Lima Kasus Pembunuhan yang Menggemparkan di Tahun 2023

Kasus pembunuhan yang dilakukan Slamet Tohari (45), orang yang mengaku sebagai dukun pengganda uang di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, mengejutkan banyak pihak. Jumlah korban yang diduga dibunuh oleh Slamet mencapai belasan orang. Jenazah para korban itu ditemukan terkubur di lahan perkebunan di Desa Balun, Kecamatan Wanayasa, Banjarnegara.

Pembunuhan di Banjarnegara ini adalah salah satu kasus kriminalitas paling menggemparkan tahun ini. Ada pembunuhan berantai yang melibatkan komplotan penipu yang menyasar para perempuan pekerja migran, pembunuhan karena terjerat pinjaman daring, dan sejumah kasus lainnya. Berikut adalah lima kasus pembunuhan keji yang terungkap hingga April 2023 ini.

Terungkapnya kasus ini berawal dari laporan hilangnya korban Paryanto (53), laki-laki asal Sukabumi, Jawa Barat. Korban sempat mengirim pesan kepada anaknya tentang keberadaannya di rumah Slamet Tohari. Menindaklanjuti informasi dalam pesan itu, polisi menemukan jenazah korban yang dibunuh Slamet dengan cara diracun dan sudah dikubur di kebun.

Dari situ ditemukan pula 11 korban lain yang sebelumnya dibunuh Slamet. Total ada 12 korban yang dibunuhnya. Sebanyak 10 jenazah yang diduga korban pembunuhan Slamet ditemukan pada Senin (3/4/2023) setelah polisi dan relawan melakukan penggalian. Sementara itu, satu orang korban lain yang berasal dari Sukabumi, Jawa Barat, telah ditemukan lebih dulu.

Tersangka Slamet Tohari mengaku sebagai dukun pengganda uang dan mempromosikan dirinya di media sosial Facebook lewat bantuan Budi Santoso (33).

Tersangka Slamet Tohari mengaku sebagai dukun pengganda uang dan mempromosikan dirinya di media sosial Facebook lewat bantuan Budi Santoso (33). Korban antara lain dijanjikan bisa mendapatkan penggandaan uang hingga miliaran rupiah.

Para korban yang terus menagih kemudian dibunuh dengan cara diracun lewat minuman yang dicampur potas. Korban lalu dikuburkan di kebun singkong milik tersangka yang terletak di areal perkebunan yang jaraknya sekitar 2 kilometer dari permukiman warga. Dari pusat kota Banjarnegara, jarak lokasi pembunuhan itu sekitar 31 kilometer yang bisa ditempuh dalam waktu 1 jam.

Kompas/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Slamet Tohari (tengah) digelandang jajaran Polres Banjarnegara di kebun singkong tempat dikuburkannya 12 korban yang dibunuhnya dalam kasus penggandaan uang di Desa Balun, Wanayasa, Banjarnegara, Jawa Tengah, Selasa (4/4/2023).

Berdasar hasil penyidikan, salah seorang korban dipastikan meninggal akibat mengonsumsi potasium sianida. Korban diberi serbuk obat yang mengandung zat beracun itu dalam ritual yang dijalankan sang dukun. Korban yang meninggal akibat mengonsumsi potasium sianida itu adalah Paryanto (53), warga Sukabumi, Jawa Barat. Dari hasil pemeriksaan kepolisian, didapati dua obat jenis clonidine serta potas atau potasium sianida.

Potas berupa serbuk, sedangkan clonidine berwujud pil. Keduanya digunakan Slamet ketika melancarkan aksi kejinya lewat sebuah ritual yang dilakukan di kebun dekat lokasi penguburan korban.

”Jadi, sebelum korban itu dikasih minuman (potasium) sianida, dia (korban) dites pakai clonidine. Kalau mengantuk, berarti ritualnya gagal. Kalau tidak mengantuk, baru dikasih (potasium) sianida. Itu dari hasil penyidikan,” kata Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi dalam jumpa pers, Kamis (6/4/2023), di Kota Surakarta, Jateng.

Kandungan racun itu dibuktikan setelah pemeriksaan toksikologi pada sejumlah organ vital Paryanto. Hasil uji laboratorium menunjukkan organ-organ, seperti lambung, ginjal, paru-paru, otak besar dan kecil, hati, cairan darah, hingga cairan rongga mulut, dinyatakan positif mengandung potasium sianida.

Luthfi sebelumnya menyampaikan, para korban antara lain dijanjikan penggandaan uang. Misalnya ada yang menyetor Rp 50 juta dijanjikan akan digandakan menjadi Rp 6 miliar.

”Padahal dia tipu-tipu itu dukun. Begitu ditagih, dia gelap mata dengan modus operandi seperti itu. Begitu ditagih, kepepet, diundang, diajak ke rumahnya, kemudian dikasih minuman dengan janji apabila Anda kuat, nanti uangnya akan digandakan. Padahal, begitu minum, dia lemas, lalu dikubur,” tuturnya.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Banjarnegara Ajun Komisaris Bintoro Thio menyampaikan, dalam aksinya, tersangka Slamet terus merayu korban selama korban masih memiliki uang. Ia terus memberikan iming-iming untuk melipatgandakan uang korban. Namun, ketika uang habis dan korban mulai curiga lalu menagih, maka korban akan dibunuh.

