Udara di Kecamatan Salak, ibu kota Pakpak Bharat, Sumatera Utara, terasa sangat dingin, Minggu (3/7/2022). Dari rumah dinas Wakil Bupati Pakpak Bharat Mutsyuhito Solin, tim yang terdiri dari sejarawan, dokter, sastrawan, dosen, dan peneliti dari sejumlah kampus dan lembaga penelitian menaiki beberapa mobil berpenggerak empat roda.
Tim menelusuri jalan sepanjang 40 kilometer menuju hutan purba di sekitar Desa Sibagindar, Kecamatan Pagindar. Rombongan melintasi jalan berbatu, jalan tanah, tanjakan, dan turunan terjal. Setelah sekitar dua jam melintasi punggung bukit di tengah kawasan hutan itu, hamparan hutan kapur purba yang terlihat dari pinggir jalan mengundang decak kagum tak henti-henti.
Pohon kapur barus sempat dianggap punah di hutan dan hanya tersisa puluhan batang di ladang warga di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Secara mengejutkan, ratusan hektar hutan kapur purba ditemukan di Kabupaten Pakpak Bharat.
Kepala Desa Sibagindar Sondang Manik pun sudah menunggu di pinggir hutan di sebuah gubuk yang mereka sebut labah todung. ”Semua kayu dan atap yang kami gunakan dalam labah todung ini berasal dari kayu kapur. Labah todung adalah sebutan untuk gubuk di tengah hutan yang digunakan nenek moyang kami para pencari kapur,” kata Sondang.
Labah todung itu pun menjadi bukti bahwa peradaban pencari kapur sudah sangat tua di desa itu. Namun, beberapa puluh tahun terakhir, sebagian masyarakat tidak lagi mencari kapur. Mereka memilih menjadi petani kelapa sawit dan menanam padi.
Namun, ratusan hektar hutan kapur di sekitar Desa Sibagindar masih terjaga hingga kini. Beberapa warga desa pun menemani tim berjalan kaki menelusuri hutan kapur. Kondisi di dalam hutan masih sangat alami. Di lantai hutan hujan tropis yang teduh menumpuk kompos hutan setebal 30-50 sentimeter. Warga sudah menyiapkan jalur untuk ditelusuri selama 4-6 jam.
Hutan itu didominasi pohon-pohon kapur dan beberapa jenis meranti. Ada puluhan pohon kapur berdiameter 2,5 meter yang diperkirakan berusia 200-300 tahun. Pohon setinggi sekitar 60 meter itu lurus ke atas tanpa cabang dengan warna coklat dan bersisik.
Beberapa batang pohon kapur besar tampak tumbang dan membusuk selama puluhan tahun. Sebagian pohon yang tumbang adalah bekas pengambilan kapur. Jalur itu merupakan jalur yang dulu dilalui nenek moyang Desa Sibagindar untuk mencari kapur. Untuk mengambil kapur, batang pohon harus ditebang dan dibelah karena berada di tengah batang.