Kebangkitan Pemain Muda Amerika Serikat di Liga-Liga Eropa

Amerika Serikat mulai bermimpi untuk berprestasi di level elite sepak bola dunia. Kehadiran sejumlah pemain muda di klub besar Eropa menjadi bekal untuk membentuk timnas yang tangguh di masa depan.

Amerika Serikat mulai bermimpi untuk berprestasi di level elite sepak bola dunia. Kehadiran sejumlah pemain muda di klub besar Eropa menjadi bekal untuk membentuk tim nasional yang tangguh di masa depan.

Tembakan voli gelandang Juventus, Weston McKennie (22), pada menit ke-20 menjadi salah satu gol dalam kemenangan 3-0 ”Si Nyonya Besar” atas Barcelona, 9 Desember lalu. Gol itu tidak hanya bersejarah bagi McKennie, yang mencetak gol perdana di Liga Champions, tetapi juga menjadi gol perdana pesepak bola asal Amerika Serikat di Camp Nou, salah satu stadion bersejarah di Eropa.

Gol itu pun didapuk sebagai gol terbaik Juve selama 2020. Sejak tiba di jendela transfer musim panas lalu, pemain kelahiran Texas itu menjadi pilar utama pilihan Pelatih Juve Andrea Pirlo di lini tengah. Secara total hingga akhir Desember lalu, McKennie telah tampil di 16 laga dengan menyumbangkan dua gol.

Penampilan menawan McKennie di musim perdananya di Italia merepresentasikan era baru pemain asal ”Negeri Paman Sam” di klub-klub Eropa. Laga Juve kontra Barca itu juga menjadi duel pertama pesepak bola Amerika di Liga Champions. Ketika McKennie tampil sebagai pemain inti di Juve, Sergino Dest (20) menjadi kepercayaan utama Pelatih Barca Ronald Koeman di posisi bek kanan.

”Menyaksikan Barca kontra Juve sekaligus melihat pemain kami adalah sebuah momen yang istimewa. Sebelumnya, kami belum pernah melihat dua pemain AS tampil dalam sebuah laga akbar di Eropa,” ujar pelatih tim nasional AS Gregg Berhalter kepada Goal, Desember lalu.

Keduanya pun menjadi andalan Berhalter dalam dua laga persahabatan AS, November 2020, saat mengalahkan Panama, 6-2, dan menahan imbang Wales, 0-0. Menurut Berhalter, pengalaman bermain di tim besar Eropa itu akan memberikan dampak signifikan bagi permainan timnas AS dalam beberapa tahun mendatang.

Selain McKennie dan Dest, terdapat lima pemain AS di bawah 23 tahun yang bermain di lima liga top Eropa. Mereka ialah Christian Pulisic (22) yang telah menyumbangkan 13 gol dan 10 asis dalam 47 laga bersama Chelsea, kemudian Giovanni Reyna (18) yang telah berlaga di 41 laga bagi Borussia Dortmund, Tyler Adams (21) yang menjadi pemain AS pertama yang mencetak gol di babak perempat final Liga Champions, serta dua penyerang belia, Josh Sargent (20) di Werder Bremen dan Timothy Weah (20) di Lille.

Kompas/Supriyanto
Karikatur para pemain muda AS yang berlaga di Liga-Liga Eropa. Dari kiri ke kanan : Weston McKennie (Juventus), Sergino Dest (Barcelona), Christian Pulisic (Chelsea), Giovanni Reyna (Borussia Dortmund), Tyler Adams (Leipzig), Josh Sargent (Werder Bremen), Timothy Weah (Lille).

Tidak hanya tujuh pemain itu, timnas AS masih memiliki sejumlah pemain muda yang mengisi skuad pelapis di sejumlah tim terkenal di ”Benua Biru”. Sebut saja Konrad de la Fuente (19) yang mengenyam pendidikan akademi Barcelona, La Masia, sejak berusia 12 tahun dan kini tampil reguler di tim Barca B; Yunus Musah (17) yang mulai rutin mengisi bangku cadangan tim utama Valencia; Chris Richards (20) yang membela Bayern Muenchen; serta Richard Ledezma (20) yang meniti karier di PSV Eindhoven.

”Kami memiliki grup pemain muda yang sangat luar biasa. Jika kami bisa bersama bermain di level tertinggi ini, siapa tahu dalam 10 tahun ke depan, kami bisa memberikan sejarah baru bagi sepak bola AS,” kata Reyna kepada Sports Illustrated.

Proses panjang

Kehadiran sejumlah pemain itu adalah sebuah langkah besar bagi sepak bola Negeri Paman Sam. Apalagi, soccer, demikian orang AS menyebut sepak bola (football), bukan olahraga terpopuler di negeri itu (Sebutan soccer berawal dari istilah association football). Di awal dekade 2000-an, AS pernah memiliki sejumlah pemain yang berlaga di Liga Inggris dan Liga Italia, misalnya Tim Howard, Clint Dempsey, Michael Bradley, dan Landon Donovan.

Bahkan, dalam 23 skuad timnas AS di Piala Dunia Afrika Selatan 2010, terdapat 17 pemain yang tampil di Eropa. Namun, dari sejumlah nama itu hanya Howard yang mampu bermain reguler dan memberikan sumbangsih besar bagi Manchester United ketika meraih gelar Piala FA edisi 2003-2004.

