Lee Ritenour dan Pengaruh Gitar Jazz

Lee Ritenour dan Pengaruh Gitar Jazz

Siapa tak kenal Lee Ritenour? Gitaris jazz terkenal itu sudah sering tampil di Indonesia, beberapa di antaranya di ajang Jakarta International Java Jazz Festival. Dari Lee, kita bisa belajar bagaimana gaya bermusik seorang musisi mempengaruhi gaya musisi lain, dan saling mempengaruhi gaya bermusik itu bisa mengalir sampai jauh ke seluruh penjuru dunia.

Pengaruh-memengaruhi dalam jazz sudah merupakan hal yang wajar dan alami. Lee Ritenour (66), gitaris jazz yang tampil di Jakarta International Java Jazz Festival 2018, termasuk salah satu seniman jazz yang mengunyah pengaruh dari gitaris jazz legendaris Wes Montgomery. Lee bukan menjadi pengekor, melainkan justru mengembangkan gaya, signature, atau parafnya sendiri sebagai gitaris.

Di luar musik, kecintaan Lee pada Wes tampak pada cara ia menamai anaknya, yaitu Wesley. (Sekadar ilustrasi, pianis Ellis Marsalis juga menamai anaknya dengan Wynton Marsalis, yang diambil dari nama Wynton Kelly, pianis pendukung Miles Davis).

Suara lembut, dalam artian tidak keras itu, muncul karena Wes memetik senar gitar menggunakan ujung samping jempol.

Wes yang bernama lahir John Leslie Montgomery (1923-June 1968) mewariskan cita suara atau sound khas yang ikut mendefiniskan apa itu gitar jazz. Cita suara lembut, lunak, dan terasa kuat rasa ”kayu” itu muncul dari teknik memetik gitar. Suara lembut, dalam artian tidak keras itu, muncul karena Wes memetik senar gitar menggunakan ujung samping jempol.

Konon, teknik jempol ini lahir dari situasi ”kepepet”. Alkisah, Wes tinggal di apartemen. Agar suara gitarnya tidak mengganggu tetangga sebelah, Wes terpaksa memetik tanpa pick, atau alat pemetik gitar. Ia hanya menggunakan jempol, itu pun bukan pada bagian ujung kuku, melainkan sisi samping jempol yang lunak. Selebihnya adalah sejarah yang ikut membentuk cita suara gitar jazz.

Kompas/Lasti Kurnia

Penampilan Lee Ritenour di BNI Jakarta International Java Jazz Festival 2018 di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, Jumat (2/3).

Pengikut

Gaya Wes yang mewaris pada gitaris seperti Lee, Benson, dan lainnya itu antara lain terdengar pada teknik permainan dawai ganda. Gitar dimainkan dengan memetik dua nada yang sama secara hampir bersamaan. Dua nada yang sama itu adalah nada tinggi dan nada yang lebih rendah.

Hasilnya, terdengar efek delay atau bunyi tunda yang cukup rapat seper sekian detik. Efek delay makin terasa jika dimainkan dengan gitar berongga atau gitar dengan semi-hollow dan hollow-body. Lebih sempurna lagi, efek itu terasa jika dimainkan dengan jempol seperti dilakukan Wes.

Lee jelas bukan satu-satunya pengikut Wes Montgomery. Sederet gitaris bisa dikatakan sebagai ”umat” dari Wes. Tersebutlah George Benson, Pat Metheny, Mike Stern, Joe Pass, Kenny Burrell, Joe Satriani, Jimi Hendrix, David Becker, Steve Lukather, Larry Coryell, Stevie Ray Vaughan, dan Pat Martino.

Mereka masing-masing mengakui Wes sebagai sosok penting di ”dunia persilatan” bernama jazz. George Benson, misalnya, seperti halnya Lee, juga menggubah lagu untuk Wes, yaitu ”I Remember Wes”. Joe Pass menyebut hanya ada tiga inovator di jagat gitar jazz, yaitu Charlie Christian, Django Reinhardt, dan Wes.

