Sebuah penelitian di tujuh metropolitan di Korea Selatan menyebutkan bahwa penduduk yang tinggal di area dengan ruang hijau lebih luas memiliki risiko kardiovaskular lebih rendah. Selain itu, penelitian lain menyebutkan, ketersediaan sarana transit transportasi umum meningkatkan aktivitas fisik bagi penduduk kota.
Berbagai konsep pembangunan kota, seperti kota tangguh, kota hijau, kota berkelanjutan, dan walkable city telah dicanangkan untuk membentuk kota yang layak huni bagi penduduknya.
Pandemi mengubah tatanan kehidupan masyarakat, tak terkecuali penataan kota. Momen ini dapat dimanfaatkan untuk merancang kembali kehidupan perkotaan yang lebih layak. Dipadukan dengan kebiasaan hidup sehat warganya, perubahan gaya hidup yang makin sehat dan tata kota yang makin layak huni menjadi modal menangkal wabah di kemudian hari.