Korowai, Meragu pada Sagu

Jauh terpencil di pedalaman rimba selatan Papua, masyarakat suku Korowai di Distrik Yaniruma, Kabupaten Boven Digoel, hidup bergelimang harta. Bukan setumpuk uang, rumah gedongan, atau mobil mewah. Harta mereka adalah alam yang memenuhi segala hajat hidup.

Menjelang siang, sekelompok warga Korowai tampak sibuk menokok pohon sagu yang baru saja ditebang di satu sudut hutan, Kamis (5/3/2020). Tiba-tiba Ndahi Dayo, tetua dusun setempat, memekik. ”Oi! Ular. Foto!” serunya memanggil Kompas yang sedang memotret aktivitas menokok sagu di sisi lain.

Ular di tangan pria berusia sekitar 60 tahun itu berwarna kuning kecoklatan dengan panjang sekitar 1 meter dan diameter kira-kira 3 sentimeter. Entah apa jenisnya. Ndahi lalu melilitkan binatang itu di kepalanya, seperti ikat kepala.

KOMPAS/AGUS SUSANTO
Aktivitas menokok sagu di Dusun Dayo, Distrik Yanimura, Kabupaten Boven Digoel, Papua, Kamis (5/3/2020). Perempuan Korowai menyiapkan alat pangkur pagu, nokel, dan pisau. Sedangkan, laki-laki membawa alat-alat untuk menebang dan membelah pohon sagu, seperti kapak batu atau linggis.

Sambil berpose, dia tersenyum, tak tampak sama sekali rasa takut. Satwa liar itu dibuatnya bak mainan saja. Warga lain pun hanya tertawa-tawa menyaksikan polah tingkahnya.

Setelah aksi tadi, Ndahi melepaskan sang ular yang segera melesat ke semak-semak. Kesibukan menokok sagu pun kembali berlanjut, seperti tak terjadi apa-apa.

”Ah, itu tidak beracun. Biasa ketemu di sela-sela pelepah sagu,” ujar salah satu warga. Entah betul atau hanya upaya untuk menenangkan hati tamunya.

Terlepas dari itu, kejadian tersebut menyibak gambaran betapa akrabnya orang Korowai dengan hutan beserta segala isinya. Alam dianggap sebagai ”ibu” oleh mereka yang telah mendiami hutan tropis berawa ini selama ribuan tahun.