Kisah Serangan Pasukan Mataram ke Batavia, Agustus 1628

Sultan Agung Hanyakrakusuma adalah raja ketiga Kerajaan Mataram Islam (1613-1645) dan menjadi penerus Panembahan Hanyakrawati atau Raden Mas Jolang yang memerintah Mataram dari tahun 1601 sampai 1613. Adapun raja pertama Kerajaan Mataram adalah Panembahan Senopati (1586-1601).

Dalam buku De VOC in De Indonesische Archipel: Handeldrijven en Kolonieser terbitan KBRI Den Hague tahun 2002 disebutkan, Kerajaan Mataram yang semula hanya seluas 800 karya cepat tumbuh menjadi sebuah kerajaan besar di masa Sultan Agung.

Kepangeranan Mataram dibagi menjadi daerah permukiman dengan kantor pemerintah, sawah dan ladang, padang rumput untuk ternak dan kolam ikan, hutan tempat orang mengumpulkan kayu bakar, dan daerah cadangan untuk pembangunan lebih banyak sawah dan ladang.

Pada pertengahan abad XVII, wilayah Mataram meliputi ibu kota Mataram, wilayah Pajang barat daya Surakarta, Sukawati timur laut Surakarta (sekarang Sragen), Bagelen, Kedu dan wilayah Bumi Gedhe timur laut Surakarta dan tenggara Semarang (Purwodadi).

Perkembangan Kerajaan Mataram tidak berhenti di situ. Dengan wafatnya Panembahan Senapati Ing Ngalaga tahun 1601 yang dimakamkan di Kota Gede, wilayah kekuasaan Mataram sudah berkembang meliputi seluruh Jawa Tengah, Madiun, dan Tuban di Jawa Timur dan Jawa Barat (Pasundan), keucali wilayah Galuh.

supriyanto
Ilustrasi

Saat itu Kerajaan Ceribon (kini Cirebon) masih merupakan kesultanan yang kuat dan mandiri yang bersahabat dengan Mataram.

Dalam buku Klamboes Klewang Klapperbommen karya Pierre Heijboer, disebutkan pada mulanya Sultan Agung Hanyakrakusuma tidak bermusuhan dengan VOC dan memandang orang-orang Barat tersebut hanyalah pedagang yang mencari keuntungan semata.

Namun, pada akhirnya terjadi konflik Kerajaan Mataram versus VOC akibat tindakan politik VOC yang berujung pada konflik dengan Sultan Agung sang Raja Mataram.