”Dia (Slamet) selama korban masih punya duit, maka ditarik-ulur, tarik-ulur. Kalau sudah akhir dan korban sadar ditipu, tersangka mulai khawatir (lalu direncanakan membunuh),” kata Bintoro.

Sebelumnya, Ahmad Hidayat (28) dari Palembang menyampaikan, Mulyadi (46), sang kakak yang sehari-hari bekerja sebagai developer bangunan dan perumahan, hilang sejak Oktober 2021. Sang kakak sempat mengirimkan lokasinya lewat aplikasi Whatsapp kemudian seminggu setelah itu hilang.

Hidayat berharap, pelaku dihukum seberat-beratnya. ”Kalau bisa hukumannya seumur hidup atau hukuman mati karena korbannya banyak,” kata Hidayat saat menghadiri pemakaman para korban di tempat pemakaman umum Desa Balun, Selasa siang.

Kepala Kepolisian Resor Banjarnegara Ajun Komisaris Besar Hendri Yulianto di Desa Balun, Kecamatan Wanayasa, Banjarnegara, Jawa Tengah, Selasa (4/4/2023) mengatakan, dari hasil interogasi, tersangka membunuh para korbannya ini sejak 2020. ”Rata-rata mereka ini berdua, suami-istri,” ujar Hendri.

Hendri juga mencoba bertanya kepada tersangka, bagaimana perasaannya setelah membunuh sedemikan banyak korban. ”Sudah tidak tega sama sekali. Sudahlah, intinya saya menerima menjalani hukuman. Intinya yang sudah, sudah, enggak akan berulang lagi,” ujar Slamet Tohari di depan wartawan.

Seneh (49), istri dari Slamet Tohari, menikah dengan Tohari selama 25 tahun dan dikaruniai dua anak. Namun, ia mengaku tidak tahu-menahu apa saja yang dilakukan suaminya terkait penggandaan uang.

”Pekerjaan bapak itu serabutan, lah. Tidak jelas. Saya tidak tahu (dukun) itu. Memang ada tamu berkunjung, tapi kalau sudah saya buatkan minum, lalu mengobrol dengan bapak,” kata Seneh saat ditemui di rumahnya di RT 017 RW 004.

KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Sebanyak 9 dari 12 jenazah korban pembunuhan Slamet Tohari alias dukun gadungan pengganda uang dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Desa Balun, Wanayasa, Banjarnegara, Jawa Tengah, Selasa (4/4/2023).

Di rumah yang berdinding beton serta memiliki dua tingkat itu, terdapat satu bangunan berukuran 2 meter x 3 meter di sisi depannya. Bangunan bercat biru dan putih ini, menurut Seneh, biasa dipakai suaminya untuk berbincang dengan tamunya. ”Di sana paling sebentar, lalu kembali lagi ke ruang tamu untuk mengobrol,” katanya.

Seneh mengaku, setahun terakhir, suaminya jarang pulang karena diduga selingkuh dengan perempuan lain. Menurut Seneh, dirinya juga kadang kala mengalami kekerasan dari suaminya. ”Ya, cuma malu wong suaminya jadi pembunuh, tapi ya malu-malu bagaimana karena saya sendiri memang kurang tahu bagaimananya,” papar Seneh.

Maman (55), tetangga pelaku yang sudah tinggal di Desa Balun belasan tahun, juga mengenal Slamet Tohari sebagai sosok yang murah hati atau dalam bahasa Jawa dikenal nyah-nyoh (mudah memberi sesuatu). Bahkan kepada sesama temannya yang suka minuman beralkohol atau karaoke, Tohari sesekali mentraktirnya. ”Yang suka minum ya dikasih minum. Pernah juga menanggap lengger, dia yang ngebosin,” kata Maman. Ia juga menyebutkan bahwa Tohari sering berganti mobil.

Ketika ditanya mengenai pekerjaan Slamet Tohari, warga menyebutkan memang banyak tamu dari luar kota yang menyebutnya sebagai dukun pengganda uang. Kepada tamu tersebut, warga menyebutnya sebagai pasien Mbah Slamet. Meski demikian, warga sekitar justru tidak memercayai sama sekali kemampuan Slamet untuk menggandakan uang itu.

”Kalau soal menipu uang, sudah dengar dari dulu, tapi kami tidak bisa apa-apa. Kami kaget kalau ada kasus pembunuhan,” kata Mahmudin.

Hal itu sejalan dengan keterangan Kepala Kepolisian Resor Banjarnegara Ajun Komisaris Besar Hendri Yulianto yang mengatakan, Slamet Tohari pernah menjadi residivis kasus uang palsu di Pekalongan pada 2019. Namun, Hendri tidak menyampaikan berapa nominal uang palsu yang ditemukan.

Maman mengisahkan pula bahwa pernah ada tamu yang datang ke desa itu untuk menagih janji Mbah Slamet, tapi tidak juga membuahkan hasil. Ada juga yang pernah cerita mau dibunuh. ”Ada tamu dari Blora nangis-nangis. Juga ada tamu dua orang cerita bahwa mau dibunuh Tohari. Mereka kehabisan uang dan minta tolong diantar pulang dan nanti dibayar kalau sudah sampai rumah,” katanya.

Atas kasus yang menggemparkan ini, Camat Wanasaya Sri Wahjuni menyampaikan, pihaknya akan berkoordinasi dengan para perangkat desa untuk lebih hati-hati terhadap adanya orang luar yang berkunjung ke desa.

