Di masa pandemi, setiap kali libur panjang usai, akan diikuti kenaikan kasus Covid-19. Semakin panjang hari libur, semakin tinggi pula kenaikan kasusnya, termasuk angka kematiannya. Benarkah libur panjang penyebabnya?
Tim “jurnalisme data” Kompas menganalisis lima periode libur panjang, sejak 2020 hingga Lebaran 2021, terkait kasus positif dan kematian akibat Covid-19, mobilitas warga, ketersediaan tempat tidur di rumah sakit, hingga cakupan vaksin. Laporan lengkap akan disajikan dalam Tutur Visual edisi 18 Juni 2021.
Mengutip laman Covid-19 pada awal Mei 2021, libur panjang mendongkrak peningkatan kasus lebih dari 100 persen, seperti libur Lebaran 2020, Hari Kemerdekaan yang bersambung dengan peringatan 1 Muharam (2020), libur Maulid Nabi Muhammad SAW (2020), Natal (2020) dan Tahun Baru 2021, serta Lebaran 2021.
Pengamatan Kompas, semakin panjang hari libur, angka harian kasus positif Covid-19 semakin tinggi. Sebagai gambaran, setelah lima hari periode libur Maulid Nabi, akumulasi kasus mingguan setelah masa inkubasi lebih tinggi 2.679 kasus dibandingkan kasus mingguan sebelum liburan. Demikian pula dengan libur Natal-Tahun Baru selama 10 hari, yang menghasilkan 32.742 kasus lebih banyak dibandingkan kasus mingguan sebelum liburan.
Tren ini berulang setiap kali libur panjang datang dan akan mencapai puncaknya 4-6 minggu setelah liburan. Setelah itu, angka kasus harian menurun, tetapi hanya sekitar 50 persen dari angka kenaikannya.
Mengapa selalu terjadi lonjakan kasus pascaliburan panjang?
Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 Sonny B Harmadi dalam diskusi ”Terus Kencangkan Protokol Kesehatan-KPCPEN” pertengahan Mei lalu mengatakan, saat libur panjang, mobilitas warga cenderung naik.
Peningkatan pergerakan warga di luar rumah selama periode liburan terekam juga oleh Laporan Mobilitas Google. Lokasi yang paling banyak dikunjungi adalah taman atau tempat terbuka, pasar/toko, dan tempat rekreasi, termasuk pusat perbelanjaan (mal).
Sayangnya, peningkatan mobilitas diikuti menurunnya tingkat kepatuhan, khususnya dalam menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Akibatnya, kenaikan kasus tak terhindarkan.
Data Monitoring Protokol Kesehatan Gugus Tugas (Gustu) Covid-19 menunjukkan, pada periode libur akhir tahun 2020, persentase penggunaan masker sebesar 55 persen, bahkan menjaga jarak hanya 39 persen. Angka ini terendah selama pengukuran tingkat kepatuhan 2020.
Libur Picu Mobilitas
Pola kenaikan kasus Covid-19 secara nasional juga terlihat di 34 provinsi. Kasus harian terus naik hingga mencapai puncaknya di akhir Januari 2021. Pada periode Februari-Maret berangsur-angsur menurun hingga mencapai angka yang sama dengan periode November 2020.
Perlu diwaspadai beberapa provinsi yang mengalami tren kenaikan periode April-Mei sebelum Lebaran 2021, di antaranya, Aceh, Kepulauan Riau, Riau, Nusa Tenggara Barat, Bengkulu, Jambi, Kalimantan Barat, dan Sumatera Barat. Dikhawatirkan kenaikan kasus di sejumlah provinsi tadi akan terus meningkat pascalibur Lebaran.
Tren Kenaikan Kasus
Libur panjang mendorong peningkatan kegiatan di luar rumah. Cuti bersama atau long weekend yang membuat libur lebih panjang, dimanfaatkan masyarakat untuk berwisata di dalam ataupun luar kota. Tak jarang, momen libur panjang juga dimanfaatkan untuk mudik ke kampung halaman, seperti saat Lebaran. Berikut lima periode libur panjang yang mendorong mobilitas warga.
