Keindahan Solo Masa Lalu, Catatan Wartawati Amerika

Pulau Jawa pada tahun 1890-an berada di bawah kekuasaan Belanda. Meski demikian ada wilayah swapraja—pemerintahan mandiri yang disebut vorstenlanden atau Tanah Para Pangeran, yakni wilayah Surakarta dan Yogyakarta. Penguasa wilayah Yogjakarta disebut sebagai sultan dan penguasa Surakarta atau Solo disebut susuhunan.

Hak para raja Jawa diakui dan menjadi protektorat atau di bawah perlindungan Belanda. Hal sama diberlakukan Inggris kepada para sultan di kesultanan di Semenanjung Malaya, Perancis, kepada para bangsawan di Kamboja dan Laos wilayah Indochina.

Wartawati National Geographic, Eliza Ruhamah Scidmore asal Amerika Serikat, dalam kunjungan ke Jawa tahun 1895 mencatat berbagai perikehidupan di Jawa, termasuk Solo, selain mengunjungi Candi Boroboudur dan Candi Prambanan. Eliza Scidmore bersama rombongan mengunjungi Solo beberapa hari dan mendapat kesan mendalam dari Kota Solo yang dicatatnya secara saksama sebagai bagian dari buku yang ditulisnya, Java The Garden of The East.

Supriyanto
Eliza R Scidmore

Pihak Belanda diwakili oleh residen yang disebut sebagai Saudara Tua. Dalam acara resmi pihak Belanda sebagai ”Saudara Tua” memberikan siku untuk dipegang raja Jawa sebagai simbol mendampingi dan memberikan tuntunan.

Wilayah Solo dan Yogya adalah jantung dari budaya dan tradisi Jawa yang mencapai masa keemasan di periode Hindu Buddha lalu berlanjut di periode Islam ketika bangsa Eropa mulai menjelajahi Asia.

Raja atau susuhunan di Solo menerima tamu kehormatan, terutama bangsa Eropa dengan penuh kemegahan. Seorang pengunjung asal Perancis menceritakan, saat kunjungan ke Keraton Solo, ia menyaksikan benda-benda perunggu buatan Jepang dan keramik China yang mewah dipamerkan. Benda-benda tersebut adalah pemberian kompeni Belanda pada masa silam sebagai hasil dari monopoli perdagangan Belanda di Jepang dan Jawa.

Saat menerima tamu Eropa, susuhunan tidak mewajibkan mereka menyembah sujud ataupun memberikan posisi dodok yang diwajibkan, bahkan kepada para bangsawan Jawa. Para pangeran dan bangsawan rendah mematuhi protokol dalam menghadap susuhunan.

Arsip KITLV
Suasana di depan rumah residen di Solo, sekitar dekade 1890-an.