”Karena selama ini memang desa ini jadi tempat transit sayuran. Jadi, orang dari mana pun itu memang banyak. Ini pusatnya sayuran sehingga banyak tengkulak. Jadi, memang kami susah juga, orang yang sudah merapat di sini berapa hari. Ini ke depan mungkin jadi koreksi saya akan menertibkan lagi pemerintah desa (untuk memantau),” kata Sri.

Kasus yang menggemparkan lain adalah pembunuhan sembilan orang oleh komplotan Wowon yang terungkap pada Januari lalu. Pengungkapan kasus pembunuhan berantai oleh Wowon Eriawan alias Aki (60), Solihin alias Duloh (63), dan MDS alias Dede (35), bermula dari kejadian di sebuah kontrakan di Ciketing Udik, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (12/1/2023).

Saat itu, satu keluarga diduga keracunan, yakni AM (40), AR (23), MR (17), Dede, dan NR (5). Kemudian kasus berkembang menjadi pembunuhan setelah polisi menemukan kandungan zat pestisida pada sisa makanan, muntahan, kotoran, tubuh korban, hingga sisa bakaran sampah di halaman belakang lokasi kejadian. AM, beserta dua anaknya dari mantan suami sebelumnya (Didin), tewas, sedangkan NR dan Dede selamat.

Selanjutnya, pada Selasa (17/1/2023), Wowon dan Solihin ditangkap di kediamannya di Kampung Babakan Mande, Desa Gunungsari, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Dede yang dirawat di Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta Timur akibat keracunan, juga ditetapkan sebagai tersangka.

POLDA METRO JAYA
Tiga tersangka penipuan dan pembunuhan berencana asal Cianjur yang diamankan polisi pertengahan Januari 2023. Dari kiri: Solihin alias Duloh (63), Wowon Erawan alias Aki (60), dan M Dede Solehudin (35).

Dari pengembangan kasus itu, terungkap bahwa Wowon cs membunuh sembilan orang. Dari sembilan korban tewas di tangan komplotan ini, enam orang pernah menjadi TKW. Mirisnya, sebagian besar dari mereka memiliki hubungan kedekatan dengan Wowon, yakni sebagai istri, mertua, hingga anak tiri.

Komplotan Wowon mendekati para perempuan mantan TKW itu dengan iming-iming dapat memberikan kesejahteraan, kesuksesan, serta kekayaan melalui kemampuan supranatural.

Keenam korban tewas itu ialah Halimah, Ai Maemunah (40), Siti, Farida, Noneng, serta Wiwin. Komplotan Wowon mendekati para perempuan mantan TKW itu dengan iming-iming dapat memberikan kesejahteraan, kesuksesan, serta kekayaan melalui kemampuan supranatural.

Komplotan pembunuh asal Cianjur, Jawa Barat, ini beraksi dengan model seperti bisnis multilevel marketing atau MLM. Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Hariyadi menyebutkan, fakta ini disimpulkan dari keterangan tiga tersangka, beserta total 14 saksi. Tiga tersangka ini berkomplot menipu korbannya dengan mengaku bisa menggandakan uang menggunakan kekuatan supranatural.

Sejauh ini, ada dua korban pekerja migran Indonesia, yang sudah meninggal dibunuh, yaitu Siti dan Farida. ”Pada praktiknya ini kayak MLM, ada downline (bawahan yang direkrut). Dari Siti, misalnya, ajak temannya untuk bisa digandakan uangnya. Jadi, bisa seperti MLM,” kata Hengki saat memberi keterangan pada wartawan di Jakarta, Selasa (24/1/2023).

Perekrutan itu, kata Hengki, antara lain dilakukan Ai Maemunah, istri Wowon yang tewas diracun Dede di Bekasi medio Januari ini. Perempuan yang dinikahi Wowon pada 2016 itu menurut keterangan mantan suaminya, Didin, pernah bekerja di Oman pada 2013-2015.

Selain Siti yang meninggal setelah tercebur di perairan Bali, korban lain seperti Farida, juga pernah diketahui membawa temannya sesama pekerja migran. Namun, Farida kemudian dibunuh dan dikubur seorang diri di sebuah rumah kontrakan di Cianjur pada 2021.

Hengki menjelaskan, para pelaku menipu dengan membuat korbannya menemui Wowon. Pria itu lalu menunjukkan trik menggandakan sejumlah uang tunai di dalam amplop. Untuk meyakinkan korbannya, Wowon juga menunjukkan mobil dan rumah mewah milik orang lain.

Kepala Subdirektorat Kejahatan dan Kekerasan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Indrawienny Panjiyoga menyampaikan, kepolisian tercatat ada 11 perempuan pekerja migran Indonesia yang menjadi korban penipuan komplotan Wowon, yakni Yeni, Farida, Siti Fatimah, Aslem, Enti, Hamidah, Evi, Hana, Yanti, Nene, dan Sulastini. Dari 11 korban yang tercatat, Farida dan Siti diketahui tewas setelah menagih uang kepada Wowon.

”Saat ini, kami masih mengumpulkan keterangan dari para saksi. Tidak menutup kemungkinan jumlah korban penipuan bertambah karena kami juga tengah melacak adanya kemungkinan korban lainnya. Baru dua yang kami periksa, yakni Hana dan Aslem,” kata Indrawienny saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (26/1/2023).

