Meriahnya Pasar Desa Tempo Doeloe di Jawa

Ponder dalam buku Javanese Panorama, More Impressions of The 1930’s menyebut pasar di desa adalah potret kehidupan di perdesaan Jawa

Tenteram, damai, dan ceria, itulah suasana pasar di perdesaan Jawa yang direkam penulis perempuan Australia, Harriet W Ponder, yang berulang kali tinggal di Pulau Jawa tahun 1930-an. Ponder dalam buku Javanese Panorama, More Impressions of The 1930’s menyebut pasar di desa adalah potret kehidupan di perdesaan Jawa.

Pasar adalah ruang interaksi warga desa, tempat di mana warga menjajakan berbagai dagangan dan juga membeli kebutuhan harian. Dalam buku itu digambarkan misalnya soal pedagang topi anyaman bambu yang menggelar dagangan di atas rumput di tepi jalan. Para pembeli dengan cermat mengamati topi yang diminati, tak ubahnya orang berbelanja topi di Bond Street di London. Tentu saja topi anyaman bambu di Jawa jauh lebih murah.

Terkait topi anyaman dari Jawa, Pramoedya Ananta Toer dalam buku Jalan Raya Pos dan penulis Jean Rocher dalam Sejarah Kecil Prancis-Indonesia 1800-2000 mencatat tentang populernya topi anyaman dari Tangerang yang merajai pasaran topi di Paris, Perancis, sebelum Perang Dunia II.

KITLV
Pasar Maoek di Tangerang, Banten, sekitar tahun 1870.

Jenis topi yang diamati Harriet W Ponder terutama adalah caping yang berbentuk kerucut dengan hiasan aneka warna yang dijual 10-15 sen. Jika dicat dengan bahan enamel, topi tersebut dijual lebih mahal 5 sen dari topi yang diwarnai dengan pewarna biasa.

Pedagang mainan, aneka kue, kelontong, dan sabun yang dipotong kotak-kotak kecil ukuran satu inci dibungkus dalam daun pisang, bola benang katun, gula aren dibungkus bulat dalam daun aren kering, rokok linting—selalu dikantongi pria Jawa—korek api, pengikat rambut, aneka jenis kancing, permen peppermint, sendok, dan pensil dijual dengan kisaran harga satu hingga dua sen setiap potong.

Seorang pegawai Wedana akan menjual tiket masuk ke pasar. Selepas itu, Harriet W Ponder mencatat, dirinya berdesakan dengan sesama pengunjung pasar, suara—tawar menawar, celotehan pedagang, semua berjejalan tetapi tidak ada yang terlihat terganggu dengan suasana yang semrawut itu. Saking padatnya pengunjung pasar, sulit melihat jelas barang dagangan yang umumnya dihamparkan di atas hamparan rumput dan tanah.

KITLV
Pasar Gambir di Batavia sekitar tahun 1923

Sepintas lalu, Ponder melihat adanya tumpukan buah kelapa, buah kol, sayur wortel, aneka kacang, terong, selada, tomat, timun, buah melon, sawo, pepaya, sirsak, aneka cabai, kentang, dan artichoke. Terlihat juga kelompok-kelompok perempuan bekerja memipil jagung dari tongkolnya. Tumpukan tongkol yang sudah bersih dari buliran jagung bertumpuk meninggi. Meski pengunjung pasar dan pedagang berdesakan, mereka tidak menginjak ataupun menyenggol barang dagangan dan berbagai benda yang digelar.

Para pedagang mengiming-imingi perempuan Eropa tersebut bahwa aneka tumbuhan tersebut memiliki ragam khasiat untuk kesehatan