Hutan Konservasi Dijarah, Kayunya Dicuri

Penjarahan kawasan hutan konservasi di Indonesia masih marak terjadi. Pohon-pohon di kawasan yang seharusnya dijaga itu dibabat kemudian dijual dan lahannya menjadi gundul atau dijadikan kawasan perkebunan.

Investigasi harian Kompas di Taman Nasional Kerinci Seblat Provinsi Sumatera Barat dan Jambi, Cagar Alam Cycloop Papua, serta Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang, Jawa Barat, mengungkap penyusutan kawasan hutan konservasi akibat perambahan dan pembalakan liar.

Penelusuran di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Mei 2022, mendapati sejumlah lokasi pembalakan liar dan pembukaan hutan di areal taman nasional. Di salah satu bukit di Nagari Gambir Sungai Sako Tapan, Kabupaten Pesisir Selatan, mudah ditemukan pohon kamper atau borneo berdiameter 1,5 meter dan tinggi tegakan 20 meter yang ditebang dan ditinggalkan.

Batang pohon dibiarkan menimpa tanaman lain karena belum dibelah menjadi potongan lebih kecil. Hanya berjarak beberapa meter terdapat pohon meranti yang sudah ditebang dan dibelah menjadi balok-balok kayu. Botol oli untuk gergaji mesin ditinggalkan di atas tumpukan balok.

Setelah menemukan sejumlah lokasi pembalakan di wilayah Tapan, koordinat lokasi disimpan dalam perangkat global positioning system (GPS). Titik-titik koordinat tersebut di-overlay dengan peta kawasan TNKS menggunakan aplikasi geographic information system (GIS). Hasilnya, titik pembalakan di Nagari Gambir Sungai Sako Tapan jelas termasuk dalam kawasan TNKS.

KOMPAS/PANDU WIYOGA
Masyarakat Mitra Polisi Hutan Yaparudin Mitro Jaya menunjukkan jejak para pembalak di dalam hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dekat Nagari Gambir Sungai Sako Tapan, Kecamatan Ranah Ampek Hulu Tapan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Minggu (8/5/2022).

Penelusuran berikutnya di Sungai Batang Betung, Nagari Riak Danau, Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan, malah menemukan pembalak yang tengah menghanyutkan balok kayu meranti di aliran sungai. Saat tim Kompas berusaha mendekat, seorang wanita yang diduga kerabat pembalak segera berteriak, ”Pak, ada orang, Pak!” Dengan cepat pembalak yang kepergok itu langsung melompat ke sungai. Ia tergesa-gesa mengajak wanita itu pergi menaiki motornya.

Kayu meranti yang hendak dihanyutkan diduga ilegal karena tidak ditemukan surat atau kode batang warna kuning penanda asal kayu. Selain itu, ditemukan bambu yang biasa dipakai mengarahkan laju kayu saat dialirkan di sungai.

Penelusuran di Sungai Batang Betung dilanjutkan hingga matahari terbenam. Saat kembali ke lokasi semula, kayu meranti yang tadi tertambat di pinggir sungai sudah tak ada.

Kayu hasil pembalakan di TNKS memang kerap diangkut melalui Sungai Batang Betung. Kayu-kayu tersebut dipotong menjadi balok dan dijadikan satu untuk diikat menjadi rakit, kemudian dialirkan ke hilir. Saat kayu dialirkan, ada pembalak yang mengawal dengan berjalan menyusuri sungai hingga hilir.