Mekai, Penyumbang Rasa Umami dari Kalimantan

Sabtu (8/4/2023) siang, Norsielpera (39), warga Desa Melak Ulu, Kecamatan Melak, Kutai Barat, Kalimantan Timur, sibuk menyiapkan hidangan dari daging babi untuk perayaan Paskah. Kali ini, mereka mengolah daging itu menjadi tiga menu, yakni daging dibakar dalam bambu, sop kuah tulang, dan dimasak kecap.

Tangannya begitu cekatan mengaduk-aduk daging kecap di dalam wajan agar tidak gosong. Sebelum dimasukkan kecap dan gula merah, bahan lain yang dicampurkan adalah bawang merah, bawang putih, jahe, kayu manis, pala, dan garam. Aroma legit dari masakan langsung menguar ke seluruh ruangan. Ia pun mencicip untuk memastikan bumbunya sudah sesuai. Rupanya ada satu komponen bumbu yang belum dimasukkan, ”Daun mekainya sudah adakah?” katanya kepada yang lain.

Dengan sigap, Sri Jimmy (45), sang pemilik rumah, berlari ke pekarangan yang terletak di belakang rumah. Jimmy memetik daun mekai (Albertisia papuana Becc) yang berwarna hijau sedang, bukan hijau muda apalagi hijau tua. Warnanya terlihat hijau yang sedang-sedang saja. Daun hijau tua akan menyumbang rasa agak pahit dalam masakan, sementara hijau muda dianggap belum mampu memberikan rasa gurih.

Kompas/Melati Mewangi
Daun mekai (Albertisia papuana Becc.) yang tumbuh di sekitar rumah warga Desa Melak Ulu, Kecamatan Melak, Kutai Barat, Kalimantan Timur, Sabtu (8/4/2023). Masyarakat Kalimantan Timur menggunakan daun mekai sebagai bumbu masakan yang berfungsi untuk menambah cita rasa gurih.

Bagi masyarakat etnis Dayak di Kalimantan Timur, memasak hidangan apa pun rasanya kurang lengkap tanpa menambahkan daun mekai. Saat Anda singgah ke Kalimantan lalu mencicipi sajian yang diolah dengan daun mekai, si penyedap rasa alami, hidangan yang sederhana akan terasa nikmat dengan bubuhan daun itu di dalamnya.

Tanaman ini biasanya tumbuh di hutan atau kebun. Jika dilihat sekilas, bentuk daun mekai menyerupai daun tanaman kakao. Tulang daunnya terlihat jelas seperti daun sirih.

Bagi masyarakat etnis Dayak di Kalimantan Timur, memasak hidangan apa pun rasanya kurang lengkap tanpa menambahkan daun mekai.

Jimmy membudidayakan mekai di pekarangan rumah guna memenuhi kebutuhan bumbu masakan. Cara penggunaannya tak rumit, daun cukup dicuci dan diremas-remas, lalu ditambahkan saat masakan telah matang tetapi kompor masih menyala.

Pengalaman pertama mencicipi daun mekai kian memperkaya petualangan rasa. Lantas, bagaimana rasanya? Sebelum ditambahkan daun mekai, daging memang sudah terasa enak dengan perpaduan bumbu manis. Ketika daun mekai ditambahkan, muncul sedikit rasa gurih meski tidak terlalu signifikan. Ada rasa daun-daunan yang sedikit muncul, tetapi tidak mengganggu sama sekali.

Menurut Jimmy, masyarakat Dayak terbiasa menggunakan daun mekai sebagai penyedap rasa alami. Mereka enggan untuk menggunakan vetsin sebab bahan alami dipercaya memberikan efek kesehatan untuk tubuh. Ini tak lepas dari budaya yang diturunkan secara turun-temurun, yakni memanfaatkan bahan pangan dari lingkungan sekitar dalam keadaan segar.

Penggunaan daun mekai juga dilakukan oleh Melitina Dakun (59), warga Desa Linggang Melapeh, Kecamatan Linggang Bigung, Kutai Barat, Kalimantan Timur. Daun mekai terselip dalam setiap masakan yang dimasak petang itu. Berbeda dengan Jimmy yang menggunakan daun berwarna hijau sedang, Melitina lebih luwes menyesuaikan dengan jenis masakan yang dibuatnya.

Misalnya, menu daun singkong yang ditumbuk dengan terung pipit (leunca) bisa menggunakan daun mekai yang berwarna hijau muda ataupun hijau tua. Daun mekai yang berwarna hijau muda ditumbuk bersamaan dengan daun singkong dan terong pipit, sementara daun mekai berwarna hijau tua ditambahkan saat penumisan dengan bawang putih dan jahe.

Dalam memasak, Melitina menggunakan garam dan daun mekai sebagai bumbu penyedap. Masakan lain yang ditambahkan daun mekai adalah tumis umbut rotan/jauq dan tumis terong asam dengan bawang rambut. Selain tumisan, olahan berkuah seperti sayur pakis merah dan ikan baung asap (salai) juga makin nikmat dengan tambahan daun mekai. Dalam masakan berkuah, daun mekai dimasukkan secara utuhan tak perlu diremas atau dipotong-potong.

”Daun mekai membuat rasa masakan menjadi lebih gurih. Kalau tidak menggunakannya, seperti ada yang kurang. Kami bisa memetiknya dalam kondisi segar karena tumbuh di sekitar rumah,” kata Melitina.

Kompas/Melati Mewangi
Daun mekai ditambahkan setelah daging kecap matang. Daun mekai diperoleh di sekitar rumah warga dan bertujuan sebagai bahan penyedap untuk masakan.

