Menguji Diri Menjawab Tantangan Tambora

Menguji Diri Menjawab Tantangan Tambora

”If you want to run, run a mile. If you want to experience a different life, run a marathon. If you want to talk to God, run an ultra” (Dean Karnazes). Kutipan dari Dean Karnazes, seorang pelari ultramaraton Amerika Serikat, itu sangat terkenal di kalangan pelari.

Melalui buku Ultramarathon Man: Confessions of an All-Night Runner, Karnazes memotivasi para pelari pemula yang ingin ”naik kelas” ke tingkat berikutnya. Bila tadinya sekadar lari untuk kebugaran, misal dari berlari untuk jarak 5 kilometer, kemudian berlari 10 kilometer, dan selanjutnya mencoba berani untuk berlari di half marathon ataupun full marathon.

Sejumlah pelari yang telah ”lulus” berlari maraton bahkan meningkatkan tantangan untuk berlari ultra di atas jarak 42,195 kilometer.

Tentu, tidak semua pelari perlu menjadi pelari ultra karena tidak semua orang juga diberi karunia khusus untuk dapat berlari di atas batas kewajaran manusia. Diperlukan bakat, mental, fisik yang mumpuni, kerja keras, kemauan keras, serta latihan tanpa henti. Menjadi pelari ultramaraton itu ibaratnya telah mencapai tingkatan ”pendekar”.

Indonesia dengan sajian alam yang luar biasa indah berpotensi dijadikan ruang bermain yang luas untuk para pelari ultra. Sejumlah ajang lari ultra pun digelar, baik di lari lintas alam (trail) hingga di lintasan aspal atau ngaspal.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Para pelari dilepaskan di garis start oleh Pemimpin Redaksi Kompas Budiman Tanuredjo dan Bupati Sumbawa Barat W Musyafirin di Lapangan Poto Tano, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, saat lomba lari ultramarathon Lintas Sumbawa 320 Kilometer, Rabu (5/4/2017). Lomba lari ini menempuh waktu maksimal 72 jam dengan garis finis di Doro Ncanga, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat.

Di antara event-event lari ultra, Lintas Sumbawa 320 kilometer yang diselenggarakan Kompas didapuk sebagai lomba lari ”tersangar” oleh karena lintasan aspalnya. Inilah pula lomba lari terjauh di Asia Tenggara.

Lomba yang semula bernama Trans-Sumbawa 200 ini akan berlangsung untuk keempat kalinya pada 4-7 April 2018. Jarak 320 kilometer tersebut setara kurang lebih dengan jarak 200 mil saat lomba tersebut diadakan untuk pertama kali demi untuk memperingati 200 tahun meletusnya Gunung Tambora.

Hajatan lari sejauh 320 kilometer itu dimulai dari Kota Poto Tano hingga Doro Ncanga di kaki Gunung Tambora, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Hendra Wijaya, hyperman Indonesia, ikut mewujudkan gagasan membuat lari ultramaraton terkeren di Indonesia. Bahkan, dia pernah ikut menjajal menjadi peserta saat lomba itu pertama kali digelar.

Hendra yang baru mengikuti ajang lari ultra di ajang Likeys 6633 Ultra 2015 pada 20-28 Maret 2015 dengan melintasi Kutub Utara sejauh 566 kilometer langsung menjadi peserta Trans-Sumbawa. ”Ibarat habis lari di kulkas, terus lari di oven,” ujar saya bercanda mengomentari aksi Kang Hendra waktu itu.

Hanya pelari yang minimal pernah menyelesaikan lomba 100K ultratrail atau 100K ultramarathon boleh ikut Lintas Sumbawa 320K.

Hanya pelari-pelari dengan kualifikasi khusus yang dapat mengikuti lomba ultramaraton ini. Pengarah Lomba (Race Director) Lintas Sumbawa Lexi Rohi menerapkan ketentuan yang ketat. ”Untuk peserta yang mengikuti Lintas Sumbawa 320K, mereka minimal pernah menyelesaikan lomba 100K ultratrail atau 100K ultramarathon,” kata Lexi, yang untuk keempat kalinya menjadi pengarah lomba tersebut.

Sejumlah pelari berpengalaman mencoba mendaftar dengan dalih pernah beberapa kali mengikuti lomba maraton, tetapi panitia tidak meloloskannya.