Dari hasil pemeriksaan Hana dan Aslem, keduanya mengaku jika mayoritas korban diperkenalkan modus penggandaan uang melalui Yeni dan Siti. Aslem mengaku, selama 6 tahun bekerja dan mengikuti praktik penggandaan uang tersebut kerugiannya sekitar Rp 288 juta. Sementara Hana yang selama 2 tahun terus menyetorkan uang mengalami kerugian Rp 75 juta.

Indrawienny menambahkan, kedua saksi tersebut terkejut lantaran uang hasil jerih payah mereka telah raib begitu mendengar kasus pembunuhan berantai oleh Wowon, Duloh, dan Dede mencuat. Selama mereka bekerja menjadi pekerja migran, gaji bulanan yang mereka terima berkisar Rp 3 juta-Rp 5 juta rutin diberikan kepada Wowon cs setiap bulan.

Secara terpisah, Misbah (40), adik Halimah, mengatakan, selain Halimah dan Ai Maemunah, komplotan Wowon juga menyasar Yeni. Menurut Misbah, selama lima tahun bekerja menjadi pekerja migran di Arab Saudi, uang penghasilan Yeni diberikan kepada komplotan Wowon melalui Dede. Diketahui Yeni merupakan adik dari Maemunah sekaligus mantan istri Dede.

”Waktu itu, Yeni sempat pulang ke Cianjur untuk menagih uang yang selama ini ia berikan kepada Dede,” ujar Misbah dalam sambungan telepon.

Kepulangan Yeni ke Cianjur untuk menagih uang, lanjut Misbah, menjadi pengalaman yang tak terlupakan oleh keponakannya. Kala itu, Yeni diajak ke rumah Duloh untuk mengambil uang hasil investasinya selama ini.

Agustinus Yoga Primantoro
Dedi Somantri (39), pemilik kontrakan, menunjukkan bekas lubang ditemukannya satu jasad perempuan diduga bernama Farida di dalam kontrakan di Kampung Babakan Curug, Desa Kertajaya, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Minggu (22/1/2023).

Begitu tiba di rumah Duloh, Yeni diminta untuk tidur lantaran uang yang ia cari akan datang di malam hari. Saat Yeni memejamkan matanya, sehelai kain sorban dililitkan ke lehernya dengan alasan sebagai sebuah ritual khusus. Namun, bukannya mendapatkan uang yang ia berikan selama ini, Duloh justru menarik kain sorban tersebut dan membuat Yeni tercekik.

”Dari situ, katanya Yeni jadi trauma untuk balik ke Cianjur dan langsung berangkat lagi ke Arab Saudi. Untung waktu itu Yeni sempat melawan meski katanya juga dipukul. Yeni berhasil kabur, tetapi ia diancam sama pelaku, katanya kalau melapor, bakal celaka tujuh turunan,” lanjut Misbah.

Selain itu, Hana, seorang pekerja migran, nyaris menjadi korban pembunuhan komplotan Wowon lantaran ingin menagih uangnya kepada para tersangka. Hana nyaris dibunuh sepulang dari Arab Saudi pada akhir 2022.

Polisi menyebut, para tersangka nekad membunuh para korbannya saat penipuan mereka terbongkar dan korban hendak menagih uang yang telah mereka berikan setiap bulannya. Para tersangka akan mengajak korban bertemu atau meminta korban melakukan ritual yang berujung pada pembunuhan dengan dicekik, diracun, atau diminta menceburkan diri di laut.

Namun, motif pembunuhan sembilan orang oleh Wowon diduga bukan karena alasan ekonomi semata. Hal itu karena anak kandung Wowon turut dibunuh dan salah satu tetangganya, yakni Ujang Zaenal Mustofa (54), diracun dengan maksud untuk membuang sial.

Kasus mayat dicor semen di Bekasi terungkap pada Februari lalu. Pengecoran jasad dua perempuan di Harapan Jaya, Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat, diduga bermotif utang. Dua korban yang dicor itu dibunuh dalam waktu singkat seusai tiba di rumah pelaku. Adapun pelaku bunuh diri karena panik kejahatannya terbongkar.

Kepala Seksi Humas Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota Komisaris Erna Ruswing Andari mengatakan, polisi menemukan tindak pidana dalam kasus dua perempuan bernama Yusi Purawati (48) dan Heni Purwaningsih (47) dicor di rumah kontrakan di Harapan Jaya. Mereka diduga dibunuh penghuni kontrakan bernama Permana Kusuma (50).

”Berkaitan dengan pelaku ini masih diperdalam. Status P (Permana) masih terduga pelaku,” kata Erna, Rabu (8/3/2023), di Bekasi.

REBIYYAH SALASAH
Foto dari cuplikan video yang menunjukkan Yusi Purawati (48) tengah makan bersama keluarga besarnya pada Desember 2022. Yusi Purawati menjadi korban kasus jasad dicor semen di Bekasi.

Polisi masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium forensik (labfor). Hasil pemeriksaan itu untuk mengonfirmasi dugaan adanya tindak pidana lain, lantaran salah satu jasad perempuan ditemukan dalam kondisi tak berbusana.

”Ada atau tidaknya pidana lain, misalnya pencabulan atau pemerkosaan, masih menunggu labfor. Petugas labfor juga mengecek dan mengambil sampel dari vagina dan anus. Ini untuk menentukan apakah ada jejak sperma terduga pelaku P,” ucap Erna.