Alkisah terjadi kebakaran di karavan yang ditempati Django. Akibatnya, tangan Django terbakar yang mengakibatkan jari manis dan kelingkingnya lumpuh, tidak berfungsi sempurna.

Charlie Christian (1916-1942) adalah gitaris pertama yang menggunakan gitar elektrik dalam jazz. Ia juga merupakan gitaris yang ikut berkontribusi dalam perkembangan bebop dan cool jazz. Django Reinhardt (1910-1953) adalah gitaris jazz Eropa kelahiran Belgia yang dikenal dengan teknik permainan jari yang cepat dalam permainan gitar jazz.

Kompas/Wisnu Widiantoro

Aksi panggung George Benson (kiri) bersama Al Jarreau saat membawakan secara medley lagu "Give Me The Night", "We're In This Love", "Mornin'", "Turn Your Love Around", dan "Boogie Down" dalam penampilan mereka di Plenary Hall, Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (14/9/2008).

Sangat mengagumkan mengingat kondisi jari tangan kanan Django yang cedera berat akibat kecelakaan. Alkisah terjadi kebakaran di karavan yang ditempati Django. Akibatnya, tangan Django terbakar yang mengakibatkan jari manis dan kelingkingnya lumpuh, tidak berfungsi sempurna.

Ia kemudian bermain gitar dengan jari tengah, jari telunjuk, dan jempol. Dengan kondisi itu, ia menciptakan satu gaya yang menjadi acuan gitaris jazz. Begitu berpengaruhnya, sampai gitaris Lodi Item menamai anaknya sebagai Jopie Reinhardt Item yang lebih dikenal sebagai Jopie Item, gitaris jazz kita itu.

Kompas/Hasanuddin Assegaff

Lee Ritenour dan Ernie Watts (saxophone) tampil dalam pergelaran GRP Jazz Live Concert Jakarta, Kamis (13/12/1990) malam, di Hotel Sahid Jakarta.

Jejak Wes

Tampaknya, pengaruh Wes melekat kuat pada Lee. Jejak Wes antara lain terasa pada album Overtime keluaran Peak Records/Platinum, 2005. Menyimak album ini kita seperti menapak tilas cita suara gitar yang pernah diwariskan para master gitar jazz seperti Wes Montgomery, Kenny Burrell, dan Joe Pass. Lee bermain dengan cita suara lembut dan liris. Ia juga bisa bermain cepat, mengalir bagai air seperti gitaris Django Reinhardt.

Ia meletakkan pengaruh Wes dan kawan-kawan itu dalam lanskap jazz hari ini seperti ”jazz kontemporer”, fusion, straight ahead, dan juga Brazilian. Namun, ada satu sisa jejak rasa jazz yang kuat terutama pada lagu ”Boss City” milik Wes.

Jejak Wes pada Lee juga terwujud dari album Lee Ritenour’s 6 String Theory keluaran Concord/Universal. Di sini Lee mengumpulkan sederet jawara gitar yang sebagian besar merupakan ”saudara seperguruan”. Mereka adalah Steve Lukather, George Benson, John Scofield, Mike Stern, dan Pat Martino.

Kompas/Totok Wijayanto

George Benson tampil memukau penggemarnya saat tampil di hari kedua Jakarta International Java Jazz Festival 2011 di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, Sabtu (6/3/2011).

Selain gitaris tersebut, masih ada sejumlah pendekar gitar seperti Robert Cray Keb’ Mo’, Slash, Shon Boublil, dan legenda blues BB King. Mereka datang dari berbagai gaya, dengan cita suara masing-masing. Justru dengan menampilkan gitaris dari ”mahzab” yang berbeda itu, pengaruh gaya Wes itu menjadi semakin kentara.