Untuk Lintas Sumbawa 320 kali ini, tercatat ada 27 pelari individu (4 perempuan dan 23 pria) yang akan menjajal rute penuh 320 kilometer serta 12 tim relay (3 tim putri dan 9 tim putra) yang masing-masing akan menempuh jarak 160 kilometer.

Jumlah tersebut jauh lebih banyak dari peserta pada saat lomba tersebut pertama kali diadakan yang hanya diikuti 8 pelari untuk kategori full 320 kilometer dengan satu finisher di bawah COT (cut off time).

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Peserta memulai ajang Lintas Sumbawa 320K di Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Rabu (13/4/2016). Acara tersebut merupakan bagian dari acara Festival Pesona Tambora 2016.

Ketika itu, Alan Maulana, pelari dari Bandung Explorer, tiba garis finis dalam waktu waktu 62 jam 28 menit. Sementara Sitor Situmorang tiba melampaui COT saat itu, terpaut 9 jam dari catatan waktu Alan.

Selanjutnya, Lintas Sumbawa 2016 diikuti 12 pelari (3 finisher) di kategori full 320 km dan 32 pelari kategori 100 km (6 finisher). Sementara peserta tahun lalu tercatat kategori full 320 km diikuti 15 pelari dengan tiga finisher serta ada 10 tim pelari kategori relay dengan hanya enam tim yang menyelesaikan misinya.

”Peserta dari tahun ke tahun bertambah,” kata Lexi. Bertambahnya para pelari karena jumlah pelari ultra semakin bertambah dan ingin mendapatkan tantangan yang lain. Selain itu, juga karena perubahan format dari self support menjadi full support. ”Para peserta tidak memikirkan hal lain kecuali tiket pesawat dan biaya pendaftaran tentunya,” ujarnya.

Namun, tim pendukung yang disiapkan peserta dapat mendampingi dan memberikan kebutuhan makanan-minuman dan perlengkapan lain selama peserta berlari.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Panas terik matahari mengiringi perjalanan pelari asal Inggris, Alastair MacDonald dalam ajang lari jarak jauh Lintas Sumbawa 320K saat melintasi Kecamatan Lopok, Kabupaten Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat, Kamis (14/4/2016).

Walau tidak kalah pentingnya, tim pendukung harus merumuskan berbagai strategi bagi pelarinya. Kapan mereka harus istirahat dan berapa lama harus tidur dengan memperhitungkan kecepatan dan kekuatan pelari lain.

Pelari dan timnya jelas harus dapat mengatur diri sendiri agar mereka mampu bertahan berlari dan menentukan sendiri kapan harus istirahat hingga kapan harus memberi asupan energi buat tubuhnya. Perjuangan lebih berat karena mereka seolah lari dalam ”kesendirian”.

Perjalanan Peserta
Tambora Challenge 2017

Kompas/Haris Firdaus

Para peserta Lintas Sumbawa 2017 menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum mulai berlari melintasi Bumi Sumbawa, hari Rabu (5/4/2017) tepat pukul 15.00 WITA.

Kompas/Haris Firdaus

Pelari asal Dompu, Syafrudin berada di posisi pertama saat memasuki KM 5 Lintas Sumbawa 2017, Rabu (5/4/2017).

Aswito

Pelari Eni Rosita, Yohanis Hiariej, dan Matheos Berhitu beristirahat di KM 50, hari Rabu (5/4/2017) pukul 21.56 WITA.

Aswito

Pelari Lydia Sabarudin tiba di KM 58 pada hari Kamis (6/4/2017) pukul 07.15 WITA.

Aswito

Hari Rabu (5/4/2017) pukul 22.46 WITA, pelari Syafrudin meninggalkan KM 60.

Kompas/Haris Firdaus

Pelari Gatot Sudariyono sedang beristirahat di Km 94, Istana Dalam Loka, Kabupaten Sumbawa, Kamis (6/4/2017).

Aswito

Pelari Vernando Hutagaol meninggalkan KM 100 pada hari Rabu (5/4/2017) pukul 08.55 WITA.

Kompas/Agus Mulyadi

Pelari Gatot Sudariyono memasuki KM 105 pada hari Kamis (6/4/2017).