Dua jenazah yang ditemukan dicor di sebuah kontrakan kuning dan berpagar awalnya terungkap pada 27 Februari 2023. Saat itu, dua orang suami mendatangi pengurus wilayah setempat, yakni RT 011 RW 022, dan melaporkan kalau dari hasil pengecekan GPS atau navigasi telepon genggam, keberadaan terakhir istri mereka ada di salah satu rumah kontrakan di wilayah RT 011.

Polisi bersama pengurus wilayah kemudian mendobrak pintu rumah itu pada 27 Februari malam. Saat pintu terbuka, ditemukan penghuni kontrakan bernama Permana terluka parah. Permana meninggal dunia saat dalam perjalanan ke rumah sakit.

Menurut Erna, Permana diduga bunuh diri karena panik setelah kejahatan yang dia lakukan terbongkar. Permana saat rumah kontrakannya didobrak polisi pada 27 Februari malam, sekitar pukul 21.00, masih hidup. Permana tewas dua jam seusai ditemukan dalam kondisi terluka dengan tangan tersayat.

”Di posisi ini, Permana sudah mengubur (mengecor dua jasad) pada pagi hari. Saat mau keluar rumah, dia bingung. Mau bertahan pun dia bingung,” kata Erna.

REBIYYAH SALASAH
Potret Permana Kusuma (50), pria yang ditemukan di rumah kontrakan di Harapan Jaya, Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat, dalam keadaan terluka parah. Permana kemudian meninggal dunia saat dalam perjalanan ke rumah sakit. Di kontarakan itu juga ditemukan dua jenazah yang dikubur dengan cara dicor.

Erna mengatakan, dua perempuan yang ditemukan dicor itu diduga dibunuh Permana pada 26 Februari 2023 sore. Ini terkonfirmasi dari komunikasi terakhir Permana dengan keluarganya pada 26 Februari pukul 19.00.

”Pukul 19.00, pelaku chat keluarga minta maaf. Diduga setelah pembunuhan itu, Permana mau menghilang karena setelah itu tak lagi bisa dihubungi,” katanya.

Dari rekaman kamera pemantau (CCTV) yang ditemukan polisi, proses pembunuhan dua perempuan itu terjadi dalam waktu singkat. Pembunuhan bermula saat Yusi dan Heni tiba di rumah kontrakan Permana dengan berboncengan sepeda motor pada 26 Februari pukul 17.10.

Pada 26 Februari, pukul 17.37, dari rekaman CCTV, terlihat Heni keluar dari kontrakan untuk berbelanja. Polisi menduga, saat Heni keluar rumah itu, Permana membunuh korban pertama, yakni Yusi. Heni kemudian kembali ke rumah Permana pada 26 Februari pukul 17.41.

Heni diduga dibunuh saat itu atau ketika kembali ke rumah. Artinya, waktu yang dibutuhkan untuk mengeksekusi para korban cukup cepat atau hanya berjarak sekitar 5 menit.

Dari identifikasi polisi, pelaku diduga mengeksekusi dua korban dengan benda tumpul. Ini terlihat dari adanya temuan luka di bagian kepala.

”Korban mengalami luka di bagian kepala, diduga akibat benturan benda tumpul. Untuk bendanya apa masih menunggu hasil otopsi. Berapa kali dibenturin juga masih menunggu hasil otopsi,” ujarnya.

Seusai pembunuhan itu, ada rentang waktu hingga 14 jam atau hingga 27 Februari pagi pukul 08.42 saat muncul mobil yang membawa muatan material pasir, kerikil, hingga semen ke rumah Permana. Polisi menduga jasad dua perempuan tersebut dicor setelah material tersebut tiba di rumah Permana.

”Korban dicor bertumpuk dengan punggung ketemu punggung. Satu korban menghadap ke arah bawah dan satu menghadap ke arah atas,” katanya.

Dari hasil penyidikan polisi, latar belakang pembunuhan bermotif utang piutang. Salah satu dari dua korban, yakni Yusi, pernah menginvestasikan uang sebesar Rp 100 juta ke Permana. Uang itu diserahkan ke Permana yang menjalankan bisnis jual beli besi.

”Suami Yusi pernah menyimpan uang ke Permana atas permintaan Yusi. Ini juga jadi alasan kenapa suami Yusi curiga kepada Permana,” kata Erna.

Selain kecurigaan suami Yusi, polisi menemukan bukti lain, berupa percakapan antara Yusi dan salah satu kerabat lainnya. Dalam percakapan itu, Yusi diminta kerabatnya untuk menagih utang dan melapor saja ke polisi karena Permana diduga menipu.

”Yusi disarankan temannya itu untuk melapor saja ke polisi. Temannya sebut, itu kasus penipuan,” ujar Erna.

Sebelumnya, suami dari Yusi, yakni Heriyanto, mengatakan, Permana kerap berkunjung ke rumah, baik untuk bersilaturahmi, berkeluh kesah, maupun meminta bantuan. Adapun Heni sering bertemu Yusi, setidaknya seminggu sekali untuk mengaji bersama.

”Permana bahkan pernah meminta dicarikan pekerjaan dan akhirnya dibantu istri saya agar tidak menganggur lagi,” kata Heriyanto.

