Kanker yang Tidak Lekang oleh Zaman

Penyakit kanker telah diderita oleh manusia sejak ribuan tahun silam. Dulu, penyakit ini dianggap sebagai kutukan karena tidak diketahui penyebabnya. Kini, kanker tetap menjadi ancaman di tengah majunya teknologi dalam bidang kesehatan.

Ada anggapan yang menyatakan, kanker muncul seiring kehidupan modern yang kian tidak sehat, baik pola konsumsi maupun polusi. Namun, anggapan ini agaknya tidak sepenuhnya benar, mengingat jejak kanker telah ada sejak ribuan tahun silam. Bak pepatah lama, usia kanker adalah setua usia manusia.

Dalam buku The History of Oncology (Wagener, 2009) disebutkan, jejak penyakit kanker telah ditemukan sejak ribuan tahun silam, tepatnya pada era Mesir Kuno sekitar tahun 2.650 sebelum masehi. Berdasarkan catatan kuno yang ditemukan, telah terdapat informasi mengenai penyakit di bagian payudara yang diderita oleh sejumlah orang dan tidak dapat disembuhkan. Ciri penyakit tersebut identik dengan kanker payudara.

Jejak penyakit kanker juga ditemukan di Mesir pada mumi berusia 2.200 tahun. Para peneliti menduga, mumi tersebut menderita kanker yang menyerang kelenjar prostat. Penyakit tersebut kini dikenal dengan sebutan kanker prostat.

 

Kompas/Johanes Galuh Bimantara
Dokter Spesialis Radiologi dan Konsultan Radiologi Nuklir pada Rumah Sakit Gading Pluit, Tjondro Setiawan, Sabtu (3/9/2016), di RS Gading Pluit, Jakarta Utara, sedang menganalisis citra dari PET/CT-scan terkait kondisi kanker usus besar pada seorang pasien yang sudah menyebar hingga hati. PET/CT-scan mendeteksi perubahan atau aktivitas sel di dalam tubuh dengan media warna, memudahkan dokter mendiagnosis kanker dan tingkat keparahannya.

Namun, saat itu istilah kanker belum digunakan. Penyakit ini masih dianggap sebagai kutukan karena tiba-tiba dirasakan, lalu menyebabkan kematian. Cara pengobatan penyakit kanker kala itu juga belum ditemukan.

Istilah kanker mulai disebut oleh Hippocrates (460-370 SM), seorang ilmuwan Yunani yang kini dikenal sebagai Bapak Ilmu Kedokteran. Hippocrates menyebut penyakit kanker dengan kata carcinos atau kepiting. Penyebaran sel kanker digambarkan seperti kepiting yang memiliki banyak kaki. Inilah awal mula penamaan penyakit kanker.

Kanker terus diderita oleh umat manusia seiring perkembangan zaman. Setelah revolusi industri, misalnya, penyakit kanker diderita oleh pekerja tambang jelang akhir abad ke-19 pada beberapa negara seperti Jerman dan Skotlandia. (Blackadar, 2016)

Kompas/Ferganata Indra Riatmoko
Anak-anak penderita kanker bermain bersama seusai sesi diskusi antara keluarga penderita kanker dengan sejumlah penyintas kanker di Gedung International Cancer Centre Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (15/2/2016). Selain untuk memperingati Hari Kanker Anak Sedunia, acara ini juga untuk menumbuhkan semangat anak-anak penderita kanker untuk sembuh.

Kanker di Indonesia

Hingga saat ini, penyakit kanker terus menggerogoti umat manusia tanpa mengenal latar belakang sosial, ekonomi, dan pendidikan pada berbagai negara, tidak terkecuali Indonesia. Jejak penyakit kanker di Indonesia dapat diketahui dari sejumlah catatan pada era Hindia Belanda.

Salah satu kanker yang diderita oleh orang Indonesia pada era Hindia Belanda adalah kanker paru-paru. Pada periode 1927-1940, rata-rata penderita kanker paru-paru di Indonesia mencapai lima kasus setiap tahunnya.

Berdasarkan catatan Sekolah Tinggi Kedokteran di Batavia, jejak kanker lainnya juga ditemui antara tahun 1933-1937 seperti kanker pada saluran pencernaan, payudara, hingga kanker tenggorokan. Ini membuktikan, kanker telah menjadi penyakit yang sejak lama diderita oleh penduduk di Indonesia. (Setjadiningrat, 1967)

 

Memasuki era kemerdekaan, kanker juga menjadi penyakit yang memperoleh perhatian dari pemerintah. Harian Kompas, bahkan melaporkan 140 artikel yang secara khusus membahas tentang kanker dalam kurun waktu lima tahun sejak 26 Juni 1965 hingga 31 Desember 1970.

Salah satu fokus pemerintahan Soekarno kala itu adalah melakukan pencegahan dini agar masyarakat tidak terkena penyakit kanker. Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel) saat itu mengeluarkan perangko khusus seri pemberantasan kanker. (Kompas, 15 Juli 1965)

Selain upaya sosialisasi, upaya pengobatan juga memperoleh atensi khusus dari Soekarno. Bahkan, saat Yayasan Anti Kanker Semarang mencanangkan pembangunan rumah sakit kanker, Hartini, istri Soekarno, turun tangan secara langsung pada peletakan batu pertama di Petompon, Semarang, Jawa Tengah. (Kompas, 7 Agustus 1965)

Kompas/Wawan H Prabowo
Petugas medis menganalisa rontgen kanker paru pasien yang menjalani perawatan di Klinik Paru RSUP Persahabatan Jakarta, Jumat (3/3/2017).

