Api adalah temuan yang mengubah hidup manusia. Namun, untuk bisa memanfaatkannya, manusia perlu punya kontrol terhadap api. Karena si api ini, kecil jadi kawan, besar jadi lawan. Kompor adalah salah satu alat yang mampu mengontrol besar api sehingga manusia bisa beroleh banyak manfaat, terutama dalam mengolah bahan pangan. Seiring perkembangan teknologi, memasak pun bisa dilakukan tanpa api.
Penggunaan kompor memang berkaitan dengan aktivitas memasak yang dilakukan sehari-hari. Lewat proses memasak, manusia memproduksi beragam makanan nikmat, yang tidak hanya menjadi sumber energi tetapi juga memberi kesenangan saat menyantapnya.
Karena erat berkaitan dengan urusan perut, persoalan kompor dan bahan bakarnya ini tak boleh dipandang sebelah mata. Kabar sosialisasi konversi ke kompor induksi saja, bisa menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Banyak yang merasa keberatan karena untuk memasak dengan kompor induksi dibutuhkan perlengkapan khusus yang harganya lebih mahal dibandingkan alat masak pada umumnya.
Sebelum lebih jauh, mari sejenak tinggalkan dulu peralatan memasak modern yang menggunakan listrik, termasuk wacana penggantian kompor induksi listrik yang dinilai lebih hemat.
Kita akan beralih menengok tentang eksistensi kompor yang dimulai dengan kisah masyarakat zaman dulu yang bertahan hidup dengan alat masak sederhana.
Ribuan tahun lalu, manusia telah piawai dalam meracik bahan pangan, seperti tumbuhan, biji-bijian, serangga, dan hewan, yang dikumpulkan dengan alat sederhana berupa kapak persegi, alat serpih, dan kapak genggam.
Mayoritas bahan pangan itu kemudian disantap secara langsung tanpa proses pemanasan. Seiring waktu, mereka memasak bahan pangan dengan membakarnya langsung di atas bara api. Jauh sebelum mengenal api, masyarakat zaman dulu diduga memanaskan bahan pangan di bawah sinar matahari, seperti disebutkan dalam buku A History of Food (2009) karya Maguelonne Toussaint-Samat.