Selama proses pemasakan, Chef Ragil Imam Wibowo, tim ahli kuliner dari Pusaka Rasa Nusantara, turut memperhatikan kesibukan di dapur. Bersama dengan timnya, mereka mendokumentasikan seluruh resep tradisional, mulai dari bahan-bahan yang digunakan, cara pembuatan, hasil akhir masakan, hingga kisah menarik di balik resep itu.

Menurut Ragil, masyarakat setempat tak banyak menggunakan bumbu atau rempah yang rumit seperti daerah lain di Indonesia, seperti Sumatera atau Jawa. Pemakaian bahan seperti bawang putih atau rimpang jahe cukup dipotong, berbeda dengan daerah lain yang harus ditumbuk halus atau digiling.

Penggunaan bawang rambut atau bawang batak untuk masakan juga menjadi kekhasan yang dijumpai, kata Ragil, biasanya jenis bawang ini lebih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Sumatera Utara. Ia menduga ketiadaan bawang merah dan bawang putih yang tumbuh di sekitar menjadi penyebabnya.

Kompas/Melati Mewangi
Masyarakat Kalimantan Timur menggunakan daun mekai (Albertisia papuana Becc.) sebagai bumbu masakan yang berfungsi untuk menambah cita rasa gurih.

Bawang batak memang bisa tumbuh di pekarangan rumah dan ladang. Ketika dibutuhkan untuk memasak, mereka mengambilnya langsung dari sana. Kesegaran bahan pangan menjadi kuncian dalam setiap masakan Dayak. Adapun penggunaan minyak kelapa dan santan jarang ditemui kecuali dalam masakan Banjar. Katanya, masyarakat zaman dulu menggunakan minyak tengkawang yang dibuat dari kebun sendiri.

”Dari segi rasa, (rasanya) memang sederhana dibandingkan daerah lain di Indonesia. Melalui makanan tradisional, kita bisa mengetahui lebih dalam budaya dan tradisi yang berkembang di tengah masyarakat. Saat berbicara tentang kuliner, kita bisa mengaitkannya dengan berbagai aspek,” ujarnya.

Asam amino

Daun mekai memiliki banyak julukan di tengah masyarakat, antara lain daun apah, daun sungkai, daun afak, dan daun bekkai lan. Meski berbeda penyebutan, daun itu sama-sama dimanfaatkan sebagai bahan penyedap rasa alami. Bahkan, bagian akar dan batangnya juga dimanfaatkan untuk mengobati kanker.

Lantas, apakah daun mekai benar-benar mengandung asam amino yang menghasilkan cita rasa gurih atau umami pada masakan? Sejumlah studi telah dilakukan untuk meneliti kandungan daun mekai.

Dalam studi berjudul The Isolation of taste compounds in Bekkai lan (Albertisia papuana Becc) leaves extract using nanofiltration (2015), diketahui, semua senyawa rasa, kecuali umami, diperoleh pada kondisi yang ditentukan. Kondisi yang dimaksud adalah ekstraksi pada larutan 0,2 M buffer Tris-HCl pada pH 8 yang dipanaskan selama tiga menit.

Hasilnya diketahui bahwa senyawa rasa manis yang terdapat dalam ekstrak daun itu adalah sukrosa, fruktosa, dan alanin. Komponen mineral yang menyumbangkan rasa asin adalah kalium, fosfor, magnesium, natrium, dan kalsium. Dalam penelitian lainnya, mineral di atas juga ditemukan pada keju yang terbuat dari susu kambing. Komponen kalium dan kalsium turut berkontribusi pada rasa asin dalam rumput laut. Adapun rasa asam diperoleh dari malat, oksalat, dan asam glukuronat. Asam galat dalam kandungan daun mekai memberikan rasa pahit.

Kompas/Melati Mewangi
Daun mekai (Albertisia papuana Becc.) yang tumbuh di sekitar halaman rumah warga Desa Melak Ulu, Kecamatan Melak, Kutai Barat, Kalimantan Timur, Bagian dimanfaatkan sebagai bumbu masakan.

Penelitian lainnya menunjukkan potensi umami dari ekstrak daun mekai kasar adalah sedang, seperti termuat dalam Umami potential from crude extract of Bekkai lan (Albertisia papuana Becc) leaves, an indegenous plant in East Kalimantan-Indonesia (2013). Daun ini memiliki komponen asam aspartat yang lebih tinggi dibandingkan asam glutamat di dalamnya. Selain glutamat, asam aspartat turut menyumbangkan rasa gurih. Peneliti juga membandingkan dengan studi sebelumnya, komponen menyerupai MSG yang terdapat dalam daun ini lebih tinggi dari daging kepiting, tetapi lebih rendah dari jamur.

Penambahan sejumlah bahan untuk meningkatkan rasa umami pada suatu makanan memang lumrah. Selama ini, vetsin atau mosodium glutamat (MSG) lebih dikenal sebagai penyedap rasa. Padahal, ada bahan pangan lain yang bisa menghasilkan rasa umami karena mengandung senyawa yang bekontribusi terhadap rasa gurih, antara lain tomat, ikan yang diawetkan (cured fish/cured anchovies), keju (aged cheese), dan rumput laut (kombu).

Dengan demikian, pilihan masyarakat Dayak untuk menggunakan daun mekai sebagai penyedap rasa alami memang jitu. Tanpa disadari, pengetahuan yang diturunkan dari para leluhur ini turut menjaga tradisi hidup sehat agar tetap lestari. Sebisa mungkin mereka akan memanfaatkan bahan yang tersedia di alam sekitarnya. Bagaimana, Anda penasaran dengan rasa daun mekai? Mari singgah ke Bumi Borneo.