Jejak lain terasa pada album Wes Bound dari Lee Ritenour. Pada album terbitan GRP 1993 ini, ada satu komposisi karya Lee yang berjudul ”Wes Bound”. Album itu merupakan penghormatan Lee pada sang guru, Wes Montgomery. Berisi 10 komposisi, album ini memuat lima lagu karya Wes, yaitu ”Boss City” , ”4 on 6” , ”Goin’ on to Detroit”, ”Road Song”, dan ”West Coast Blues”. Album tersebut secara tidak langsung juga menjadi semacam pernyataan akan betapa Lee mengakui pengaruh Wes pada permainan gitarnya.

Kompas/Yuniadhi Agung

Musisi Mus Mujiono di rumahnya di Jakarta, 8-8-2014.

Mus Mujiono

Pengaruh Wes, Benson, dan Lee mengalir sampai jauh dan akhirnya ke Indonesia. Gitaris Mus Mujiono boleh dibilang sebagai salah satu musisi yang kena tetesan pengaruh gitaris di atas, terutama dari Benson.

Mus Mujiono yang bersapaan Nono memilih jazz untuk keluar dari bayang-bayang kakaknya, Mus Mulyadi yang populer sebagai penyanyi keroncong dan langgam Jawa. Era awal 1970-an, ketika musik hard rock ala Deep Purple dan Led Zeppelin sedang ingar bingar, Nono mendengar George Benson. Di bawah arahan Jun Sen, gitaris dari kelompok Bubi Chen, Nono memperdalam gaya gitar Benson.

Kompas/P Raditya Mahendra Yasa

Mus Mujiono saat tampil bersama Bank Jateng Band dalam Borobudur Jazz Festival 2016 di Taman Akhsobya, Kompleks Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (15/5/2016).

Pengaruh Benson itu sebenarnya sudah terasa ketika Nono bermain dalam De Hands pada awal 1970-an. Namun, rasa Benson baru terasa kuat saat Nono bergabung dengan band Funk Section bersama Chris Kayhatu, Karim Suweleih dan kawan-kawan pada awal 1980an. ”Saya suka logat gitar George Benson dan scat singing-nya,” kata Nono.

Logat gitar atau lick adalah cita suara khas seorang gitaris yang dibentuk dari beragam pengaruh dan sentuhan personal sang gitaris. Logat gitar Besnon, juga Lee Ritenour, ikut dibentuk oleh gaya Wes.

Scat singing yang disebut Nono itu adalah suara mulut meniru suara alat musik yang biasa dimainkan bersamaan dengan bunyi instrumen. Coba simak lagu ”Masquarade” , ”Moody’s Mood for Love”, atau ”On Broadway” yang dibawakan Benson. Di sana ada scat singing dan logat gitar Benson.

Rasa Benson baru terasa kuat saat Nono bergabung dengan band Funk Section bersama Chris Kayhatu, Karim Suweleih dan kawan-kawan pada awal 1980an.

Nono mengolah pengaruh Benson itu dan secara alamiah meramunya dengan gaya personalnya. Jangan heran jika pada beberapa lagunya, pengaruh rasa Benson itu muncul. Coba simak lagu ”Arti Kehidupan” yang dibawakan Nono. ”Sak klebatan mirip ’Masquarade’, ha-ha-ha...,” kata Nono.

Sak klebatan adalah bahasa Jawa yang artinya sepintas, dalam hal ini sepintas dengar. Dan itulah pengaruh atau influence yang sudah lazim dan bisa menimpa siapa saja di dunia perjazzan. Pengaruh-memengaruhi menjadikan jazz semakin kaya dan penuh warna. Coba nikmati Lee Ritenour di Java Jazz.

Kompas/Frans Sartono

Mus Mujiono tampil bersama Idang Rasjidi dan kawan-kawan pada Jazz on the Bridge, di Pangkal Pinang, Bangka, 30 Desember 2017.

Apakah Anda "Jazz Aficionado"?