Memasuki era orde baru, kanker tetap menjadi penyakit yang tidak luput dari perhatian. Saat itu Ikatan Dokter Paru Indonesia mencoba melakukan riset khusus pada kanker paru-paru selama 10 tahun. Hasil riset ini dipublikasikan pada 1980 dengan kesimpulan, kanker paru-paru berkaitan erat dengan kebiasaan merokok. Sekitar 80 persen penderita kanker paru-paru menurut riset itu adalah perokok sedang dan berat. (Kompas, 20 Juni 1980)

Hingga kini, kanker masih menjadi momok bagi Indonesia. Menurut catatan Badan Internasional untuk Riset Kanker (International Agency for Research on Cancer), pada 2018 lalu terdapat 348.809 jumlah kasus baru kanker di Indonesia atau 0,13 persen dari total penduduk. Jumlah kasus baru kanker di Indonesia merupakan yang tertinggi dibandingkan negara lainnya di Asia Tenggara, seperti Thailand (170.495), Vietnam (164.471), dan Filipina (141.021).

 

Indonesia juga menjadi negara dengan jumlah kematian akibat kanker terbesar di Asia Tenggara pada 2018 lalu yang mencapai 207.210 jiwa. Jumlah kematian ini lebih tinggi dibandingkan negara lainnya di Asia Tenggara, seperti Vietnam (114.871), Thailand (114.199), dan Filipina (86.337).

Jika menilik berdasarkan prevalensi, jumlah penderita kanker di Indonesia per 1.000 penduduk mengalami kenaikan dari 1,4 pada tahun 2013 menjadi 1,79 pada tahun 2018. Artinya, semakin banyak orang di Indonesia yang terkena kanker dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

 

Kanker di dunia

Kanker tak hanya banyak diderita oleh orang-orang di Indonesia. Di dunia, penyakit ini juga masih menyerang banyak orang pada berbagai negara. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mencatat, satu dari enam kasus kematian di dunia disebabkan oleh kanker.

Pada tahun 2018, angka kematian akibat kanker di dunia mencapai 9,55 juta jiwa. Selain itu, juga terdapat 18 juta penderita baru penyakit kanker di dunia. Jumlah penderita baru paling banyak adalah pada kanker paru-paru (2 juta), payudara (2 juta), dan kolorektum (1,8 juta).

Jika menilik berdasarkan jenis kelamin, kasus baru terbesar yang diderita oleh laki-laki adalah kanker paru-paru dengan jumlah penderita sebesar 1,3 juta jiwa. Artinya, 65 persen penyakit kanker paru-paru di dunia diderita oleh laki-laki.

Arsip Pribadi
Aktivitas Sosial – Dinda Nawangwulan (kiri) merias penyintas kanker dalam sebuah acara. Sebagai make-up artist (MUA), Dinda tidak melulu merias untuk orientasi ekonomi, tetapi juga untuk kepentingan sosial. Ia membuat komunitas peduli penderita kanker bernama Pink Shimmerinc.

Sementara pada perempuan, kanker baru yang paling banyak menyerang adalah kanker payudara dengan jumlah penderita baru sebesar 2 juta jiwa. Semua kasus baru kanker payudara pada 2018 diderita oleh perempuan.

Kanker menyerang tanpa mengenal status negara, baik negara maju atau berkembang. Di Amerika Serikat, misalnya, menurut catatan WHO, pada tahun 2018 lalu jumlah penderita baru penyakit kanker mencapai 2,1 juta kasus. Selain itu terdapat 616.714 orang meninggal karena kanker. Kanker paru-paru menjadi penyebab kematian utama di Amerika Serikat pada 2018 dengan angka kematian mencapai 152.423 jiwa.

Di China, kanker juga menjadi persoalan kesehatan hingga kini. Pada 2018 lalu terdapat 4,2 juta penderita baru penyakit kanker di China. Sementara jumlah penderita kanker yang meninggal dunia mencapai 2,8 juta jiwa.

 

Organisasi Kesehatan Dunia memang memberikan catatan khusus bagi negara berpenghasilan rendah dan menengah. Sebanyak 70 persen kematian akibat kanker terjadi pada kelompok negara ini. Namun, hanya satu dari lima negara yang termasuk kelompok berpenghasilan tinggi dan menengah memiliki data tentang kanker yang diperlukan untuk pengambilan kebijakan.

Banyaknya kasus baru kanker di dunia menggambarkan, selama ribuan tahun eksistensi kanker terus bertahan sebagai penyakit yang menggerogoti umat manusia pada berbagai belahan dunia. Meski pengobatan dan teknologi kesehatan telah modern, ini tidak menjamin dunia akan terbebas dari penyakit kanker apapun. Tentu, dibutuhkan upaya preventif seperti menjaga pola hidup sehat untuk mencegah pertumbuhan sel kanker di dalam tubuh.