Aswito

Pelari Eni Rosita berlari memasuki KM 110, Kamis (6/4/2017).

Kompas/Ismail Zakaria

Pelari Eni Rosita memasuki Desa Simu, Kecamatan Maronge, Kabupaten Sumbawa, Km 135, hari Kamis (6/4/2017) pukul 12.16 WITA.

Kompas/Agus Mulyadi

Pelari Restu Adam (29 tahun) dan Matheos Berhitu (44 tahun) berjalan bersama di KM 142, Rabu (5/4/2017) pukul 17.35 WITA. Adam berjalan tanpa alas kaki sedangkan Matheos memakai sandal jepit.

Kompas/Ismail Zakaria

Pada hari Kamis (6/4/2017) pukul 16.47 WITA, pelari Eni Rosita tiba di kilometer 160. Eni menjadi pelari pertama kategori individu yang mencapai KM 160.

Kompas/Ismail Zakaria

Hari Jumat (7/4/2017) pukul 07.33 WITA, pelari Ina Budiyarni tiba di KM 196.

Aswito

Pelari relay Muhammad Dzaki Wardana, hari Kamis (6/4/2017) pukul 23.00 WITA, berlari memasuki KM 220.

Aswito

Pelari Novita Wulandari beristirahat di Km 230, hari Jumat (7/4/2017) pukul 09.45 WITA.

Aswito

Hari Jumat (7/4/2017) pukul 06.30 WITA, pelari relay Muhammad Dzaki Wardana masih tidur di KM 260.

Aswito

Hari Jumat (7/4/2017) pukul 06.30 WITA, pelari relay Muhammad Dzaki Wardana bertemu Oktavianus Quaasalmy di KM 260.

Aswito

Pelari relay Muhammad Dzaki Wardana disambut murid-murid SD menjelang KM 280 di Kecamatan Kempo, Kabupaten Dompu, hari Jumat (7/4/2017) pukul 09.13 WITA.

Kompas/Ismail Zakaria

Hari Jumat (7/4/2017) pukul 14.22 WITA, pelari Oktavianus Quaasalmy tiba di KM 300.

Kompas/Ismail Zakaria

Hari Jumat (7/4/2017) pukul 15.39 WITA, pelari Oktavianus Quaasalmy sudah berada di Km 308.

Kompas/Ismail Zakaria

Hari Jumat (7/4/2017) pukul 17.19 Wita, pelari relay Muhammad Dzaki Wardana mencapai KM 311. Rekannya, Ari Iskandar kemudian ikut menemani berlari.

Kompas/Agus Mulyadi

Pelari individu Lily Suryani finis hari Sabtu (8/4/2017) pukul 14.39 WITA.

Kompas/Haris Firdaus

Pelari relay Eka Y Enani Putra (kanan) mencapai garis finis pada hari Sabtu (8/4/2017) pukul 12.35 WITA.

Indah, menakjubkan, dan menantang!

Alam Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, yang indah dengan pemandangan yang menakjubkan dapat menjadi pelepas penat dan lelah.

Pelari akan lebih banyak melintasi jalan aspal di sepanjang pantai dengan elevasi di bawah 80 meter. Garis pantai berpasir putih dengan laut yang tenang membiru akan memanjakan mata untuk menghapus rasa bosan.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Pelari jarak jauh Matheos Berhitu saat akan menyentuh garis finis dalam Lintas Sumbawa 320K di Doro Ncangan, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (16/4/2016). Penyelenggaraan lari jarak jauh 320 kilometer, 100 kilometer, dan lari lintas alam 50 kilometer serta 25 kilometer tersebut merupakan bagian dari Festival Pesona Tambora 2016.

Malam dengan taburan bintang (milky way) akan pula menjadi teman untuk semadi, memastikan diri agar dapat menyelesaikan misi. Mendekati garis finis, sejauh mata memandang adalah permadani hijau, sabana yang indah dengan kuda-kuda atau kerbau lalu lalang. Keindahan yang luar biasa.

