Matahari belum lagi menyengat kulit saat empat perahu motor telah menyala di dermaga, Kamis (14/11/2021). Sekitar 20 orang warga Kampung As dan Atat dari Distrik Pulau Tiga, Asmat-Papua, menyiapkan peralatan mereka menuju hutan. Untuk pertama kali, warga dua kampung itu bersama-sama menjemput Sang Amos.
Puluhan orang itu masing-masing membawa nokennya sambil menuju dusun sagu, sebutan orang Papua untuk hutan sagu. Dusun pertama jaraknya tempuhnya hanya 30 menit dari Kampung As dengan melintasi Sungai Pomats. Di lokasi pertama inilah terdapat bivak milik Yonas Jumo.
Yonas kemudian meminta saudaranya mengambil ohm atau tongkat kayu yang menyerupai tombak tanpa mata dengan ujungnya dibuat tumpul dan pipih. Tongkat kayu ini untuk menusuk batang pohon sagu sasarannya. Gelengan kepala membuat Yonas meminta semua orang untuk pindah tempat. Tanaman sagu itu masih mengandung sedikit tepung. Mereka beralih ke lokasi kedua.
Di lokasi inilah akhirnya diperoleh tanaman sagu yang diinginkan. Sebelum dipotong, beberapa ibu sudah mulai membersihkan rumput di sekitar pohon sagu sasaran. Mereka juga menyiapkan bara api yang dibawa dari kampung dan dijaga selama perjalanan di atas sungai agar baranya tidak padam.
Ohm lantas ditusukkan ke batang pohon sagu yang kulitnya mulai berlumut. Tinggi pohon sagu itu lebih kurang 6 meter. Beberapa lelaki bersiap mengayun kapak yang mereka pegang sambil pandangan mereka tertuju pada Abraham Bar, pengurus Kampung Atat.
Tiba-tiba, Abraham bernyanyi, yang lebih terdengar seperti membentak, “Dia damoh mamano, amos saka taro” yang artinya “Bapa (Tuhan), kami sedang mencari sagu, beri kami satu yang baik.” Seusai kata terakhir lepas dari mulutnya, langsung disambut dengan empasan kapak-kapak ke bagian batang sagu yang paling dekat dengan akar.
Tidak sampai 20 menit, pohon langsung tumbang ke atas tanah yang disertai dentuman. Bunyinya begitu keras hingga membuat air yang tenang menjadi beriak dan tanah sedikit bergetar.