”Siapa pun yang baca pesan ini,

tolong maafkan aku yang sering buat kalian jengkel

Saya pergi dari sini

kita bisa ketemu lagi di penjara atau di akhirat”

Sepotong kata-kata itu tertera dalam sebuah surat yang ditulis Heru Prastiyo (23) di atas selembar kertas. Heru menulis rangkaian kalimat itu setelah membunuh dan memutilasi perempuan kenalannya di sebuah penginapan di sekitar Jalan Kaliurang, Desa Pakembinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tidak pergi ke akhirat, dia kini mendekam di penjara.

Korban pembunuhan itu adalah Ayu Indraswari (34), warga Kota Yogyakarta. Kasus ini terungkap setelah mayat Ayu ditemukan dalam kondisi termutilasi pada Minggu (19/3/2023) malam. Perkara ini pun mengagetkan banyak pihak. Jenazah Ayu ditemukan dalam kondisi mengenaskan.

Kepala Subbidang Kedokteran Kepolisian Polda DIY Ajun Komisaris Besar Aji Kadarmo menjelaskan, berdasarkan hasil pemeriksaan, tubuh korban terpisah menjadi tiga bagian besar. Bagian pertama adalah perut hingga kepala. Sementara dua bagian lainnya adalah dua kaki yang terpisah mulai dari pangkal paha.

Bagian dada, perut, serta tungkai atas dan bawah korban ditemukan dalam potongan-potongan berukuran kecil dan sedang yang berjumlah 62 potongan.

”Itu temuan yang menonjol dari aspek forensiknya,” ujar Aji dalam konferensi pers, Rabu (22/3/2023).

Kompas/Haris Firdaus
Tersangka pelaku mutilasi dihadirkan dalam konferensi pers, Rabu (22/3/2023), di Markas Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kabupaten Sleman, DIY.

Dia menambahkan, petugas juga menemukan luka terbuka di bagian kepala korban yang diduga akibat kekerasan dengan benda tumpul. Di bagian leher korban juga terdapat bekas luka akibat kekerasan dengan senjata tajam.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY Komisaris Besar Nuredy Irwansyah Putra menyatakan, dalam kasus mutilasi ini, pelaku dan korban saling mengenal. Heru dan Ayu disebut berkenalan melalui Facebook pada November 2022. Selain itu, pelaku dan korban juga beberapa kali bertemu dan pernah berhubungan intim.

Meski mengenal Ayu, Heru tega membunuh lalu memutilasinya. Lelaki asal Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, itu berutang Rp 8 juta dari tiga aplikasi pinjaman daring. Padahal, sehari-hari dia hanya bekerja sebagai buruh harian lepas di perusahaan penyewaan tenda di Sleman.

”Tersangka membunuh untuk menguasai harta milik korban,” tutur Nuredy.

Nuredy menambahkan, pelaku memutilasi korban karena hendak menyembunyikan jejak pembunuhan. Tidak cukup dengan itu, pelaku berniat membuang sebagian tubuh korban ke septic tank atau toilet. Sementara tulang belulang milik korban hendak dibawa menggunakan tas ransel untuk dibuang.

Kompas/Haris Firdaus
Polisi menunjukkan barang bukti berupa pisau terkait kasus mutilasi dalam konferensi pers, Rabu (22/3/2023), di Markas Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kabupaten Sleman, DIY.

Akan tetapi, tersangka membatalkan niat membuang bagian tubuh korban. Proses mutilasi ternyata membutuhkan waktu lama. Dia memilih meninggalkan mayat korban di kamar penginapan, lalu melarikan diri.

Pembunuhan itu berawal saat pelaku datang ke sebuah penginapan di Pakem, Sleman, Sabtu (18/3/2023) pukul 13.15. Dia lalu menyewa sebuah kamar selama enam jam dengan biaya Rp 60.000.

Setelah itu, sekitar pukul 14.00, Heru meninggalkan penginapan untuk bertemu Ayu. Pada pukul 15.15, pelaku serta korban datang ke penginapan dan masuk ke kamar nomor 51. Nuredy menyebut, setelah masuk ke dalam kamar, pelaku membunuh korban.

Mulanya, Heru memukul bagian belakang kepala Ayu dengan sepotong besi yang sudah disiapkannya. ”Setelah korban tidak berdaya, pelaku melakukan penyayatan di bagian leher dengan menggunakan pisau komando atau pisau bayonet,” ujar Nuredy.

Sesudah itu, pelaku membawa korban ke kamar mandi untuk dimutilasi dengan alat-alat yang sudah disiapkan. Dari lokasi kejadian, polisi menyita sejumlah barang bukti, misalnya 1 pisau komando sepanjang 30 sentimeter, potongan besi sepanjang 50 cm, 2 gunting, 1 gergaji, 1 cutter, dan 1 pisau ukuran 25 cm.

Nuredy menambahkan, pada pukul 19.00, pelaku datang ke resepsionis penginapan untuk memperpanjang sewa kamar dengan memberikan uang Rp 100.000. ”Setelah itu, pelaku kembali lagi ke kamar untuk melanjutkan mutilasi,” ujarnya.

Pada pukul 20.30, Heru keluar dari penginapan dan menuju ke warung makan untuk makan. Namun, sesampainya di warung itu, dia baru sadar tidak membawa uang. Oleh karena itu, Heru kemudian kembali ke penginapan untuk mengambil uang milik korban, lalu kembali lagi ke warung untuk makan.

