Masjid Niu Jie, Harmoni Tionghoa dan Islam

Budaya Timur di China dan bangsa-bangsa Asia menekankan pada harmoni dan kebersamaan. Salah satu wujudnya adalah pertemuan budaya Islam dalam arus budaya Han atau Tionghoa di Masjid Niu Jie, masjid tertua di Beijing.

Sepintas lalu, tidak ada yang berbeda dari Masjid Niu Jie dengan bangunan-bangunan khas Tionghoa di pusat kota Beijing, Tiongkok. Fathan Sembiring, pendiri Gentala Institute yang menjembatani hubungan strategis Indonesia-China menjelaskan kepada saya, ”Ini masjid Mas. Bukan kelenteng. Orang sering salah sangka…,” kata Fathan Sembirng sambal terkekeh, awal Juli lalu.

Sepintas, kompleks Masjid Niu Jie, yang dicat warna-warni cerah kombinasi warna merah, hijau, dan warna lain, mirip dengan bangunan kelenteng atau pun bangunan-bangunan tradisional Tionghoa.

Masjid Niu Jie didirikan tahun 996 Masehi pada zaman Dinasti Song jauh lebih awal dari kedatangan Islam di Pulau Jawa. Masjid Niu Jie menempati lahan seluas 7.000 meter persegi.

Kompas/Iwan Santosa
Menara Masjid Niu Jie yang digunakan untuk mengumandangkan adzan, awal Juli 2023.

Kalau tidak mengenal sedikit huruf han zi atau kanji, saya tidak bisa mengetahui tempat tersebut adalah Hui Jiao Tang (masjid). Setelah melihat petunjuk dalam bahasa Mandarin jelaslah tempat tersebut adalah Masjid Niu Jie (Jalan Sapi). Mengapa disebut Jalan Sapi, karena sebagai tempat hunian Muslim di Beijing, salah satu hewan yang dikonsumsi terutama adalah sapi. Jagal sapi dan pedagang daging sapi yang Qing Zhen (halal) sesuai ajaran Islam.

Sesuai dalam tradisi Islam, meski bercorak bangunan arsitektur Tionghoa, Masjid Niu Jie tidak menampilkan dekorasi sosok hewan atau manusia.

Fathan mengantar saya masuk keliling kompleks Masjid Niu Jie yang menjadi bagian identitas budaya Tiongkok. Ruang shalat pria dan perempuan berada di bangunan terpisah. Beberapa menara masjid tempat muazin mengumandangkan azan, jam matahari, berbagai prasasti, tempat wudu, ruang serbaguna, ruangan tinggal para imam (a hong) serta toko suvenir dalam keadaan bersih dan terawat. Saat kami berkunjung sore itu, Beijing sedang hujan gerimis sehingga tidak banyak pengunjung datang.

Sesuai dalam tradisi Islam, meski bercorak bangunan arsitektur Tionghoa, Masjid Niu Jie tidak menampilkan dekorasi sosok hewan atau manusia. Sebagai ganti, berbagai kaligrafi Arab menghiasi bangunan berlanggam Tionghoa yang terawat baik itu.

”Kalau shalat Jumat di sini, selalu disediakan pengamanan. Ada metal detector, dan gong an (polisi) berjaga di sekeliling Masjid Niu Jie. Pemerintah Tiongkok selalu berusaha menjaga keamanan dan kestabilan di semua sendi kehidupan, termasuk bagi warga Muslim. Namun, buat kacamata media Barat ini seolah-olah orang beribadah diawasi ketat. Padahal bukan begitu yang sebetulnya terjadi,” kata Fathan Sembiring yang berulang kali sembahyang di Masjid Niu Jie dan mengikuti perayaan Idul Fitri dan Idul Adha di sana.