Akan tetapi, di balik keindahan itu, suhu ekstrem di atas 40-41 derajat celsius dengan matahari yang menyengat merupakan ujian tersendiri. ”Gila, panasnya luar biasa. Saya tidak menyangka seperti ini. Panas dan lembab,” ujar Alastair MacDonald, peserta Lintas Sumbawa 2016 dari Inggris, saat memutuskan DNF, did not finish, di Km 135-an.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Panas terik matahari mengiringi perjalanan pelari asal Inggris Alastair MacDonald dalam ajang lari jarak jauh Lintas Sumbawa 320K saat melintasi Kecamatan Lopok, Kabupaten Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat, Kamis (14/4/2016).

MacDonald, pelari ultra yang pernah lari di gurun itu menyebut Lintas Sumbawa lebih berat karena walaupun sama-sama suhu tinggi, di Sumbawa lebih lembab sehingga energinya terkuras.

Selain harus cerdik menghidrasi diri, para pelari juga harus cermat memanfaatkan tenaga. Dibutuhkan strategi untuk memanfaatkan dan menjaga fisik agar tetap prima, dengan waktu istirahat di siang hari yang menyengat. Syukur jika hujan turun di tengah lintasan karena bisa jadi penyejuk diri.

”Saya sempat mencubit-cubit tangan ketika hujan turun. Apakah ini mimpi atau kenyataan,” ujar Alan saat itu. Pada jarak di atas 200 kilometer, pelari akan didera halusinasi yang bahkan garis putih di lintasan aspal saja bisa mereka anggap ular.

”Tantangan utama para pelari adalah diri sendiri" kata Pengarah Lomba Lintas Sumbawa Lexi Rohi.

Malam hari, dengan kesunyian alam, berlari berteman gelap juga bukan hal yang mudah karena sepanjang lintasan sering kali berupa hutan atau kawasan tak berpenghuni. Kalaupun ada kampung, rumah-rumah letaknya berjauhan dengan penerangan seadanya.

Lexi mengatakan, tantangan rute relatif sama dengan Lintas Sumbawa 320 tahun-tahun sebelumnya. ”Tantangan utama para pelari adalah diri sendiri. Itu berlaku bagi yang sudah pernah ikut Lintas Sumbawa maupun teman-teman yang baru,” katanya.

Selain cuaca yang luar biasa panas, lintasan rata yang bervariasi dengan tanjakan-tanjakan menantang dan berbukit-bukit, tantangan yang harus dihadapi pelari adalah cedera, terutama blister yang akan membuat peserta menyerah.

Penyelenggara memang ”mengendurkan” batas waktu finis dari 64 jam pada Trans-Sumbawa 200 menjadi 72 jam pada lomba-lomba berikutnya. Saya masih ingat, di suatu mushala kecil seusai shalat Subuh, Hendra Wijaya mengakui, jika COT 64 jam terlalu ketat sehingga para pelari ”tidak begitu menikmati” perjalanannya.

Rekor Alan Maulana menyelesaikan jarak 320 kilometer dalam waktu 62 jam 28 menit itu belum juga terpecahkan. Mungkin karena itu pula, Alan masih menunggu rekornya pecah untuk kembali ke Tambora.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Para pelari yang berpartisipasi dalam Tambora Trail Run melintasi padang sabana Doro Ncanga, Kabupaten Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat, saaat fajar menyingsing, Sabtu (11/4/2015). Ajang lari lintas alam ini dibagi dalam dua kategori yaitu lari 24 kilometer, dan lari 42 kilometer melintasi hutan di kaki Gunung Tambora.

”Rekor belum pecah karena pelari ingin bermain aman terlebih dengan format full support. Untuk pemecahan rekor ke depan akan dipikirkan suatu reward untuk pelari yang memecahkan rekor Alan,” kata Lexi.

Mungkin, demi bermain aman itulah Matheos Berhitu, podium satu Lintas Sumbawa 2016 dengan waktu catatan waktu 71 jam 17 menit, memilih tempat kedua pada Lintas Sumbawa tahun lalu dengan catatan waktu 70 jam 18 menit. Eni Rosita menjadi pelari Lintas Sumbawa di posisi pertama dengan waktu 63 jam 42 menit.

”Saya memang tidak paksakan. Saat itu (sebelumnya), saya paksakan diri dan catatan waktu justru lebih buruk dan tubuh ini malah rusak-rusak,” ungkap Matheos. Dulu, pelari asal Ambon dari Run for Indonesia (RFI) itu sempat berlari ugal-ugalan dengan gas pol demi selalu berada di posisi terdepan.

