Mengenang Para Pahlawan “Game of Thrones”

Game of Thrones telah usai. Serial televisi drama fantasi produksi HBO itu berakhir pada musim kedelapan. Sejak tayang perdana pada 2011, sang kreator, David Benioff dan Daniel Brett Weiss, sukses menghadirkan puluhan peperangan epik dan kejadian yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Lebih dari seratus karakter muncul yang lalu ”dibunuh”, mati bersama harapan fans mereka.

Game of Thrones (GoT), yang diadaptasi dari novel serial A Song of Ice and Fire karya George RR Martin, berkisah tentang konflik antar-kerajaan di Benua Westeros pada abad pertengahan. Kudeta, penaklukan, dan peperangan dilakukan oleh beberapa kerajaan untuk meraih takhta besi The Iron Throne sebagai bentuk kekuasaan tertinggi dalam tatanan Tujuh Kerajaan atau Seven Kingdoms.

 

HBO
Salah satu adegan dalam Game of Thrones.

Delapan tahun perjalanannya, GoT juga telah menjadi serial televisi terpopuler di dunia. Episode pembuka musim kedelapan saja ditonton tidak kurang dari 32 juta pasang mata di seluruh dunia. Popularitas itu tidak terlepas dari kekayaan semesta serial dan plot yang sulit ditebak. Selain itu, setiap episode juga selalu menampilkan efek visual yang detail nan megah.

Peperangan dan intrik tiada henti secara otomatis menjadi seleksi alam bagi sejumlah tokoh yang mampu bertahan, layak, dan ditakdirkan untuk memimpin Seven Kingdoms. Ada Daenerys Targaryen, ratu tiga naga berambut perak; sang ratu Cersei Lannister, yang penuh taktik dan bertangan besi; dan ada pula Jon Snow, si ”haram jadah” yang diramalkan sebagai Pangeran yang Dijanjikan untuk menyelamatkan umat manusia.

Sejak awal ditayangkan, Game of Thrones terkenal sebagai sebuah serial televisi yang banyak ‘membunuh’ para karakter yang disukai penggemar. Mereka pun sering harus menanggung kekecewaan, melihat pahlawan mereka mati terhunus tombak atau diracun sebelum dapat memenuhi tugas besar yang diharapkan.

‘Pembunuhan’ itu rupanya tidak hanya dilakukan untuk membangun plot, tetapi juga mengakhirinya. David Benioff dan DB Weiss masih menggunakan cara tersebut sebagai salah satu ciri khas serial ini yang dipengaruhi kuat oleh gaya penulisan novel A Song of Ice and Fire oleh George RR Martin. Meskipun, sejak musim kelima Martin sudah tidak banyak terlibat dalam penulisan skenario serial karena seluruhnya ditangani Benioff dan Weiss.