Wartawan harian Kompas menyusuri Jalan Tol Trans-Jawa dari Jakarta hingga Surabaya selama lima hari, Senin-Jumat (13-17/12/2021). Perjalanan sejauh lebih dari 2.000 kilometer pergi pulang tersebut menunjukkan terjadinya berbagai peningkatan di ruas tol terpanjang di Indonesia saat ini itu.
Kondisi jalan secara umum bagus dan mulus. Hanya di beberapa tempat di ruas Cikopo-Palimanan (Cipali) ditemukan kegiatan perbaikan jalan, mulai dari yang ringan hingga perbaikan berat dengan mengupas lapisan beton jalan tol.
Selain itu, terlihat sejumlah proyek pembangunan simpang susun atau jalur keluar-masuk baru di sejumlah tempat. Pada titik Kilometer 152+200, misalnya, tengah dikerjakan simpang susun yang akan menghubungkan ruas Cipali dengan jalan tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu). Simpang susun ini sangat penting karena akan mempercepat perjalanan dari Bandung menuju Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati di Kabupaten Majalengka.
Sementara di Kilometer 373 di kawasan Batang, Jawa Tengah, tengah dibangun simpang susun menuju Kawasan Industri Terpadu Batang. Pembangunan simpang susun baru juga terlihat di ruas Surabaya-Mojokerto. Simpang susun Wringinanom ini akan menghubungkan ruas tol Surabaya-Mojokerto dengan ruas tol Krian-Legundi-Bunder-Manyar.
Keberadaan proyek-proyek ini sedikit memakan ruang di bahu jalan sehingga pengendara perlu lebih waspada dan berhati-hati saat melintasi lokasi proyek tersebut.
Keberadaan tempat istirahat juga bertambah dibandingkan saat pembukaan jalan tol ini pada 2018. Fasilitas di tempat-tempat istirahat itu juga cukup lengkap. Dulu tempat istirahat hanya dilengkapi fasilitas toilet umum, SPBU, dan sejumlah warung makan. Kini di beberapa tempat istirahat kelas A sudah dilengkapi restoran dan gerai kopi terkenal, factory outlet, bahkan stasiun pengisian kendaraan listrik untuk umum (SPKLU).
Menurut aplikasi PLN Mobile, ada 8 tempat istirahat yang dilengkapi SPKLU kendaraan listrik, masing-masing empat titik di arah Surabaya (di Kilometer 207A, Kilometer 379A, Kilometer 519 A, dan Kilometer 626A) dan arah Jakarta (Kilometer 207B, Kilometer 389B, Kilometer 519B, dan Kilometer 626B). Dengan keberadaan SPKLU tersebut, pengguna mobil listrik tak perlu lagi khawatir kehabisan daya baterai di tengah jalan dalam perjalanan jauh.
Meski demikian, jarak antara SPBU berfasilitas lengkap tersebut di beberapa ruas masih terasa kurang. Di ruas Cirebon-Semarang, misalnya, tempat istirahat di Kilometer 228+200 adalah tempat istirahat terakhir yang dilengkapi SPBU sebelum ada lagi di Kilometer 379. Jadi, dengan jarak lebih dari 150 kilometer, tak ada SPBU yang bisa ditemukan di jalan tol. Pengemudi yang perlu mengisi bensin di antara dua tempat istirahat itu harus keluar dulu dari tol untuk mencari SPBU di kota terdekat, misalnya Tegal.
Kondisi jalan yang berlubang juga masih ditemukan meski tak terlalu banyak. Dalam penelusuran kali ini, lubang-lubang mulai ditemukan di titik Kilometer 267B arah Jakarta dan terlihat ada sejumlah perbaikan tengah dilakukan hingga Kilometer 262B.
Saat hujan deras di sekitar Kilometer 600B di kawasan Madiun, Jawa Timur, genangan air ditemukan di bagian kanan jalan. Pengendara perlu ekstra hati-hati dengan genangan ini karena berisiko menyebabkan aquaplanning yang membuat mobil tak bisa dikendalikan.
Kepala Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit mengakui, kualitas jalan dan kualitas layanan di Jalan Tol Trans-Jawa masih dikeluhkan banyak warga. Salah satu persoalan ialah banyaknya lubang genangan air pada musim hujan. ”Semakin banyak jalan tol, ekspektasi masyarakat (untuk kualitas) kian tinggi. Kami memahami hal itu,” ujarnya.
Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) selaku pengelola jalan tol terus didorong untuk mewujudkan pelayanan jalan tol sesuai dengan standar pelayanan minimum (SPM), termasuk di antaranya tidak ada lubang sepanjang waktu.
Namun, kerap terjadi, kondisi jalan bagus hanya terjadi saat akan ada penyesuaian tarif tol. Oleh karena itu, evaluasi terhadap kelayakan kondisi jalan bakal dilakukan reguler setiap enam bulan dalam kurun dua tahun sebelum mendapatkan penyesuaian tarif tol.
”Jalan ketika sudah bagus baru dilaporkan dan kami survei bagus. Sekarang (pola) ini tidak bisa lagi. Rapor (jalan) harus bagus selama empat semester, baru bisa mendapatkan penyesuaian tarif. Kalau hanya semester ke-4 yang bagus, kami berencana memberi penalti berupa penundaan penyesuaian tarif,” katanya.
Pada tahun 2022, pihaknya berencana melakukan audit menyeluruh mengenai kualitas jalan serta aspek keselamatan. Sedang disusun pula pedoman audit dan pengukuran teknis SPM sehingga mulai tahun 2022 kualitas jalan bisa lebih terjaga dengan panduan yang baik. Sertifikasi juga akan dilakukan untuk posisi manajer pemeliharaan BUJT.
Faktor keselamatan
Danang menambahkan, unsur keselamatan sangat penting dan merupakan syarat utama perjalanan. Menurut dia, aspek keselamatan di jalan tol tergolong paling baik dibandingkan di seluruh jalan di Indonesia.
Selama Januari-Oktober 2021, jumlah kecelakaan di jalan tol tercatat 1.304 kasus. Diperkirakan, sampai Desember 2021, ekstrapolasi kecelakaan kurang dari 1.500 kasus. Jumlah kasus kecelakaan itu menurun dibandingkan tahun 2020 sejumlah 2.528 kasus, dan tahun 2019 sebesar 2.626 kasus.
Sementara itu, tingkat fatalitas atau kematian akibat kecelakaan di jalan tol pada Januari-Oktober 2021 mencapai 0,061 korban meninggal akibat kecelakaan (per 100 juta kendaraan/kilometer). Tahun 2020, tingkat fatalitas (FR) adalah 0,105, dan tahun 2019 sebesar 0,12. Penurunan jumlah korban dinilai sejalan dengan penerapan teknologi di jalan tol untuk menekan FR.
”Kami lebih mengutamakan upaya mengurangi kecelakaan dan mengurangi kematian dibandingkan upaya meningkatkan kecepatan perjalanan di jalan tol. Orang selamat lebih penting daripada cepat sampai tujuan,” katanya.
Selama ini, faktor penyebab kecelakaan tertinggi ialah pengemudi (87 persen), di samping faktor kendaraan (12,5 persen) dan infrastruktur (0,5 persen). Kecelakaan yang diakibatkan pengemudi antara lain kurang antisipasi dan lengah, tidak menjaga jarak aman akibat kecepatan terlalu tinggi.
Kecelakaan yang disebabkan kendaraan antara lain kegagalan rem atau kemudi, ban pecah, lampu depan kurang memadai, dan kelebihan beban. Adapun kecelakaan infrastruktur disebabkan kondisi jalan berlubang atau rusak.
Pihaknya terus mendorong pemahaman masyarakat untuk menggunakan jalan tol sesuai dengan tingkat kecepatan kendaraan yang didesain, yakni 60-100 kilometer per jam. Semakin tinggi kecepatan, risiko kecelakaan semakin tinggi,
Tahun ini, BPJT bekerja sama dengan Badan SAR Nasional juga melakukan uji coba evakuasi sistem medis lewat udara di Jalan Tol Trans-Jawa. Uji coba dilakukan di ruas jalan tol layang MBZ dan Jagorawi.
Tahun 2022, uji coba akan berlanjut di Jalan Tol Trans- Jawa. Tol Trans-Jawa telah didesain memiliki tiga lokasi helipad untuk evakuasi udara, yakni di Semarang, Jakarta-Cikampek, dan Surabaya.
”Kami arahkan (evakuasi lewat udara) ini dapat dijadikan standar penanganan korban di jalan tol supaya tingkat fatalitas bisa ditekan,” ujar Danang.