Sabun merupakan salah satu penemuan brilian. Selama menghadapi pandemi Covid-19, keberadaannya tak pernah luput dari pandangan. Siapa pun wajib bersentuhan dengan sabun sebelum atau setelah melakukan aktivitas, seperti makan, bersalaman, atau memasuki suatu gedung. Ia bagaikan benda ajaib yang mampu membilas kotoran dan melumpuhkan mikroba. Cling, semuanya bersih!
Mari berhitung sejenak, berapa kali dalam sehari Anda menggunakan sabun? Apakah sekitar lima atau lebih dari sepuluh kali? Tidak apa-apa jika Anda kesulitan mengingatnya. Mungkin sudah tak terhitung jumlahnya karena terlalu sering beririsan dengan sabun.
Dalam sejumlah acara atau program yang diadakan saat pandemi Covid-19, sabun kerap disebut dalam slogan ”jangan lupa mencuci tangan dengan sabun”. Kemudian, dilanjutkan dengan penjelasan bahwa sabun dan air bisa membunuh semua virus korona yang mungkin ada di tangan.
Sejatinya, imbauan untuk rutin mencuci tangan dengan sabun sudah lama digaungkan. Namun, tak mudah untuk membangun kebiasaan ini. Terkadang harus dibenturkan dulu dengan akibat sesudahnya. Pada akhirnya, muncul pertanyaan, Kenapa harus cuci tangan dengan sabun? Apa manfaat yang didapat dari rutin cuci tangan?
Tanpa disadari, tangan kita terkadang menyentuh benda atau barang di sekitar. Padahal, secara kasatmata sulit untuk mengetahui apakah ada virus atau mikroba yang berpindah dari barang ke tangan. Si kecil itu mungkin saja masuk ke dalam tubuh melalui gerak reflek dari tangan yang menyentuh hidung, mata, atau mulut.
Komponen virus meliputi material genetik berupa RNA atau DNA, lemak (lipid), dan protein. Sabun dinilai efektif karena mampu mematikan virus dengan merusak strukturnya. Setelah struktur rusak, sabun akan mengikat komponen lemak dan protein dari virus. Komponen yang terikat oleh sabun akan terbawa aliran air.
Cuci tangan minimal enam kali sehari bisa menurunkan risiko terpapar virus, termasuk virus korona, seperti tertuang dalam sebuah studi berjudul Hand Hygiene Practices and the Risk of Human Coronavirus Infections in a UK Community Cohort yang dipublikasikan di Wellcome Open Research tahun 2021.