Kenapa Harus Makan Bersama?

Kegiatan apa yang paling bisa menyatukan semua orang dari berbagai latar belakang? Rasa-rasanya jawaban yang paling pas adalah makan.

Contoh saja, ketika ada ajakan reuni atau kumpul bersama dengan teman lama, kegiatan apa yang acap kali diusulkan? Kebanyakan akan menjawab ”makan bersama” entah di restoran, kafe, atau tempat makan lainnya.

Dalam urusan politik, makan bersama juga kerap kali menjadi sarana paling mudah untuk mencairkan suasana. Misalnya, seperti saat Megawati Soekarnoputri mengundang Prabowo Subianto ke rumahnya dengan menyiapkan hidangan nasi goreng (Kompas, 25/7/2019) atau momen makan malam antara Presiden Joko Widodo dan Megawati dengan menu sayur lodeh (Kompas, 19/3/2023). Gambaran yang terekam pun terkesan rileks walaupun setelah itu mungkin mereka terlibat pembicaraan serius di belakang layar.

Meskipun mudah dan banyak manfaat, makan bersama tidak bisa selalu diwujudkan di tengah kesibukan kehidupan modern saat ini, termasuk di dalam lingkungan keluarga. Aktivitas ini menjadi barang mewah.

Makan bersama adalah pengalaman manusia tertua dan mendasar. Aktivitas itu sepintas terlihat sederhana. Akan tetapi, sebenarnya memberi banyak manfaat dan makna yang mendalam, termasuk mempererat  hubungan. Makan bersama menciptakan peluang interaksi dan jalinan komunikasi antarpribadi. Selama makan bersama tak jarang muncul pembahasan topik yang menarik hingga penyelesaian masalah.

Meskipun mudah dan banyak manfaat, makan bersama tidak bisa selalu diwujudkan di tengah kesibukan kehidupan modern saat ini, termasuk di dalam lingkungan keluarga. Aktivitas ini menjadi barang mewah.

Menariknya, sebuah studi mengungkapkan bahwa makan bersama dalam keluarga memberi dampak baik bagi perkembangan anak dan dapat mempererat hubungan antara anggota keluarga.

Survei yang dilakukan The National Center on Addiction and Subtance Abuse, Universitas Columbia, Amerika Serikat, pada 2012, mencatat, remaja usia 12-17 tahun yang makan malam bersama keluarga kurang dari dua kali per minggu, berisiko mengalami stres 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan anak lain yang kerap makan bersama keluarga.