Pada pukul 21.00, Heru pergi membonceng ojek daring untuk mengambil sepeda motor milik korban yang terparkir di sebuah rumah sakit di Yogyakarta. Setelah mendapatkan sepeda motor milik korban, Heru sempat melewati lokasi penginapan untuk mengecek apakah sudah ada polisi yang datang atau tidak.

Sesudah itu, dia kembali ke mes tempat tinggalnya di wilayah Ngemplak, Sleman. Pada saat itu Heru menulis surat di atas selembar kertas. Surat yang ditulis tangan itu kemudian ditemukan polisi saat penggeledahan.

Kompas/Haris Firdaus
Surat yang ditulis oleh Heru Prastiyo (23), pelaku mutilasi seorang perempuan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dalam surat tersebut, Heru juga menulis permintaan maaf terkait uang yang dipinjamnya. ”Maaf untuk uang, biar Allah yang memutuskan. Jika ada waktu dan jalan keluar akan saya lunasi dengan cara saya sendiri,” tulisnya.

Selain itu, dia juga meminta maaf terkait kebohongan yang pernah disampaikannya. Di sisi lain, Heru juga mengaku sering mengalami tekanan karena masalah gengsi.

”Kenapa aku melakukan ini, karena aku sering berada di bawah tekanan akibat gengsi,” ungkapnya.

Di surat itu, Heru juga mengaku hanya memiliki waktu sekitar 24 jam. Dia pun menulis tentang kemungkinan menyerahkan diri ke polisi atau melarikan diri.

”Dengan waktu segitu aku akan memutuskan untuk menyerahkan ke polisi atau lari sebisa mungkin atau lari dari kehidupan ini,” katanya.

Dari sejumlah pilihan itu, Heru memutuskan melarikan diri dengan membawa sepeda motor, ponsel, dan uang tunai sekitar Rp 300.000 milik korban. Ponsel milik korban itu lalu dijualnya dengan harga Rp 600.000. Namun, dia kemudian ditangkap polisi pada Selasa (21/3/2023) siang di rumah salah satu anggota keluarganya di Temanggung.

Alasan yang bersangkutan melakukan pembunuhan adalah untuk menguasai harta milik korban disebabkan tersangka terlilit utang pinjaman daring.

Kepala Subbidang Penerangan Masyarakat Polda DIY Ajun Komisaris Besar Verena Sri Wahyuningsih menyatakan, pelaku mutilasi itu akan dijerat dengan tindak pidana pembunuhan berencana.

Pelaku juga dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP dan Pasal 365 Ayat (3) KUHP. Ancaman hukuman terberat untuk pelaku adalah pidana mati.

Kompas/Haris Firdaus
Sepeda motor milik pelaku dan korban kasus mutilasi ditunjukkan dalam konferensi pers, Rabu (22/3/2023), di Markas Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kabupaten Sleman, DIY.

Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Koentjoro mengatakan, dalam kasus tersebut, Heru tampaknya tidak berpikir panjang sebelum memutuskan meminjam uang ke aplikasi pinjaman daring. Akibatnya, dia kebingungan saat harus membayarnya.

Padahal, Koentjoro mengingatkan, jeratan utang bisa membuat seseorang merasa sangat tertekan. Tekanan itu makin berat apabila utang tersebut terus bertambah karena adanya bunga besar, seperti dalam sistem pinjaman daring.

”Utang itu menjadi tekanan yang luar biasa. Apalagi, kemudian utang itu beranak-pinak. Kalau beranak pinak, orang yang utang harus segera memikirkan penyelesaiannya,” ujar Koentjoro.

Tekanan itulah yang akhirnya membuat Heru gelap mata. Nekat. Akibat pinjaman daring, dia berbuat nekat. Nyawa korban melayang dan Heru kini terancam hukuman mati.

Kasus mutilasi terhadap perempuan bernama Angela Hindriati Wahyuningsih (54) terungkap pada akhir 2022, namun penyelidikannya berlangsung sampai tahun baru 2023. Kasus berawal dari penemuan potongan tubuh yang mengering di sebuah kamar kontrakan di kawasan Kampung Buaran, Desa Lambangsari, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Kamis (29/12/2022). Polisi menemukan jenazah Angela dalam keadaan terpotong dalam dua boks kontainer di sebuah rumah kontrakan di Tambun Selatan.

Polisi mengungkap fakta terkait kasus pembunuhan dan mutilasi oleh M Ecky Listiantho (MEL) terhadap Angela karena pelaku berniat menguasai harta korban yang dikencaninya selama beberapa tahun. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi menyampaikan, berdasarkan saksi dan bukti-bukti pendukung, MEL (34) memiliki niat lain untuk menguasai harta milik Angela.

”Antara lain menguasai apartemen milik korban, dengan proses peralihan kepemilikan dengan mekanisme yang ilegal, dan menguras ATM milik korban. Selain itu, MEL juga menggadaikan sertifikat rumah lain milik korban Angela,” kata Hengki dalam keterangannya, Kamis (19/1/2023).

Dari temuan ini, Hengki juga menyebut ada potensi tersangka baru terkait motif penguasaan harta tersebut. Sebelumnya, Angela membeli unit apartemen seluas 90 meter persegi di Setiabudi, Jakarta Selatan, pada Juni 2019. Namun, selang sebulan kemudian, kepemilikan apartemen itu berpindah ke tangan MEL. Angela diperkirakan dibunuh dan dimutilasi beberapa tahun sebelum ditemukan.