1. Libur Hari Kemerdekaan dan Tahun Baru Hijriyah
Libur Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2020 yang bersambung dengan cuti bersama dan libur 1 Muharam (20-21 Agustus) menjadi periode libur terlama setelah penerapan adaptasi kebiasaan baru pada bulan Juni. Total hari libur sembilan hari, termasuk libur akhir pekan dan jika mengambil cuti pada 18-19 Agustus.
Saat itu, kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa daerah telah dicabut. Hanya tersisa di DKI Jakarta dan Banten. Pemerintah pusat juga tidak mengeluarkan kebijakan pembatasan kegiatan untuk libur panjang saat itu.
Peningkatan mobilitas ke luar rumah linier dengan peningkatan kasus positif Covid-19.
Laporan Mobilitas Google mencatat adanya peningkatan aktivitas di luar rumah, seperti ke taman pada 17 Agustus (naik 32 persen) dan 20 Agustus (18 persen) serta ke pasar dan tempat rekreasi pada 19 dan 20 Agustus (4 persen).
Peningkatan mobilitas ke luar rumah linier dengan peningkatan kasus positif Covid-19. Setelah masa inkubasi 2-14 hari, terjadi kenaikan kasus hingga 40 persen atau bertambah 9.432 kasus. Terdapat tiga provinsi dengan kenaikan kasus Covid-19 tertinggi, yakni DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Riau.
2. Libur Maulid Nabi Muhammad SAW
Libur panjang pada Oktober 2020 menjadi periode libur panjang kedua setelah aturan new normal. Pemerintah menetapkan cuti bersama selama tiga hari (28-30 Oktober) dan jika disambung dengan libur akhir pekan menjadi lima hari.
Pemerintah tidak menerapkan aturan khusus untuk pembatasan kegiatan. Hanya saja melalui Satgas Gustu Covid-19, pemerintah mengimbau masyarakat di zona merah tidak melakukan mobilitas ke luar kota selain tetap disiplin menjaga protokol kesehatan.
Pergerakan di rumah pada periode libur Maulid menurun. Laporan Mobilitas Google menunjukkan angka 10,3 persen. Sebaliknya, terjadi peningkatan di luar rumah, seperti di taman 11,6 persen dan di pasar 4,6 persen.
Peningkatan mobilitas di luar rumah berdampak pada peningkatan kasus. Kasus mingguan pascaliburan meningkat 9 persen meski tidak setinggi liburan sebelumnya. Kenaikan kasus juga terjadi di beberapa provinsi, seperti Jawa Tengah, DKI Jakarta, Yogyakarta, dan Sulawesi Utara.
3. Libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021
Libur akhir tahun 2020 merupakan yang terpanjang, yakni 10 hari. Pemerintah mengantisipasi kenaikan kasus dengan membatalkan cuti bersama 28-30 Desember yang semula pengganti libur Lebaran.
Hanya saja, kebijakan yang dikeluarkan bukan berupa pelarangan, melainkan hanya pengetatan mobilitas melalui syarat tes usap (swab) antigen atau PCR ”nonreaktif” khusus untuk perjalanan ke Bali.
Aturan pengetatan tersebut ternyata tidak berhasil membendung lonjakan kasus pascaliburan. Akumulasi kasus mingguan pascamasa inkubasi bertambah 32.742 kasus. Angka ini terbesar dibandingkan kenaikan pada periode liburan sebelumnya.
Periode libur yang panjang memicu masyarakat berkegiatan di luar rumah, baik di dalam maupun luar kota. Terlihat dari grafik Tingkat Mobilitas Masyarakat, pergerakan mulai naik di lokasi taman, pasar, dan obyek wisata.
DKI Jakarta tercatat sebagai provinsi dengan angka kenaikan kasus tertinggi pascaliburan, yakni 9.384 kasus. Disusul Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan pertambahan kasus mingguan masing-masing 7.266 dan 7.148 kasus.
4. Libur Lebaran 2020
Untuk menekan potensi kenaikan kasus Covid-19 pada masa Lebaran, pemerintah menerapkan kebijakan larangan mudik. Aktivitas mudik berpotensi menciptakan kerumunan warga dan membuat orang sulit menjaga protokol kesehatan, seperti menjaga jarak dan memakai masker.
Tradisi mudik muncul karena masih adanya keterikatan warga dengan daerah asalnya. Masyarakat bermigrasi ke luar daerah asal karena transmigrasi, urbanisasi, ataupun alasan pekerjaan. Tidak sedikit warga menetap di provinsi yang berbeda dengan tempat kelahirannya.
Menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2019 oleh Badan Pusat Statistik, sebanyak 29,8 juta jiwa atau setara 11,1 persen dari total penduduk Indonesia menjadi migran seumur hidup.
Provinsi dengan persentase migran terbanyak adalah Jawa Barat sebesar 5,7 juta jiwa atau 19,1 persen dari total migran. Disusul DKI Jakarta (12,6 persen), Banten (9,7 persen), Riau (6,7 persen), dan Lampung (4,7 persen).
Sementara provinsi tujuan mudik terbanyak adalah Jawa Tengah (6,9 juta jiwa), Jawa Timur (3,7 juta jiwa), DKI Jakarta (3 juta jiwa), dan Jawa Barat (2,4 juta jiwa). Di luar Pulau Jawa, Sulawesi Selatan menjadi tujuan mudik terbanyak (1,3 juta orang).
Lonjakan kasus
Pada Lebaran 2020, larangan mudik yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25 Tahun 2020 diterapkan bagi pengguna transportasi darat, kereta api, laut, dan udara. Selama 24 April hingga 31 Mei 2020, warga dilarang keluar/masuk wilayah PSBB, zona merah, dan aglomerasi dengan PSBB.
Namun, meski larangan telah diberlakukan, kasus Covid-19 pascalibur Lebaran tetap meningkat. Catatan laman Covid19.go.id, terjadi kenaikan sebanyak 2.523 kasus (54,1 persen) selama satu minggu sesudah Lebaran dibandingkan seminggu sebelum Lebaran.
Kompas membandingkan periode pasca liburan (H+15 sampai dengan H+21) dengan periode sebelum liburan (H-1 sampai dengan H-7). Periode H+15 sampai H+21 dipilih dengan tujuan mempertimbangkan masa inkubasi virus SARS-CoV-2 yang dapat mencapai 14 hari.
Lonjakan tertinggi terjadi di Sulawesi Selatan sebanyak 570 kasus, Jawa Tengah 386 kasus, Kalimantan Selatan 382 kasus, DKI Jakarta 337 kasus, dan Jawa Timur 245 kasus.
5. Libur Lebaran 2021
Larangan mudik kembali diberlakukan selama Lebaran 2021. Berdasarkan SE Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021, pengetatan diberlakukan 22 April hingga 24 Mei 2021.
Dalam rentang waktu tersebut, larangan mudik dengan sanksi tegas diterapkan 6-17 Mei 2021. Secara teknis, kebijakan pengetatan semestinya diikuti penyekatan untuk mengecek penumpang mobil pribadi, apakah memiliki surat hasil tes swab antigen.
Sayangnya, menurut pakar transportasi Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, implementasi kebijakan penyekatan kurang serius. ”Intinya, kalau tidak dijaga 24 jam ya percuma. Jumlah SDM yang menjaga kalah sama yang mudik,” kata Djoko.
Selain itu, pemudik tetap bisa bergerak sebelum penyekatan diterapkan, seperti dikatakan pakar biostatistik Universitas Indonesia, Iwan Ariawan.
Inilah yang membuat kenaikan kasus pascalibur Lebaran 2021 tidak terelakkan. Hingga tiga minggu pasca-Lebaran, terjadi peningkatan 3.704 kasus (10,1 persen) dibandingkan kasus mingguan sebelum hari H. Ada lima provinsi dengan kenaikan kasus tertinggi, yakni Jateng 3.225 kasus, Kepulauan Riau 899 kasus, NTB 914 kasus, Aceh 641 kasus, dan DI Yogyakarta 215 kasus.
Dengan pola kasus pascalibur panjang, dikhawatirkan setelah libur Lebaran ini, fasilitas kesehatan akan kewalahan karena peningkatan kasus Covid-19 yang berujung pada peningkatan keterpakaian tempat tidur.
Kekhawatiran berikutnya adalah terjadinya kenaikan angka kematian akibat Covid-19. Vaksinasi yang diharapkan dapat mengerem laju angka kematian belum dapat diandalkan karena angka cakupan yang masih rendah. Langkah antisipasi menghadapi lonjakan kasus diperlukan, yang mencakup ketersediaan tempat tidur, obat-obatan, dan tenaga kesehatan.