Kuliner NTT yang Bukan Cuma Se’i

Daging asap se’i memang sedang populer. Masakan itu digemari di mana-mana hingga ke wilayah yang jauh dari daerah asalnya, Nusa Tenggara Timur. Banyak warung atau restoran dibuka dengan menu utama se’i, tidak ketinggalan sambal lu’at-nya.

Namun, sebenarnya kehidupan masyarakat setempat akrab juga dengan makanan berbasis nabati. Ini karena semua tanaman yang tumbuh di sekitar dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan pangan mereka.

Saat mengikuti perjalanan mengeksplorasi resep-resep tradisional khas NTT bersama Tim Pusaka Rasa Nusantara dari Yayasan Nusa Gastronomi Indonesia, pada 15-26 Juni 2023, hidangan berbasis nabatilah yang justru lebih banyak dijumpai.

Ini bagai menemukan harta karun yang sangat berharga karena hampir semua resep nabati yang dicicipi terasa lezat dan berkesan di lidah. Padahal, bahan-bahan yang digunakan tergolong sederhana.

lPemandangan alam di Desa Ajaobaki. Sejauh mata memandang terlihat banyak tanaman pangan yang tumbuh subur di pekarangan rumah.Mayoritas masakan dari dedaunan atau umbi yang dipetik langsung dari kebun, sesaat sebelum dimasak atau masih pada hari yang sama. Protein hewani lebih banyak dikonsumsi saat perayaan adat atau acara syukuran.

Bisa dikatakan hidangan nabati amat mendaging dalam kehidupan keseharian masyarakat. Seperti terlihat Jumat (16/6/2023) siang di dapur Mariana Kase Pinat (47), warga Desa Ajaobaki, Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Ada sejumlah menu yang telah disiapkan untuk makan siang, yakni jagung bose, rampu rampe, perkedel jantung pisang, lu’at tomat, lu’at asam fermentasi, dan ayam kuah lurus.

Rampu rampe adalah sayur tumis yang terbuat dari campuran bunga pepaya, kangkung, dan wortel. Bumbu yang digunakan cukup simpel, yakni bawang putih, bawang merah, dan garam. Bunga pepaya memiliki rasa yang agak sepet. Untuk menghilangkan rasa pahitnya, bunga direndam sebentar dengan air garam.