Menghadang Kepunahan Macan Tutul Jawa

Rasi masih malu-malu menampakkan diri meskipun pintu rumah sementaranya di kawasan Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, telah terbuka. Setelah semenit bersembunyi, ia pun berlari menuju alam bebas. Di antara lebat hutan, Slamet Ramadhan, yang diharapkan jadi jodohnya, bisa jadi tengah menanti.

Rasi dan Slamet adalah sepasang macan tutul jawa (Panthera pardus melas). Siang itu, Sabtu (5/3/2022), Rasi dilepasliarkan di Blok Bintangot, Desa Seda, Mandirancan, Kuningan, Jawa Barat. Macan betina itu menyusul si jantan, Slamet, yang menghuni Ciremai sejak 2019.

DOKUMENTASI BALAI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI
Potret macan tutul betina bernama Rasi yang dilepasliarkan di Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, awal Maret 2022 lalu.

Pelepasliaran tersebut disaksikan pejabat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuningan, awak media, dan warga setempat. Mereka melihat Rasi dari kamera pemantau, sekitar 700 meter dari kandangnya.

Macan dengan kulit kuning kecoklatan dan bintik hitam itu berlari kencang keluar kandang. Tidak butuh waktu lama, macan sepanjang 150 sentimeter dengan tinggi 60 cm itu lenyap dari kamera. Rasi pergi bersama kalung GPS (sistem pemantau posisi) di lehernya.

Baca juga: Tanpa Koridor, Kucing Besar Terakhir Jawa Bisa Punah

Tiga tahun lalu, Juli 2019, Rasi tidak segesit itu. Ia ditemukan warga di Kampung Bunisari, Desa Cikondang, Kecamatan Cisompet, Kabupaten Garut, ketika usianya baru tiga bulan. Tubuh kecilnya kurus kurang gizi. Tulang rusuknya menyembul dari kulitnya. Ia lemah, tidak berdaya, dan sendirian.

KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Petugas dan warga bersiap melepasliarkan macan tutul Jawa (Panthera Pardus Melas) di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai di Padabeunghar, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Selasa (09/07/2019). Macan bernama “Slamet Ramadhan” itu sempat menjalani perawatan dan pemantauan di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga.

Erwin Wilianto, pendiri Yayasan Save Indonesian Nature and Threatened Species (Sintas) Indonesia, memprediksi beberapa kemungkinan Rasi ditemukan sendiri. Pertama, Rasi dianggap sakit sehingga ditinggalkan induknya. Kedua, macan yang masih menyusu itu tercecer dari induknya.