Tanggal 15 Januari, lima puluh lima tahun lalu, berkecamuk pertempuran Laut Aru. Armada kapal dan pesawat milik Belanda menyerang Kapal RI Matjan Tutul (nomor lambung 650), RI Matjan Kumbang (653), dan RI Harimau (654) milik Indonesia. Dalam pertempuran itu, KRI Matjan Tutul akhirnya tenggelam bersama Komodor Yos Sudarso dan sejumlah awak kapal lainnya.
Kekalahan Yos Sudarso kiranya sudah dapat diprediksi dari awal. Persenjataan armada laut Indonesia jelas lebih lemah dibandingkan armada laut Belanda. Apalagi, tiga kapal perang Indonesia itu juga harus menghadapi serangan udara pesawat-pesawat Belanda.
Namun, ketika itu Yos Sudarso berbekal perintah untuk membebaskan Irian Barat. Tentu saja, perintah itu tidak sebatas penguasaan terhadap daratan Irian Barat, tetapi juga perairan Irian Barat. Dan, sejak dulu, sejak zaman kerajaan-kerajaan, bangsa ini tak hanya menguasai daratan, tetapi juga lautan.
Kisah Yos Sudarso, yang diperingati sebagai Hari Dharma Samudera, seharusnya menginspirasi kita bahwa bangsa ini juga bangsa maritim. Lautan yang luas merupakan bagian dari negeri kita sehingga harus dijaga, bahkan dikelola, sehingga mendatangkan manfaat bagi anak negeri.
Dengan 70 persen wilayah berupa laut dan lebih dari 17.000 pulau, tidak ada alasan bagi Indonesia untuk tidak menitikberatkan perhatian pada lautan. Sudah terlalu lama bagi negeri ini fokus di urusan daratan.
Untung saja, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla punya keberpihakan besar terhadap maritim. Selasa (22/7/2014) silam, Jokowi dan JK bahkan menyampaikan pidato kemenangan dalam Pemilihan Presiden 2014 di atas sebuah kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara.
Pidato Presiden Jokowi saat pelantikan di Gedung MPR juga mengundang perhatian dunia. Laman Sydney Morning Herald, Senin (20/10/2014), membahas pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo di MPR yang akan menjadikan Indonesia kekuatan maritim.
Sebelumnya, dalam wawancara dengan Fairfax Media, perusahaan induk SMH, Jokowi mengatakan, Indonesia akan memperkuat kedaulatan maritim dan menyinggung pelanggaran perbatasan yang dilakukan kapal Angkatan Laut Australia saat mengirim kembali imigran ilegal ke perairan Indonesia.
Komitmen Presiden Jokowi terhadap dunia maritim juga disampaikan kepada komunitas internasional. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi Ke-9 East Asia Summit tanggal 13 November 2014 di Naypyidaw, Myanmar, Presiden Jokowi menegaskan konsep Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
"Satu per satu kapal nelayan ilegal, terutama kapal nelayan asing, ditenggelamkan ke dasar samudra"
Konsep tersebut akan diwujudkan melalui lima hal, yakni membangun kembali budaya maritim Indonesia; menjaga sumber daya laut dan menciptakan kedaulatan pangan laut; memberi prioritas pada pembangunan infrastruktur dan konektivitas maritim; menerapkan diplomasi maritim; serta membangun kekuatan maritim sebagai bentuk tanggung jawab menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritim.
Sebelum era Jokowi, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebenarnya pernah membentuk Dewan Maritim Indonesia. Pembentukan Dewan Maritim Indonesia berdasarkan Keppres Nomor 161 Tahun 1999, dengan diketuai langsung oleh presiden. Sementara itu, ketua harian yang juga merangkap anggota adalah Menteri Negara Eksplorasi Laut Sarwono Kusumaatmadja.
Meski demikian, harus diakui keberpihakan pemerintahan Jokowi terhadap kelautan benar-benar dahsyat. Yang tidak kalah garang adalah tampilnya Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Satu per satu kapal nelayan ilegal, terutama kapal nelayan asing, ditenggelamkan ke dasar samudra.
Senin (22/2/2016) pagi, Menteri Susi secara simbolis memimpin penenggelaman 31 kapal ikan ilegal. Sebelumnya, sepanjang Oktober 2014-Desember 2015, pemerintah menenggelamkan 121 kapal ilegal yang terdiri dari 12 kapal asal Malaysia, 36 kapal asal Filipina, 1 kapal asal Tiongkok, dan 21 kapal asal Thailand. Selain itu, turut ditenggelamkan 39 kapal asal Vietnam, 2 kapal asal Papua Niugini, dan 10 kapal Indonesia.
”Komitmen pemerintah menjadikan Indonesia sebagai kekuatan Poros Maritim Dunia butuh ketegasan dalam pemberantasan perikanan ilegal,” kata Menteri Susi yang mengaku diberi arahan oleh Presiden Joko Widodo untuk memberikan efek jera kepada pelaku perikanan ilegal.