Kesultanan Banten VS Kompeni di Batavia dalam Catatan VOC

Perjuangan Kesultanan Banten melawan ekspansi kolonial dan monopoli Kompeni Belanda atau VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) secara keseluruhan berlangsung selama lima tahun, dari tahun 1655 sampai 1660. Sementara perlawanan Kerajaan Mataram ke Benteng VOC di Batavia hanya berlangsung selama dua kali, yaitu pada tahun 1628 dan tahun 1629.

Dalam arsip VOC yang dibukukan pada De VOC in De Indonesische Archipel: Handeldrijven en Koloniseren terbitan KBRI Den Hague, Belanda, tahun 2002 disebutkan, jarak antara Kesultanan Banten dan Kota sekaligus Benteng Batavia yang relatif dekat, dibatasi Sungai Cisadane atau Tjidani, memungkinkan pertempuran dengan VOC berlangsung lama dan berulang kali. Di lain pihak jarak antara Batavia dan Mataram yang berada di Jawa Tengah sangat jauh sehingga perang antara Mataram dan VOC berlangsung lebih singkat.

Serangan Kesultanan Banten tersebut merupakan upaya merebut kembali Batavia yang semula dalam catatan Belanda bernama Jacatra yang merupakan wilayah kekuasaan Banten. Dalam buku Pierre Heijboers berjudul Klamboes, Klewangs, KlapperbommenIndie Gewonnen en Verloren disebutkan, semula VOC mempunyai gubernur jenderal pertama, yakni Pieter Both, di Banten yang memimpin pos dagang.

Pangeran Ranamanggala di Banten memberi keleluasaan bagi Belanda dan orang-orang Eropa di Banten. Walhasil, Pieter Both membuka hubungan dengan bupati Jakarta yang merupakan wilayah kekuasaan Banten. Lalu Kompeni Belanda pun bersegera membangun gudang di Jakarta di Muara Sungai Ciliwung (daerah ini dalam peta di buku Tempat-Tempat Bersejarah di Jakarta karya sejarawan Adolf Heuken SJ berada di sekitar Jalan Tongkol, Kota Tua Jakarta).

Cahyo Heryunanto
Ilustrasi

Pangeran Ranamanggala sejak semula tidak menyukai tindak tanduk Kompeni Belanda yang membangun gudang, loji, yang kemudian pelan- pelan diperkuat dengan tembok benteng dan meriam. Ini merupakan praktik lazim kompeni dan negara-negara Eropa di Asia yang membuka pos dagang, membesar menjadi benteng, dan kemudian menduduki suatu wilayah di Asia dan Afrika.

Gubernur Jenderal VOC  Jan Pieterszoon Coen semakin memperkuat gudang sekaligus benteng Kompeni Belanda. Itu menyalahi kontrak antara Kompeni Belanda dan penguasa Jakarta.

Namun, Pangeran Ranamanggala tidak dapat melarang Bupati Jakarta, yakni Pangeran Widjaja Krama. Peluang intervensi langsung dari Kesultanan Banten muncul di tahun 1618 ketika hubungan Pangeran Widjaja Krama dengan Kompeni Belanda memburuk.

Gubernur Jenderal VOC  Jan Pieterszoon Coen semakin memperkuat gudang sekaligus benteng Kompeni Belanda. Itu menyalahi kontrak antara Kompeni Belanda dan penguasa Jakarta.

Pierre Heijboer menulis, Jan Pieterszoon Coen berdalih dia mempersenjatai gudang dengan tembok benteng dan meriam karena merasa terancam dengan keberadaan Pos Dagang Inggris di Jakarta.