Jejak Kejayaan Jakarta di Jalur MRT

Pada penggalian tanah proyek MRT Jakarta sedalam 5 meter di dekat Glodok-Pancoran, Kota Tua Jakarta, terungkap cerita yang terpendam sejak 300 tahun silam.

Pada penggalian tanah proyek MRT Jakarta sedalam 5 meter di dekat Glodok-Pancoran, Kota Tua Jakarta, terungkap cerita yang terpendam sejak 300 tahun silam. Kisah itu tentang sistem pipa air ”modern” hingga jalur trem yang menjadikan Kota Batavia—kini Jakarta—menjadi salah satu kota termodern di Asia kala itu dengan julukan Queen of The East.

Awal Desember 2022, matahari terasa terik menyengat. Puluhan pekerja dari kontraktor CP 202, atau kontraktor yang menggarap konstruksi MRT Jakarta fase 2 CP 202 dari Harmoni ke Mangga Besar, sibuk membersihkan bentangan rel dari tanah. Di sudut lainnya, para pekerja meratakan bebatuan yang terserak di antara rel. Pemandangan seperti itu muncul sejak awal 2022.

Ketika pembangunan fase 2A MRT Jakarta, khususnya dari CP 203 ke CP 202 terus berproses, permukaan tanah yang dibuka sebagai hasil penyelidikan arkeologi meluas. Salah satunya seperti yang terlihat di bagian Harmoni ke Mangga Besar. Jaringan rel trem dari sistem transportasi lama Kota Batavia muncul ke permukaan.

CHARLS VAN ES & CO/ARSIP KITLV
Peresmian operasional trem listrik di Batavia pada 1899.

Trem tersebut awalnya adalah trem kuda, lalu berkembang menjadi trem bertenaga mesin uap, dan terakhir trem listrik yang masih beroperasi hingga masa awal kemerdekaan Republik Indonesia.

Dalam forum jurnalis MRT Jakarta pada Oktober 2022, arkeolog dari tim arkeologi yang mendampingi MRT Jakarta, Junus Satrio Atmodjo, menjelaskan, sebelum maju ke pekerjaan masa kini, pekerjaan fase 2A MRT Jakarta yang berawal dari Bundaran HI ke Kota akan terlebih dulu mengajak masyarakat menengok hasil pekerjaan masa lalu.

Saat itu, pada awal 1500-an, Kota Batavia yang terletak di pinggir muara Kali Ciliwung merupakan bandar yang ramai dan sibuk. Kota ini dikelilingi benteng dengan kanal-kanal yang bersimpangan dan mengelilingi serta menyalurkan air bersih dari Kali Ciliwung ke dalam kota. Pantai kala itu berada di lokasi yang kini menjadi Museum Fatahillah.

jacob keyser/arsip kitlv
Lukisan pemandangan pertahanan Belanda di Batavia pada tahun 1730.

Kastil Batavia menjadi bagian inti kota atau Intramuros, sedangkan kawasan luar kota disebut Ommelanden. Ini mirip perkembangan Kota Tua Manila pada tahun 1500-an Masehi di Intramuros, dengan pusat kota adalah Katedral Manila dan Gereja Santo Agustinus, yang berada di selatan Sungai Pasig.

Sejarah berjalan beriringan antara Batavia dan Manila yang lahir dari hasil perebutan perdagangan rempah yang dikuasai Portugis-Spanyol, lalu direbut oleh Inggris-Belanda.

Lalu ketika wilayah Kota Batavia diperluas pada zaman VOC, sistem angkutan umum mulai dikembangkan. Dibangunlah sistem kanal yang membuat kapal-kapal kecil bisa berlayar hilir mudik di dalam kota, mengangkut berbagai komoditas dari pedalaman untuk dipindahkan ke kapal besar. Setelahnya dikembangkan sistem trem.

arsip library of congress
Trem uap di Batavia.