Uji pengetahuan Anda soal musik jazz dengan menjawab pertanyaan berikut ini!

1. Apa julukan populer untuk gitaris jazz Lee Ritenour?

  • Flash Fingers
  • Captain Fingers
  • Jazzy Fingers

2. Lee Ritenour adalah salah satu anggota awal kuartet jazz Fourplay, tetapi dia kemudian keluar pada tahun 1998. Siapa kah gitaris jazz pengganti posisinya di Fourplay?

  • Stanley Jordan
  • John Scofield
  • Larry Carlton

3. Lee Ritenour sangat mengagumi permainan salah satu guru gitar jazz dunia, Wes Montgomery. Dia bahkan menamakan anaknya Wesley dan membuat satu album khusus untuk mengenang Montgomery. Apa judul album tersebut?

  • Wes Bound
  • 101 Eastbound
  • 6 String Theory

4. Pada ajang Jakarta International Java Jazz Festival 2006, Lee Ritenour membuat kejutan dengan menghadirkan bintang tamu penyanyi Indonesia, Marcello Tahitoe alias Ello. Mereka membawakan lagu ciptaan Bob Marley. Apa judul lagu itu?

  • No Woman, No Cry
  • I Shot the Sheriff
  • Waiting in Vain

5. Selain Lee Ritenour, gitaris jazz yang juga terpengaruh Wes Montgomery adalah George Benson. Apa judul komposisi yang diciptakan Benson untuk mengenang Wes?

  • Breezin’
  • This Masquerade
  • I Remember Wes

6. Dalam album 6 String Theory, Lee Ritenour berduet gitar bersama George Benson membawakan komposisi standar jazz “Moon River”. Siapakan pencipta lagu ini?

  • Henry Mancini & Johnny Mercer
  • George & Ira Gershwin
  • Hoagy Carmichael

7. Di ajang Jakarta International Java Jazz 2018 pekan lalu, Ritenour membawakan komposisi berjudul “P.A.L.S”. Waktu itu ia dengan bercanda menyebut judul lagu itu adalah sebuah akronim. Singkatan dari apakah P.A.L.S?

  • Patience, Attention, Love, Sincerity
  • Practice All Lines Slowly
  • Pay Attention Last Saturday

8. Musisi Mus Mujiono sering dijuluki “George Benson Indonesia” karena gaya bermusiknya sangat dipengaruhi oleh Benson. Salah satu gaya yang sering ia lakukan adalah berimprovisasi menirukan suara melodi gitar dengan mulutnya. Disebut apa teknik seperti ini?

  • Vocalese
  • Doo-wop
  • Scat singing

9. Sebelum Java Jazz Festival digelar rutin tiap tahun sejak 2005, di Indonesia lebih dulu digelar festival jazz internasional yang digagas gitaris Ireng Maulana sejak era 1980-an. Apa nama festival jazz ini?

  • Jazz Goes to Campus
  • JakJazz
  • Ngayogjazz

10. Musisi Jopie Item diberi nama sesuai salah satu perintis gitaris jazz dunia. Siapakah nama gitaris ini?

  • Wes Montgomery
  • Django Reinhardt
  • Charlie Christian
Lihat Jawaban Yang Benar

Kerabat Kerja

Penulis: Frans Sartono | fotografer: Lasti Kurnia, Wisnu Widiantoro, Hasanuddin Assegaff, Yuniadhi Agung, P Raditya Mahendra Yasa, Frans Sartono, Totok Wijayanto | Videografer: Danial AK | Editor video: Antonius Sunardi | infografik: Dimas Tri Adiyanto | designer & pengembang: Elga Yuda Pranata, Yulius Giann | Produser: Dahono Fitrianto, Prasetyo Eko Prihananto

Suka dengan tulisan yang Anda baca?

Nikmati tulisan lainnya dalam rubrik Tutur Visual di bawah ini.