Adapun pemain lain, seperti Dempsey, Bradley, dan Donovan, yang bergiliran memegang ban kapten timnas AS, tidak memiliki karier cemerlang di Eropa. Ketiganya baru mampu meraih gelar di level klub ketika kembali berlaga di Liga Mayor Amerika Serikat (MLS).

Keberhasilan generasi baru itu menembus tim utama klub besar Eropa tidak lepas dari program jangka panjang yang disusun Federasi Sepak Bola AS (USSF). Program itu dinamakan Akademi Pengembangan Sepak Bola (DA) yang dirintis pada 2007 hingga 2020. Tahun lalu, program tersebut dihentikan secara permanen karena pandemi Covid-19 menutup akses program itu terhadap dukungan para sponsor. Meski begitu, perjalanan program DA selama 13 tahun mulai membuahkan hasil. McKennie, Pulisic, Adams, Richards, Sargent, dan Weah adalah produk dari program itu.

Dalam program itu, tim-tim profesional dan lokal di AS berpartisipasi dalam kompetisi resmi mulai dari jenjang U-12, U-13, U-14, U-16, hingga U-18. Setiap musim, satu klub bermain sebanyak 25 hingga 30 laga. Selain berkompetisi, seluruh pemain muda dikumpulkan di dalam sebuah kamp pelatihan yang dibagi berdasarkan wilayah klub. Setiap kelompok umur terbagi tiga zona wilayah serta beberapa divisi yang didasari kota dan negara bagian.

Setelah lulus dari program itu, sebagian besar lulusan terbaik akan ditawarkan beasiswa di universitas untuk membela kampus di kompetisi antaruniversitas atau diberikan kontrak profesional dari klub MLS.

Sejumlah pemain lulusan terbaik program DA itu menjadikan kompetisi di level akademi tersebut sebagai batu loncatan untuk mencari peluang menarik minat klub Eropa. Pulisic, misalnya, setelah menyelesaikan program DA bersama klub PA Classics pada 2015 langsung menerima tawaran Dortmund. Kemudian Weah dan Sargent pun tidak berpikir panjang untuk menerima tawaran mengenyam pendidikan di tim muda Paris Saint-Germain dan Werder Bremen.

Tony Lepore, Direktur Talenta Muda USSF, mengatakan, program DA adalah jembatan yang diciptakan USSF untuk para pemain muda guna mempersiapkan diri dari jenjang akademi menuju profesional. Melalui program itu, lanjut Lepore, diharapkan hadir generasi baru pesepak bola AS yang bisa tampil jauh lebih baik dibandingkan dengan generasi di awal 2000-an.

”Orang-orang mulai tertarik dengan pemain asal AS, tetapi inilah hasil yang kami bayangkan 10 tahun lalu. Ini baru sebuah permulaan dari proses panjang yang kami mulai 13 tahun lalu. Kami berharap para pemain muda itu terus bekerja keras untuk mencapai level top dan membuat perbedaan bersama klub besar Eropa,” ucap Lepore.

Di musim ini, terdapat delapan pemain asal AS terdaftar di fase grup Liga Champions. Bahkan, enam di antaranya berkesempatan berlaga sebagai pemain inti di sejumlah klub, itu adalah jumlah terbanyak keberadaan pemain Negeri Paman Sam di kompetisi antarklub terelite di Eropa. Meskipun program DA telah dihentikan, Lepore mengungkapkan, sekitar 30 remaja lulusan program itu telah bermain di tim utama klub MLS dalam dua musim terakhir, kemudian 120 pemain berumur belasan lainnya telah berlaga rutin di kompetisi semiprofesional AS, USL.

Kebangkitan

Kehadiran para pemain muda itu di Eropa diakui oleh pelatih timnas Meksiko Gerardo ”Tata” Martino sebagai kebangkitan sepak bola AS. Setelah gagal tampil di Piala Dunia 2018, tambah Martino, kualitas sepak bola AS meningkat pesat. ”Kami tidak memungkiri bahwa kualitas individu mereka (AS) telah melampaui kami (Meksiko),” kata Martino seperti dikutip ESPN.

Martino mengatakan, AS akan menjadi ancaman terberat bagi skuadnya untuk mempertahankan gelar Piala Emas yang digelar musim panas tahun ini. Dalam turnamen timnas anggota Konfederasi Sepak Bola Amerika Utara dan Tengah (Concacaf), Meksiko memiliki gelar terbanyak dengan raihan 8 trofi, sedangkan AS mengoleksi 6 trofi. Terakhir kali AS merengkuh predikat penguasa kawasan itu terjadi pada edisi 2017.

Dest mengakui, ekspektasi dan harapan besar ditanamkan kepada para pemain muda AS karena bermain di klub besar. Namun, ia menekankan, kualitas individu yang merata tidak akan berarti apabila seluruh talenta muda itu tidak bisa bersatu sebagai sebuah tim ketika membela seragam AS.

”Kami masih perlu banyak bekerja keras dan meningkatkan kerja sama sebagai sebuah tim untuk meraih segalanya. Saya sesungguhnya sangat bersemangat menantikan kembali kesempatan bermain bersama timnas,” tutur Dest yang telah bermain lebih dari 20 kali bersama Barca di musim ini.