Bahkan, dia mengabaikan waktu istirahat dan asupan nutrisi sehingga dalam beberapa kesempatan harus dipaksa panitia untuk makan dan istirahat. Setiba di finis, tubuhnya ”penyok” dan sepulang dari Sumbawa dia sempat istirahat berlari.

”Push your limit!”

”Saya tidak akan pernah melihat Tambora tanpa berlari. Saya hanya ingin tiba di Ndoro Canga dan melihat keindahan Tambora dengan berlari,” ujar Vernando Hutagaol. Dia kembali ke Sumbawa untuk ketiga kalinya guna menyelesaikan misinya melihat keindahan Gunung Tambora setelah dua kali terpaksa harus terhenti di Lintas Sumbawa 2016 dan 2017.

Walau sempat mengaku kapok, Lily Suryani—yang dikenal dengan ”nama lari” Valentine Lily—tahun ini kembali menguji diri di Lintas Sumbawa 320. Tahun lalu, Lily berhasil mencapai finis dalam waktu 71 jam 39 menit. Pada 2015, perempuan berusia 51 tahun itu mengikuti Lintas Sumbawa, tetapi gagal finis. Pada 2016, ia kembali ikut dan berhasil finis, tetapi melebihi COT.

Perjuangan para pelari ultramaraton di Lintas Sumbawa adalah ketangguhan untuk melewati batas diri. Mereka yang tidak berhasil menyelesaikan misinya, DNF, umumnya bukan karena menyerah, tetapi lebih karena tubuh mereka sudah tidak bisa diajak untuk berkompromi. Tubuh mereka tidak mampu lagi mengikuti daya juang dan tekad membara para pelarinya.

Panitia pula yang akan memutuskan, apakah seorang pelari dapat melanjutkan perjuangannya atau terpaksa dievakuasi untuk alasan keamanan diri. Pada Lintas Sumbawa 2018 kali ini, peserta juga diberi batas waktu (COT) < 10 jam untuk setiap 40 kilometer. Lumayan nyaman karena umumnya COT sebuah maraton dengan jarak 42,195 kilometer rata-rata 7 jam. Namun, itu bukanlah sekadar hitung-hitungan angka karena jarak 320 kilometer artinya 7,5 kali lari maraton.

KOMPAS/HARIS FIRDAUS

Dua peserta lomba lari Lintas Sumbawa 2017 sejauh 320 kilometer, Gatot Sudariyono (kiri) dan Mak De, terus melanjutkan lomba di tengah hujan di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Kamis (6/4). Lomba lari itu diikuti oleh 27 pelari, terdiri dari 15 pelari kategori individu dan 12 pelari kategori relay atau berpasangan.

Hormat untuk mereka yang memutuskan untuk menjadi peserta Lintas Sumbawa. Mereka, terutama yang menyelesaikan misinya, adalah orang-orang luar biasa dan patut mendapat tempat tersendiri di dunia lari Indonesia.

Kita nantikan perjuangan para pendekar ultramaraton Indonesia di Lintas Sumbawa 320 yang akan berlangsung pada 4-7 April 2018.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Pelari Eni Rosita masuki finis di Lapangan Doro Ncanga , Dompu, Nusa Tenggara Barat. Eni menjuarai nomor tunggal lomba lari ultramarathon 320 K Jelajah Sumbawa 2017, Sabtu (8/4/2017). Eni Rosita menempuh waktu 63 jam 42 menit 5 detik dengan berlari sejauh 320 kilometer dari Poto Tano hingga Doro Ncanga.

Kerabat Kerja

Penulis: Agus Hermawan | fotografer: Agus Susanto, Rony Ariyanto Nugroho, P Raditya Mahendra Yasa, Haris Firdaus, Agus Mulyadi, Ismail Zakaria, Yuniadhi Agung, Aswito | Videografer: Ismail Zakaria | Editor video: Antonius Sunardi | Desainer & Pengembang: Elga Yuda Pranata, Yulius Giann | Penyelaras Bahasa: Priskilia Bintan | Produser: Haryo Damardono, Prasetyo Eko Prihananto

Suka dengan tulisan yang Anda baca?

Nikmati tulisan lainnya dalam rubrik Tutur Visual di bawah ini.