Permainan rakyat pacu itik terbang terus dilestarikan masyarakat Payakumbuh dan Limapuluh Kota, Sumatera Barat, sejak hampir seabad silam. Warisan budaya tak benda Indonesia ini terus bertahan dan beradaptasi di tengah perubahan zaman.

Toher (42) mengelus-elus leher, dada, dan ekor itiknya di pinggir sebuah jalan. Itik air berbulu coklat muda itu diam saja. Aero, demikian nama itik usia empat bulan itu. ”Atlet” yang terbang di kelas 1.600 ini begitu nyaman dengan elusan tuannya.

”Diurut-urut begini supaya lemaknya terbakar. Selain itu, biar dia semakin jinak,” kata Toher, Sabtu (30/10/2021). Pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang ini sedang menunggu giliran lomba di Gelanggang Tunggul Kubang, Kelurahan Kapalo Koto Ampangan, Payakumbuh Selatan, Kota Payakumbuh.

Toher satu dari puluhan joki pacu itik yang ikut serta dalam seri ketiga grandprix Festival Itik Terbang tahun 2021. Seri digelar bergiliran di lima gelanggang yang menjadi tuan rumah tahun ini. Perlombaan diadakan setiap Sabtu-Minggu sejak 16 Oktober-21 November 2021 dari pagi hingga sore hari.

Puluhan hingga seratusan pencinta pacu itik ataupun sekadar penonton berkumpul di Gelanggang Tunggul Kubang, Sabtu itu. Mereka dari berbagai kalangan: anak-anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia. Hujan gerimis hingga sedang yang mewarnai siang dan sore hari tak menyurutkan minat mereka ke gelanggang.

Lomba pacu itik digelar kembali pada tahun 2021. Tahun sebelumnya, lomba ditiadakan akibat pandemi Covid-19. Sekarang, karena jumlah kasus Covid-19 mereda, lomba pacu itik dihidupkan  kembali. Namun, jumlah serinya berkurang signifikan menjadi lima seri dari sebelumnya 12 seri.

Kompas/Yola Sastra
Peserta melepas itik di titik start dalam lomba pacu itik terbang di Gelanggang Tunggul Kubang, Kelurahan Kapalo Koto Ampangan, Kecamatan Payakumbuh Selatan, Kota Payakumbuh, Sumatera Barat, Sabtu (30/10/2021).

Pacu itik telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia sejak 9 Oktober 2020. Selain karena unik—cuma ada di Payakumbuh dan Limapuluh Kota—pacu itik menjadi warisan budaya karena didukung literasi yang jelas, tetap lestari, dan mengandung nilai-nilai budaya dan filosofi yang dianut masyarakat.

”Pacu itik berakar dari masyarakat. Diadakan sebagai bentuk rasa syukur masyarakat setelah musim panen padi,” kata Desmon Korina, Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Payakumbuh.