KOMPAS/AGUIDO ADRI
Tersangka M Ecky Listiantho memeragakan adegan ulang membungkus bagian tubuh Angela, Rabu (1/3/2023), di ruang Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

Saudara Angela sekaligus juru bicara keluarga, Indrarjo Kusumo (62), mengatakan, waktu pindahnya kepemilikan unit apartemen itu berbarengan dengan waktu Angela menghilang. Saat itu, keluarga menemukan MEL membeli unit apartemen secara tunai.

”Kami ragu karena jarang ada orang yang membeli apartemen secara tunai sebesar Rp 800 juta hingga Rp 1 miliar,” kata Indrarjo (Kompas.id, 12/1/2023).

Keluarga juga mendapat informasi bahwa MEL menggugat secara perdata kepemilikan apartemen oleh Angela pada periode Juli 2020 hingga Januari 2021. Berdasarkan data Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, gugatan itu dilayangkan atas perkara wanprestasi oleh MEL terhadap Angela.

Putusan yang tertuang dalam nomor perkara 535/Pdt.G/2020/PN JKT.SEL menyatakan, gugatan itu dikabulkan sebagian. Angela terbukti sah memiliki hak atas pembelian unit apartemen senilai Rp 1 miliar. Namun, Angela sebagai tergugat dinyatakan memiliki wanprestasi atau cedera janji karena tidak memenuhi kewajiban menandatangani akta jual beli dan surat pelepasan hak unit apartemen di Jakarta Selatan itu. Sementara itu, pengadilan menolak gugatan MEL.

Selain menguasai harta, polisi dan keluarga Angela juga mengetahui pengakuan MEL tentang adanya hubungan romantis antara MEL dan Angela. Turyono (58), kakak Angela, tahu dari MEL bahwa dua orang itu berpacaran sejak 2018.

”MEL mengaku terjadi hubungan khusus antara ia dan Angela. Namun, karena perbedaan agama dan usia, hubungan mereka tidak dilanjutkan. MEL juga telah menikah pada Februari 2019 dan tinggal di Jakarta, kemudian pindah ke Bandung,” kata Turyono.

Kepala Unit IV Subdirektorat Reserse Mobile Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Tommy Haryono juga menyampaikan, MEL mengaku Angela pernah meminta pria itu untuk menikahinya. Namun, karena ia sudah menikah, MEL kesal sehingga merencanakan pembunuhan.

Keterangan MEL pun akan terus didalami polisi bersama dengan hasil pemeriksaan psikologi yang tengah berjalan. Polisi juga mencurigai kecenderungan MEL dalam menggunakan aplikasi kencan. Aplikasi itu salah satunya ia gunakan untuk mendapati perempuan sebagai teman kencan, seperti seorang janda yang bersama MEL saat ia ditangkap pada Desember 2022.

”Tersangka sering cari wanita melalui aplikasi pencarian jodoh,” kata Tommy.

Mantan suami Angela, Albertus Hadi Pramono (57), Sabtu (7/1/2023), menceritakan, sebelum hilang, Angela akan membuat visa untuk pergi ke Amerika Serikat. Rencana ini disampaikan Angela pada 17 Juni 2019 saat ia ulang tahun. Pada saat itu Angela mengajak Pramono bertemu untuk meminta paspor yang terbawa mantan suaminya ini.

”Dia bilang mau ketemu sahabat kami di Colorado, Amerika Serikat. Saat itu dia menceritakan rencananya untuk istirahat terlebih dahulu dan mengundurkan diri dari pekerjaannya. Adapun apartemen yang ia tempati hendak disewakan dan akan tinggal di tempat lain yang lebih kecil,” sebutnya ketika dihubungi dari Jakarta.

Pasca-hilangnya Angela, Pramono menghubungi kawannya di Colorado. Namun, hasilnya nihil. Angela tidak pernah mengunjungi atau menghubungi mereka.

Pramono juga tidak yakin Angela yang mengunggah sendiri foto terakhir di Instagramnya karena ponsel Angela sudah tidak dapat dihubungi sejak 24 Juni 2019 siang. Unggahan terakhir Angela merupakan foto suasana di bandara. Foto ini diunggah pada 28 Juni 2019, empat hari setelah komunikasi terakhir Angela terdeteksi.

MIS FRANSISKA DEWI
Tampak samping kontrakan M Ecky Listiantho di Kampung Buaran, Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat pada Senin (2/1/2023)

Berdasarkan informasi yang diterima Kompas, Angela aktif di Facebook-nya pada 2 Februari 2021. Lokasi aktif Angela saat itu di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat. Beberapa teman yang mengetahui hal ini kemudian menghubungi Angela lewat pesan Facebook, tetapi mereka tidak mendapat jawaban.

”Kalau dia di Hawaii, mestinya beberapa teman kami di sana tahu dan mereka pasti akan menginformasikan keberadaan Angela kepada saya. Angela pasti menghubungi teman-teman kami dan mereka akan pergi bersama, tidak pergi begitu saja. Namun, saya tidak pernah dapat kabar dari teman kami di sana terkait keberadaan Angela,” sebut Pramono. Dulu, sebelum bercerai, keduanya pernah tinggal di Hawaii selama 4-5 tahun.