Komunitas Lima Gunung dan Seni yang Hidup dari Keringat Petani

Nun di lereng-lereng lima gunung di pusat Pulau Jawa, berdiam para seniman sejati. Seni adalah darah dan napas mereka. Jatuh bangun menghidupi seni dilakoni di tengah pekerjaan sebagai petani. Pergelaran seni dibiayai dari cucuran keringat mereka yang menanam jagung, cabai, kubis, dan buncis. Konsistensi tumbuh karena saling dukung di dalam keluarga Komunitas Lima Gunung.

Tujuh belas tahun merangkai harmoni berkesenian bersama, para seniman yang tergabung dalam Komunitas Lima Gunung (KLG), di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sengaja membebaskan diri, tidak membiarkan apa pun memengaruhi aktivitas kesenian mereka.

Mereka juga tidak pernah memikirkan siapa penontonnya, mencari donatur, atau terjebak pada proses menghitung-hitung sumbangan untuk mengembalikan modal. Mereka tidak memusingkan tanggapan penonton, apakah kesenian mereka akan dikritisi atau dipuji. Bagi mereka, yang terpenting adalah berkesenian dengan sepenuh hati.

Mereka pun meyakini, bagus atau buruk, kesenian tetap memiliki nilainya sendiri. Mereka mengamini ucapan tokoh seniman lereng Merbabu, Mbah Dargo, ”Kesenian iku nek apik ora iso ditiru, nek elek ora iso dicacat”.

KLG terbentuk tahun 2002 atas prakarsa budayawan Sutanto Mendut, pemilik Studio Mendut di Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang. Seniman yang tergabung di dalamnya berasal dari kawasan lereng lima gunung dan perbukitan yang masuk wilayah Kabupaten Magelang, yaitu Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, Andong, dan Perbukitan Menoreh.

Mereka mengamini ucapan tokoh seniman lereng Merbabu, Mbah Dargo, ”Kesenian iku nek apik ora iso ditiru, nek elek ora iso dicacat”.

Pada tahun yang sama, para seniman itu menggelar Festival Lima Gunung (FLG) I. Ketika itu, Sutanto, yang kerap bertandang ke dusun-dusun, mengajak kelompok-kelompok kesenian yang ada untuk bergabung menggelar pentas bersama.

Saat pertama kali diajak pentas, Supadi Haryanto yang  kini Ketua KLG  menganggap acara tersebut hanyalah tanggapan atau pentas biasa. Ia dan kelompok kuda lumpingnya hanya perlu datang, pentas, dapat makan dan uang penggantian transportasi, lalu pulang.

KOMPAS/ REGINA RUKMORINI
Tari tradisional jaran kepang papat dipentaskan pada hari ketiga penyelenggaraan Festival Lima Gunung XII di Dusun Mantran, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (30/6/2013). Festival Lima Gunung XII diselenggarakan selama tiga hari, 28-30 Juni 2013, dengan melibatkan sekitar 1.700 seniman.